Rupiah Menguat: Surplus Perdagangan dan Data AS Picu Penguatan Kurs
Nilai tukar rupiah menguat signifikan dipicu oleh surplus neraca perdagangan Indonesia dan data penjualan ritel AS yang negatif, meningkatkan ekspektasi penurunan suku bunga The Fed.
Penguatan Rupiah: Surplus Perdagangan dan Data AS Jadi Penopang
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) dibuka menguat pada Senin pagi, mencapai Rp16.228 per USD, naik 24 poin atau 0,14 persen dari penutupan sebelumnya di Rp16.252 per USD. Penguatan ini didorong oleh dua faktor utama: surplus neraca perdagangan Indonesia dan data ekonomi negatif dari Amerika Serikat.
Surplus Neraca Perdagangan Indonesia
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan surplus neraca perdagangan Indonesia mencapai US$3,45 miliar pada Januari 2025. Angka ini lebih tinggi dari surplus bulan sebelumnya (US$2,24 miliar) dan bulan yang sama tahun lalu (US$2 miliar). Ini menandai surplus perdagangan selama 57 bulan berturut-turut sejak Desember 2020, menunjukkan kinerja ekspor Indonesia yang tetap positif.
Meskipun nilai ekspor Indonesia pada Januari 2025 turun 8,56 persen secara bulanan menjadi US$21,45 miliar, ekspor tetap naik 4,68 persen secara tahunan (yoy) dibandingkan Januari 2024. Ekspor migas meningkat, sementara ekspor non-migas mengalami penurunan. Di sisi impor, terjadi penurunan baik secara bulanan maupun tahunan, mencapai US$18 miliar pada Januari 2025.
Dampak Data Penjualan Ritel AS
Di luar negeri, data penjualan ritel AS yang menunjukkan kontraksi 0,5 persen pada Januari 2025, lebih rendah dari proyeksi -0,1 persen, juga berkontribusi pada penguatan rupiah. Data ini memberikan sinyal pelemahan ekonomi AS, yang berdampak pada penurunan imbal hasil obligasi AS.
Penurunan imbal hasil obligasi AS meningkatkan ekspektasi pasar akan pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed). Analis Lukman Leong dari Doo Financial Futures memperkirakan peluang pemangkasan suku bunga hingga 50 basis points (bps) hingga akhir tahun mencapai 50 persen, lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya sebesar 35 bps.
Analisis dan Prospek
Pengamat mata uang Ibrahim Assuabi menyatakan bahwa surplus neraca perdagangan Indonesia yang signifikan menjadi faktor kunci penguatan rupiah. Kondisi ini menunjukkan fundamental ekonomi Indonesia yang kuat dan menarik minat investor asing. Kombinasi surplus perdagangan dan ekspektasi penurunan suku bunga The Fed menciptakan sentimen positif di pasar, yang selanjutnya mendorong penguatan nilai tukar rupiah.
Kurs JISDOR Bank Indonesia juga menunjukkan penguatan, mencapai Rp16.208 per USD dari Rp16.285 per USD sebelumnya. Penguatan rupiah ini memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia, terutama dalam mengurangi biaya impor dan meningkatkan daya saing produk ekspor.
Ke depan, perkembangan ekonomi global dan kebijakan moneter The Fed akan tetap menjadi faktor penentu pergerakan nilai tukar rupiah. Namun, surplus neraca perdagangan Indonesia yang berkelanjutan menunjukkan potensi penguatan rupiah yang berkelanjutan.