RUU Penyiaran dan Era AI: Tantangan dan Peluang Industri Penyiaran Indonesia
Perkembangan AI berdampak signifikan pada industri penyiaran global, mendorong revisi RUU Penyiaran di Indonesia untuk menghadapi tantangan dan peluang baru di era digital.
Jakarta, 15 April (ANTARA) - Perkembangan pesat Artificial Intelligence (AI) telah membawa disrupsi digital besar-besaran, khususnya pada industri media global yang juga menghadapi persaingan ketat dari platform media baru. Pemerintah berbagai negara pun berupaya melakukan mitigasi untuk menghadapi perubahan lanskap media dan pola konsumsi informasi masyarakat. Di Indonesia, integrasi AI dalam industri penyiaran menjadi fokus utama pembahasan Panitia Kerja (Panja) RUU Penyiaran di Komisi I DPR RI, mempertimbangkan dampaknya terhadap masa depan sektor penyiaran.
Pembahasan RUU Penyiaran yang memasukkan substansi AI merupakan langkah krusial. Pertanyaan penting yang muncul adalah sejauh mana integrasi AI telah diterapkan dalam sektor penyiaran saat ini, dan isu strategis apa saja yang perlu diperhatikan dalam pembahasan RUU tersebut? Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI) telah mengangkat urgensi perkembangan AI dalam dua forum internasional pada tahun 2024, yaitu Indonesia Broadcasting Conference (IBC) 2024 dan End Year of Digital Broadcasting Webinar: Artificial Intelligence and Industry Trend in South East Asia. Berbagai isu krusial terkait AI di sektor penyiaran telah dibahas dalam forum-forum tersebut.
Definisi AI di Indonesia tercantum dalam Surat Edaran Menkominfo RI No.9 tahun 2023, yang mendefinisikan kecerdasan artifisial sebagai bentuk pemrograman komputer untuk pemrosesan dan pengolahan data secara cermat. Meskipun tidak spesifik untuk penyiaran, peneliti internasional telah menunjukkan transformasi AI pada industri penyiaran dan televisi (Long & Wu, 2021), termasuk pemantauan siaran (Huang et al., 2020), seperti yang diungkapkan oleh peneliti UI Angga Priacha di IBC 2024.
Integrasi AI dalam Industri Penyiaran Global
Praktisi penyiaran global melihat potensi besar AI sebagai penggerak revolusi penyiaran, meningkatkan produksi konten, keterlibatan pemirsa, dan efisiensi operasional. Di sektor radio, AI digunakan untuk otomatisasi pembuatan daftar putar, menyesuaikan preferensi pendengar. Pada produksi konten televisi, AI membantu jurnalis mengidentifikasi topik berita dari tren media sosial, membantu penyusunan skrip, transkripsi, penerjemahan, subtitle, hingga penjadwalan program dan penyensoran konten.
AI juga berperan dalam agregasi konten, pengumpulan dan analisis data demografi pemirsa untuk penyesuaian konten dan strategi periklanan. Saluran TV digital memanfaatkan AI untuk memantau interaksi pemirsa secara real-time, meningkatkan retensi dan kepuasan. Di Asia Tenggara, Indonesia (TVRI, RRI, dan stasiun televisi swasta), Malaysia (Fly FM, robot Fiona), dan Thailand (Workpoint) telah mengaplikasikan AI dalam penyiaran, meskipun dengan beragam respon dari audiens.
Studi oleh Fitria (2024) menemukan pemanfaatan presenter AI oleh tvOne, sementara Simamora (2024) menyatakan mayoritas audiens masih lebih menyukai presenter manusia untuk konten berita yang membutuhkan kedalaman emosional. Malaysia juga menghadapi tantangan deepfake, sedangkan Thailand meraih penghargaan untuk acara 'FACE OFF' yang memanfaatkan teknologi deepfake AI.
Isu Krusial dalam Pembahasan RUU Penyiaran
Pembahasan RUU Penyiaran perlu memperhatikan beberapa isu krusial terkait AI. Pertama, etika dalam penyelenggaraan penyiaran digital, memastikan keaslian konten dan mencegah penyebaran deepfake. Kedua, tantangan hak cipta dan kekayaan intelektual terkait konten yang dihasilkan AI. Ketiga, perlindungan privasi data dan kepercayaan konsumen, mencegah penyalahgunaan data pribadi yang dikumpulkan oleh algoritma AI.
Thailand, melalui National Broadcasting and Telecomunication Commission (NBTC), telah menerapkan peraturan perlindungan data konsumen dalam aplikasi AI, sesuai Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi B.E. 2562 (2019). Indonesia perlu melakukan pemantauan dan evaluasi berkelanjutan terhadap konten berbasis AI, dengan aturan turunan dari UU sebagai pedoman yang lebih detail. Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) 2012 saat ini belum mengatur konten berbasis AI.
Pedoman Tata Kelola & Etika AI di sektor penyiaran digital sangat dibutuhkan. Malaysia, melalui MCMC, telah merumuskan beberapa prinsip, antara lain: berkeadilan, keandalan, keamanan, dan kontrol; privasi dan keamanan; inklusivitas; transparansi; akuntabilitas; dan manfaat serta kebahagiaan manusia. Integrasi AI harus didefinisikan ulang dalam konteks peran dan alur kerja industri penyiaran di masa depan.
AI bukan hanya teknologi, tetapi juga katalisator untuk memperkuat industri penyiaran Indonesia. RUU Penyiaran diharapkan dapat melindungi ekosistem penyiaran nasional dari dampak disrupsi digital.
*) Amin Shabana adalah Komisioner Bidang Kelembagaan, Komisi Penyiaran Indonesia Pusat