Sidang Tom Lembong Ditutup untuk Siaran Langsung, Cegah Pengaruh terhadap Kesaksian
Hakim Pengadilan Tipikor melarang siaran langsung sidang kasus dugaan korupsi impor gula yang melibatkan Tom Lembong untuk mencegah pengaruh terhadap saksi.
Sidang kasus dugaan korupsi impor gula yang melibatkan mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, sebagai terdakwa, memasuki babak baru. Pada Kamis (20/3), Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta mengambil keputusan penting dengan melarang siaran langsung atau live streaming persidangan. Keputusan ini diambil karena persidangan telah memasuki tahap pemeriksaan saksi, dan siaran langsung dikhawatirkan akan memengaruhi kesaksian yang diberikan.
Hakim Ketua, Dennie Arsan Fatrika, menjelaskan alasan di balik pelarangan tersebut. "Kalau disiarkan secara live, dikhawatirkan saksi-saksi lainnya bisa menyaksikan langsung dan akhirnya mempengaruhi keterangan mereka nanti di persidangan. Ini yang kami hindari," ujar Hakim Ketua dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Tipikor Jakarta. Meskipun demikian, Hakim Ketua tetap mengizinkan peliputan persidangan dengan cara lain, selama bukan siaran langsung.
Langkah ini diambil untuk memastikan integritas dan objektivitas proses persidangan. Hakim berupaya menciptakan lingkungan yang kondusif bagi saksi untuk memberikan keterangan tanpa tekanan atau pengaruh dari luar. Pelarangan siaran langsung ini menjadi fokus utama dalam sidang hari ini, yang berdampak signifikan terhadap bagaimana media meliput proses hukum tersebut.
Pemeriksaan Saksi dari Kementerian Perdagangan dan Perindustrian
Sidang Kamis (20/3) menghadirkan sejumlah saksi dari Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Para saksi ini dipanggil oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk memberikan keterangan terkait kasus dugaan korupsi impor gula yang menjerat Tom Lembong. Beberapa saksi kunci yang hadir antara lain Kapusdiklat Aparatur Perdagangan Kemendag, Susy Herawaty; mantan Atase Perdagangan RI di Seoul, Eko Aprilianto Sudrajat; dan Direktur Bahan Pokok dan Barang Strategis Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag periode 2014–2016, Robert Bintaryo.
Selain itu, hadir pula Kasubdit 2 Importasi Produk Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Kemendag periode 2014–2016, Muhammad Yany; mantan Perencana Ahli Muda Direktorat Industri Makanan, Hasil Laut, dan Perikanan Kemenperin, Cecep Saepulah Rahman; serta mantan Kepala Seksi Standarisasi di Direktorat Industri Makanan, Hasil Laut, dan Perikanan Kemenperin, Edy Endar Sirono. Kesaksian mereka diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih lengkap terkait kasus dugaan korupsi impor gula tersebut.
Pemanggilan saksi-saksi ini menunjukkan keseriusan pihak kejaksaan dalam mengungkap kasus tersebut. Keterangan mereka akan menjadi bukti penting dalam menentukan nasib Tom Lembong di persidangan. Dengan pelarangan siaran langsung, diharapkan kesaksian yang diberikan lebih akurat dan tidak terpengaruh oleh faktor eksternal.
Dugaan Kerugian Negara dan Dakwaan terhadap Tom Lembong
Tom Lembong didakwa telah merugikan keuangan negara sebesar Rp578,1 miliar. Dakwaan tersebut terkait dengan penerbitan surat pengakuan impor atau persetujuan impor gula kristal mentah periode 2015–2016 kepada 10 perusahaan tanpa didasarkan rapat koordinasi antarkementerian dan tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian. Hal ini diduga dilakukan untuk mengimpor gula kristal mentah guna diolah menjadi gula kristal putih, padahal perusahaan-perusahaan tersebut tidak berhak melakukannya karena merupakan perusahaan gula rafinasi.
Selain itu, Tom Lembong juga didakwa tidak menunjuk perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk pengendalian ketersediaan dan stabilisasi harga gula, melainkan menunjuk Induk Koperasi Kartika (Imkopkar), Induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Inkoppol), Pusat Koperasi Kepolisian Republik Indonesia (Puskopol), serta Satuan Koperasi Kesejahteraan Pegawai (SKKP) TNI/Polri. Atas perbuatannya, Tom Lembong terancam pidana yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Proses persidangan ini akan terus berlanjut dengan pemeriksaan saksi-saksi lainnya. Keputusan hakim untuk melarang siaran langsung sidang diharapkan dapat menjamin keadilan dan objektivitas dalam proses pengungkapan kasus dugaan korupsi impor gula ini.
Dengan adanya pelarangan siaran langsung, publik tetap dapat mengikuti perkembangan persidangan melalui berbagai media massa yang meliputnya secara langsung, namun tanpa siaran langsung persidangan itu sendiri. Hal ini diharapkan dapat menjaga integritas proses hukum dan memberikan kesempatan bagi saksi untuk memberikan kesaksian yang objektif dan tanpa tekanan.