Rupiah Melemah: Kebijakan Tarif AS dan Suku Bunga The Fed Jadi Biang Keladi
Pelemahan rupiah hari ini dipengaruhi kebijakan tarif AS terhadap Kanada dan Meksiko serta isyarat dari petinggi Bank Sentral AS terkait suku bunga acuan.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) melemah pada pembukaan perdagangan Selasa, 25 Februari 2024. Pelemahan sebesar 14 poin atau 0,09 persen, menempatkan kurs rupiah di angka Rp16.292 per USD, turun dari Rp16.278 per USD pada perdagangan sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh dua faktor utama: kebijakan tarif Amerika Serikat (AS) terhadap Kanada dan Meksiko, serta isyarat dari petinggi Bank Sentral AS terkait suku bunga acuan.
Pengamat pasar uang, Ariston Tjendra, menjelaskan bahwa perhatian pasar kembali tertuju pada kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump. Trump menegaskan bahwa rencana kenaikan tarif sebesar 25 persen terhadap impor dari Kanada dan Meksiko akan tetap berjalan sesuai rencana, meskipun sempat ditangguhkan selama 30 hari pada awal Februari.
Keputusan Trump ini menimbulkan ketidakpastian di pasar, yang berdampak pada pelemahan rupiah. Selain itu, pernyataan dari petinggi Bank Sentral AS, Austan Goolsbee, yang mengindikasikan bahwa kebijakan Trump berpotensi meningkatkan inflasi, turut memberikan tekanan pada rupiah. Goolsbee menyiratkan bahwa The Fed kemungkinan akan mempertahankan suku bunga acuan, yang pada akhirnya menguatkan dolar AS.
Kebijakan Tarif AS: Ancaman Terhadap Stabilitas Rupiah
Kebijakan tarif AS yang masih belum pasti menimbulkan kekhawatiran di pasar global. Ketidakpastian ini membuat investor cenderung lebih berhati-hati dan mengurangi investasi di negara-negara yang dianggap berisiko, termasuk Indonesia. Hal ini berdampak pada permintaan terhadap rupiah yang menurun, sehingga menyebabkan pelemahan nilai tukar.
Meskipun sempat ditunda, rencana penerapan tarif impor dari Kanada dan Meksiko tetap menjadi ancaman bagi stabilitas ekonomi global. Dampaknya tidak hanya terbatas pada kedua negara tersebut, tetapi juga berpotensi mempengaruhi negara-negara lain, termasuk Indonesia, melalui mekanisme perdagangan internasional.
Pengaruh kebijakan ini terhadap rupiah perlu dipantau secara ketat. Ketidakpastian ekonomi global yang dipicu oleh kebijakan proteksionis AS berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap perekonomian Indonesia, khususnya pada sektor ekspor dan investasi asing.
Suku Bunga The Fed dan Pengaruhnya Terhadap Rupiah
Pernyataan Austan Goolsbee terkait potensi kenaikan inflasi akibat kebijakan Trump memberikan sinyal bahwa The Fed cenderung mempertahankan suku bunga acuan. Hal ini membuat dolar AS menjadi lebih menarik bagi investor, karena menawarkan imbal hasil yang lebih tinggi dibandingkan mata uang lainnya.
Kenaikan suku bunga acuan biasanya akan menarik aliran modal asing ke AS, sehingga mengurangi aliran modal ke negara berkembang seperti Indonesia. Kondisi ini turut memperlemah nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Penguatan dolar AS juga dipengaruhi oleh indeks dolar AS yang berada di kisaran 106,75, lebih tinggi dari hari sebelumnya yang berada di kisaran 106,26. Hal ini menunjukkan peningkatan permintaan terhadap dolar AS di pasar internasional.
Prospek Rupiah ke Depan
Ariston Tjendra memprediksi potensi pelemahan rupiah hingga ke kisaran Rp16.280-Rp16.300, dengan potensi support di sekitar Rp16.230. Namun, prediksi ini masih bersifat sementara dan dapat berubah tergantung pada perkembangan situasi ekonomi global dan domestik.
Pemerintah dan Bank Indonesia perlu terus memantau perkembangan situasi dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Langkah-langkah tersebut dapat berupa intervensi di pasar valuta asing atau kebijakan moneter lainnya.
Ke depan, diperlukan strategi yang komprehensif untuk menghadapi tantangan eksternal yang berpotensi mempengaruhi nilai tukar rupiah. Diversifikasi pasar ekspor, peningkatan daya saing produk dalam negeri, dan pengelolaan arus modal asing yang baik menjadi kunci untuk menjaga stabilitas ekonomi Indonesia.