Tujuh Tersangka Ditahan! Korupsi Dana Wisata Mangrove Bintan Capai Rp861 Juta
Kejari Bintan menahan tujuh tersangka korupsi dana wisata mangrove Sungai Sebong dengan kerugian negara mencapai Rp861.420.000, melibatkan pejabat daerah dan kepala desa.
Kejaksaan Negeri (Kejari) Bintan, Kepulauan Riau (Kepri) menahan tujuh orang tersangka kasus dugaan korupsi dana pengelolaan wisata mangrove di Sungai Sebong. Penahanan ini dilakukan setelah penyidikan intensif yang melibatkan pemeriksaan puluhan saksi dan ahli. Kerugian negara akibat penyelewengan dana tersebut diperkirakan mencapai angka fantastis, yaitu Rp861.420.000.
Para tersangka yang ditahan terdiri dari berbagai kalangan pejabat daerah, termasuk Camat Teluk Sebong, Kepala Dinas Ketahanan Pangan Bintan, dan beberapa kepala desa di wilayah tersebut. Mereka diduga melakukan penyelewengan dana retribusi masuk wisatawan ke kawasan wisata mangrove Sungai Sebong sejak tahun 2017 hingga 2024. Uang yang seharusnya masuk ke kas daerah Pemkab Bintan justru digunakan untuk kepentingan pribadi para tersangka.
Kepala Kejari Bintan, Andi Sasongko, dalam konferensi pers pada Kamis lalu, menjelaskan detail penahanan dan proses hukum yang sedang berlangsung. Ia menekankan bahwa penahanan ini merupakan hasil kerja keras tim penyidik Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Bintan setelah melalui proses penyelidikan dan penyidikan yang panjang dan teliti.
Pejabat dan Kepala Desa Terlibat Kasus Korupsi
Tujuh tersangka yang ditahan adalah: Julpri Andani (Camat Teluk Sebong), Sri Heny Utami (Kepala Dinas Ketahanan Pangan Bintan), Maslan (Kepala Desa Sebong), Herika Silvia (Sekretaris Dinas Pemerdayaan Masyarakat Desa Bintan), La Anip (Kepala Desa Sebong Pereh periode 2017-2022), Hairuddin (Lurah Kota Baru), dan Herman Junaidi (Pj Kepala Desa Sebong Lagoi). Mereka semua kini ditahan di Rumah Tahanan Tanjungpinang selama 20 hari ke depan.
Proses hukum terhadap para tersangka ini telah melalui tahapan pemeriksaan yang cukup panjang. Tim penyidik telah memeriksa sebanyak 62 saksi, termasuk tujuh tersangka dan dua saksi ahli. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengumpulkan bukti-bukti yang kuat guna mendukung proses hukum selanjutnya.
Para tersangka diduga melanggar pasal alternatif yaitu Pasal 11 atau Pasal 12 Huruf e UU 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 dan Pasal 65 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Ancaman hukuman yang dihadapi para tersangka cukup berat, yaitu maksimal 20 tahun penjara.
Kronologi dan Detail Kasus Korupsi
Kasus ini bermula dari dugaan penyelewengan dana retribusi masuk wisatawan ke kawasan wisata mangrove Sungai Sebong. Dana tersebut, yang seharusnya menjadi pendapatan daerah Kabupaten Bintan, diduga telah diselewengkan oleh para tersangka untuk kepentingan pribadi selama kurun waktu yang cukup lama, yaitu dari tahun 2017 hingga 2024.
Besarnya kerugian negara yang ditimbulkan akibat tindakan para tersangka ini mencapai Rp861.420.000. Angka ini menunjukkan betapa besarnya dampak negatif dari tindakan korupsi terhadap keuangan negara. Hal ini juga menjadi bukti betapa pentingnya pengawasan dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan daerah.
Kejari Bintan berkomitmen untuk menuntaskan kasus ini hingga tuntas. Proses hukum akan terus berjalan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Penanganan kasus ini diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pihak-pihak yang mencoba melakukan tindakan korupsi di wilayah Kabupaten Bintan dan sekitarnya.
Proses hukum yang sedang berjalan ini juga diharapkan dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan daerah. Dengan demikian, diharapkan kasus serupa dapat dicegah di masa mendatang.
Kesimpulan
Penahanan tujuh tersangka kasus korupsi dana wisata mangrove Sungai Sebong di Bintan merupakan langkah tegas Kejari Bintan dalam memberantas korupsi. Kasus ini menjadi pengingat pentingnya integritas dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara. Semoga kasus ini dapat menjadi pembelajaran bagi semua pihak agar senantiasa menjunjung tinggi hukum dan peraturan yang berlaku.