Tarif Listrik Picu Inflasi di Sulut Capai 2,65 Persen
Kenaikan tarif listrik menjadi penyebab utama inflasi di Sulawesi Utara yang mencapai 2,65 persen pada Maret 2025, tertinggi ketiga di Indonesia.
Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) mengalami inflasi cukup tinggi pada bulan Maret 2025, tepatnya sebesar 2,65 persen. Inflasi ini menempatkan Sulut pada peringkat ketiga tertinggi di Indonesia. Kenaikan tarif listrik menjadi faktor dominan yang mendorong tingginya angka inflasi tersebut.
Kepala Bagian Umum Badan Pusat Statistik (BPS) Sulut, Bhayu Prabowo, mengumumkan data ini pada Selasa di Manado. Beliau menjelaskan bahwa kenaikan tarif listrik berkontribusi sebesar 1,40 persen terhadap total inflasi. Hal ini terjadi karena tidak adanya diskon 50 persen seperti pada bulan Januari dan Februari 2025.
Inflasi tahun kalender Sulut hingga Maret 2025 tercatat sebesar 0,99 persen, sementara inflasi year on year mencapai 1,41 persen. Kondisi ini menunjukkan adanya tren peningkatan harga barang dan jasa di Sulut, yang perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah daerah.
Analisis Inflasi Sulawesi Utara
Data BPS Sulut menunjukkan bahwa kelompok pengeluaran 'Perumahan, Air, Listrik dan Bahan Bakar Rumah Tangga' mengalami inflasi tertinggi, mencapai 10,18 persen dengan andil inflasi sebesar 1,40 persen. Hal ini didominasi oleh kenaikan tarif listrik. Kelompok 'Makanan, Minuman dan Tembakau' juga mengalami inflasi signifikan, yaitu 3,75 persen dengan andil 1,26 persen. Kenaikan harga cabai rawit, tomat, ikan tude, dan ikan cakalang turut berkontribusi pada inflasi kelompok ini.
Kelompok 'Rekreasi, Olahraga dan Budaya' juga mengalami inflasi sebesar 1,83 persen, meskipun andil inflasinya relatif kecil, yaitu 0,02 persen. Sementara itu, kelompok 'Pakaian dan Alas Kaki' mengalami deflasi sebesar -1,09 persen, dengan andil deflasi 0,06 persen. Komoditas seperti daging babi, daun bawang, baju kaos, beras, dan pisang menjadi penahan inflasi.
Lima komoditas utama pendorong inflasi di Sulut adalah tarif listrik (1,40 persen), cabai rawit (0,62 persen), tomat (0,15 persen), ikan tude (0,11 persen), dan ikan cakalang (0,11 persen). Sebaliknya, komoditas penahan inflasi terbesar adalah daging babi (-0,07 persen), daun bawang (-0,03 persen), baju kaos (-0,03 persen), beras (-0,03 persen), dan pisang (-0,03 persen).
Perbandingan dengan Provinsi Lain
Inflasi di Sulut sebesar 2,65 persen menempati posisi tertinggi ketiga di Indonesia pada bulan Maret 2025. Provinsi Gorontalo mencatat inflasi tertinggi dengan angka 2,88 persen, diikuti Sulawesi Tengah dengan 2,82 persen. Provinsi-provinsi lain di Pulau Sulawesi juga mengalami inflasi di atas 2 persen, antara lain Sulawesi Tenggara (2,39 persen), Sulawesi Barat (2,23 persen), dan Sulawesi Selatan (2,16 persen).
Secara nasional, inflasi Indonesia pada bulan Maret 2025 mencapai 1,65 persen. Tingginya inflasi di Sulut dan beberapa provinsi di Pulau Sulawesi menunjukkan perlunya strategi pengendalian inflasi yang lebih efektif dan terintegrasi, terutama dalam mengantisipasi dampak kenaikan harga komoditas pokok dan tarif dasar listrik.
"Inflasi Sulut pada bulan Maret 2025 mencapai 2,65 persen month to month (mtm), dan merupakan yang tertinggi ketiga di Indonesia," ungkap Bhayu Prabowo.
Situasi ini menuntut pemerintah dan stakeholder terkait untuk segera mengambil langkah-langkah strategis dalam mengendalikan inflasi dan meringankan beban masyarakat, terutama terkait dengan tarif listrik dan harga-harga komoditas pangan.