Polri Tetapkan Lima Tersangka Kasus Penyuntikan Gas LPG Subsidi, Raup Keuntungan Miliaran Rupiah
Bareskrim Polri menetapkan lima tersangka kasus penyuntikan tabung gas LPG subsidi di Jawa Barat dan Jawa Tengah, meraup keuntungan hingga Rp10 miliar.
Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri telah menetapkan lima tersangka terkait kasus penyuntikan tabung gas LPG subsidi di tiga lokasi berbeda: Kabupaten Bogor dan Bekasi, Jawa Barat, serta Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. Kejadian ini terungkap setelah laporan masyarakat pada 4 dan 6 Maret 2025 mengenai dugaan penyalahgunaan LPG bersubsidi. Modus yang digunakan para tersangka hampir sama di ketiga lokasi, melibatkan pemindahan isi tabung gas 3 kg ke tabung 12 kg dengan alat modifikasi, menghasilkan keuntungan fantastis dan kerugian negara yang masih dalam perhitungan.
Brigjen Pol. Nunung Syaifuddin, Direktur Tipidter Bareskrim Polri, mengumumkan penetapan tersangka dalam konferensi pers di Jakarta pada Kamis. Dua tersangka, RJ dan K, berasal dari lokasi kejadian di Bogor; satu tersangka, F alias K, dari Bekasi; dan dua tersangka lainnya, MT dan MM, dari Tegal. Mereka semua terlibat dalam skema ilegal yang merugikan negara dan konsumen.
Penyelidikan berawal dari laporan masyarakat yang mencurigai aktivitas ilegal terkait gas LPG bersubsidi. Polri langsung bergerak cepat menyelidiki laporan tersebut, mengumpulkan bukti, dan memeriksa sejumlah saksi hingga akhirnya menetapkan lima tersangka yang terlibat dalam jaringan penyuntikan gas LPG bersubsidi ini. Keuntungan yang diraup dari praktik ilegal ini mencapai angka yang sangat signifikan, menunjukkan skala operasi yang cukup besar.
Modus Operandi dan Keuntungan Miliaran Rupiah
Modus operandi para tersangka terbilang rapi dan sistematis. Mereka membeli sejumlah besar tabung gas LPG 3 kg dari berbagai pengecer. Tabung-tabung tersebut kemudian dikumpulkan di satu lokasi untuk proses penyuntikan isi ke dalam tabung gas non-subsidi 12 kg. Proses penyuntikan dilakukan menggunakan alat regulator modifikasi dan batu es untuk mendinginkan tabung.
Setelah tabung 12 kg terisi, para tersangka menimbang, memasang segel, dan kode batang (barcode) agar tampak seperti produk resmi. Tabung gas 12 kg hasil penyuntikan ini kemudian dijual ke masyarakat dengan harga non-subsidi, meskipun isinya tidak sesuai standar dan jumlahnya kurang. Keuntungan yang diperoleh dari praktik ilegal ini mencapai angka yang mengejutkan, yaitu Rp10.184.000.000.
Besarnya keuntungan yang didapat menunjukkan betapa sistematis dan terorganisirnya operasi ilegal ini. Para tersangka telah menjalankan aksinya di beberapa lokasi berbeda, menunjukkan adanya jaringan yang cukup luas. Pihak berwenang masih menghitung kerugian negara yang diakibatkan oleh tindakan para tersangka ini.
Ancaman Pidana Berat Menanti Para Tersangka
Atas perbuatannya, kelima tersangka dijerat dengan Pasal 40 angka 9 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja perubahan atas ketentuan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Ancaman pidananya cukup berat, yaitu penjara paling lama 6 tahun dan denda maksimal Rp60 miliar.
Selain itu, mereka juga dijerat dengan Pasal 8 ayat (1) huruf b dan c juncto Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen juncto Pasal 55 ayat (1), dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda maksimal Rp2 miliar. Hal ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menangani kasus penyalahgunaan gas LPG bersubsidi.
Penetapan tersangka ini menjadi bukti komitmen Polri dalam memberantas kejahatan ekonomi yang merugikan negara dan masyarakat. Kasus ini juga menjadi peringatan bagi pihak-pihak yang mencoba melakukan tindakan serupa. Pemerintah akan terus berupaya untuk mengawasi dan menindak tegas segala bentuk penyalahgunaan barang subsidi demi melindungi kepentingan masyarakat.
Proses hukum akan terus berjalan untuk memastikan keadilan ditegakkan. Besaran kerugian negara yang masih dihitung akan menjadi pertimbangan tambahan dalam proses peradilan. Kasus ini diharapkan menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak agar senantiasa mematuhi peraturan yang berlaku dan menghindari tindakan yang merugikan negara dan masyarakat.