Vonis Korupsi Pembangunan Jalan di Aceh Tamiang Ditunda, Tiga Terdakwa Terancam Hukuman Penjara
Pembacaan vonis kasus korupsi pembangunan jalan di Aceh Tamiang ditunda, tiga terdakwa terancam hukuman penjara dan denda atas kerugian negara mencapai Rp738,7 juta.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banda Aceh menunda pembacaan vonis perkara korupsi pembangunan jalan di Kabupaten Aceh Tamiang. Kasus ini melibatkan tiga terdakwa: Azhar (Direktur Cabang PT AAU), Sri Novita (KPA dan PPK Dinas PUPR Aceh Tamiang), dan Amarullah (konsultan pembangunan jalan). Perkara ini terkait proyek pembangunan Jalan Suka Jadi-Ingin Jaya senilai Rp2,67 miliar yang diduga merugikan negara hingga Rp738,7 juta.
Penundaan pembacaan vonis diumumkan oleh ketua majelis hakim, Fauzi, pada Selasa, 29 April 2024. Ia menyatakan bahwa putusan akan dibacakan pada persidangan berikutnya bersamaan dengan putusan dua perkara yang sama, yaitu perkara yang melibatkan Sri Novita dan Amarullah. Persidangan sebelumnya difokuskan pada mendengarkan tanggapan jaksa penuntut umum (JPU) terhadap nota pembelaan kedua terdakwa tersebut.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Aceh Tamiang, Aldo Pradiki Sitepu, menyatakan tetap pada tuntutan awal terhadap ketiga terdakwa. Tuntutan tersebut didasarkan pada fakta persidangan yang menyatakan para terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi.
Tuntutan JPU dan Rincian Kasus Korupsi
Pada persidangan sebelumnya, JPU Muhammad Ridho menuntut ketiga terdakwa dengan hukuman penjara 6 tahun 3 bulan, denda Rp200 juta subsidair 3 bulan kurungan, dan uang pengganti kerugian negara. Sri Novita dituntut membayar uang pengganti Rp59,1 juta subsidair 2 tahun 9 bulan penjara, Azhar dituntut membayar Rp679,5 juta subsidair 2 tahun 9 bulan penjara, sementara Amarullah juga dituntut dengan hukuman yang sama.
Perbuatan para terdakwa dianggap melanggar Pasal 2 jo Pasal 18 Undang-Undang 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, serta Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang yang sama jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. JPU menjelaskan bahwa meskipun dana yang dialokasikan untuk proyek tersebut mencapai Rp2,88 miliar, namun tidak semua volume pekerjaan dilaksanakan sesuai kontrak, mengakibatkan kerugian negara yang signifikan.
Hasil pemeriksaan Inspektur Daerah Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang menunjukkan kerugian negara mencapai Rp738,7 juta. Hal ini disebabkan karena para terdakwa mencairkan 100 persen dana proyek meskipun beberapa bagian pekerjaan tidak dikerjakan sesuai kontrak.
Persidangan Lanjutan dan Kepastian Hukum
Majelis hakim menjadwalkan lanjutan persidangan pada Kamis, 15 Mei 2024, untuk membacakan putusan. Dalam persidangan tersebut, majelis hakim memerintahkan jaksa penuntut umum untuk menghadirkan kembali ketiga terdakwa. Publik menantikan putusan majelis hakim yang diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan keadilan atas kasus korupsi pembangunan jalan di Aceh Tamiang ini.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan pejabat pemerintah dan perusahaan kontraktor. Putusan yang akan dijatuhkan diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pelaku korupsi dan menjadi pembelajaran bagi penyelenggara negara agar selalu bertindak transparan dan akuntabel dalam pengelolaan keuangan negara.
Proses hukum yang sedang berjalan diharapkan dapat memberikan keadilan bagi masyarakat Aceh Tamiang dan memulihkan kepercayaan publik terhadap penegakan hukum di Indonesia. Semoga putusan yang dijatuhkan nanti dapat memberikan efek jera dan mencegah terjadinya kasus korupsi serupa di masa mendatang. Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan proyek pemerintah sangat penting untuk mencegah kerugian negara dan memastikan pembangunan yang berkelanjutan.