Pesona Batik Pesisiran Jawa Utara & Kebaya Peranakan: Perpaduan Budaya yang Memukau
Batik pesisir utara Jawa, hasil akulturasi budaya Indonesia dan asing, berkembang pesat abad 19 dan sering dipadukan dengan kebaya peranakan yang kini semakin populer.
Batik pesisir utara Jawa dan kebaya peranakan menjadi sorotan dalam sebuah diskusi bertajuk "Wastra Bercerita" di Museum Tekstil Jakarta. Acara tersebut mengungkap sejarah dan perkembangan pesona busana yang kaya akan perpaduan budaya ini. Diskusi yang diselenggarakan pada Sabtu (15/2) ini menghadirkan Ketua Umum Himpunan Wastraprema, Neneng Iskandar, dan perancang busana kenamaan, Didi Budiardjo.
Asal Usul Batik Pesisiran: Perpaduan Budaya yang Kaya
Batik pesisir, yang berasal dari daerah-daerah seperti Cirebon, Indramayu, Lasem, dan Pekalongan, merupakan hasil akulturasi budaya Indonesia dengan budaya asing. Berbeda dengan batik dari Solo dan Yogyakarta, batik pesisir memiliki sejarah perkembangan yang unik. Neneng Iskandar menjelaskan bahwa sekitar abad ke-15 dan ke-16, para peranakan dari berbagai negara, termasuk Cina, India, Belanda, dan Arab, telah menetap di Nusantara dan mulai mengembangkan busana mereka sendiri, termasuk sarung dan kebaya.
Perkembangan batik pesisir sendiri dimulai sekitar abad ke-19. "Batik Pesisir lebih diutamakan sebagai barang ekonomi yang diperdagangkan, dan baru berkembang luas sekitar abad 19 yang diakibatkan adanya kemunduran produksi tekstil dari India yang saat itu menjadi produsen kain terbesar yang dijual ke pulau Jawa," jelas Neneng Iskandar. Kehadiran batik pesisir ini juga dipengaruhi oleh kemunduran industri tekstil India yang sebelumnya mendominasi pasar kain di Jawa.
Motif batik pesisir sangat beragam dan kaya, mencerminkan perpaduan budaya yang kuat. "Ciri khas batik pesisir dapat dilihat dari motif yang menjadi simbol atau akulturasi budaya Indonesia dengan budaya asing seperti adanya motif naga, kapal, kaligrafi dan juga motif yang mewakili ciri khas lingkungan pesisir. Pengaruh budaya ini, tidak hanya dari pulau Jawa namun budaya Sumatera juga ikut mempengaruhi," tambah Neneng Iskandar. Motif-motif tersebut menunjukkan pengaruh budaya Cina, India, Arab, dan bahkan Sumatera, yang menambah kekayaan estetika batik pesisir.
Kebaya Peranakan: Evolusi Gaya dan Budaya
Didi Budiardjo, perancang busana ternama, menambahkan bahwa batik pesisir sering dipadukan dengan kebaya peranakan. Kebaya peranakan, yang umumnya dikenakan oleh perempuan Eropa atau Tionghoa, merupakan hasil asimilasi budaya Tionghoa-Indonesia. "Asimilasi budaya Tionghoa-Indonesia melahirkan kebaya peranakan. Kebaya peranakan terus berkembang tanpa meninggalkan pakem yang ada," ujar Didi.
Didi menjelaskan maraknya kebaya encim pada tahun 1930-an. "Pada tahun 1930 sangat marak kebaya encim beraneka ragam. Namun, tidak pernah berwarna putih kecuali sesaat setelah kematian kerabat dekat. Hal ini lantaran masyarakat Cina asli maupun peranakan memakai warna putih sebagai warna ketiadaan, kematian." Kebaya encim, yang awalnya disebut kebaya nyonya, kemudian diadopsi secara luas oleh masyarakat non-Tionghoa. "Istilah kebaya encim digunakan secara umum oleh non-Tionghoa untuk menamakan jenis kebaya yang dipakai oleh perempuan peranakan Tionghoa," jelasnya.
Pengaruh budaya Eropa juga terlihat dalam perkembangan kebaya peranakan. Sejak runtuhnya kekaisaran Tiongkok pada tahun 1911, orang Tionghoa mulai meniru gaya berpakaian orang Eropa-Belanda. "Bermula dari inspirasi kebaya para noni, para nyonya Tionghoa memodifikasi dengan memasukkan potongan, bahan ,warna, border dan aksesoris yang digunakan," tutur Didi. Modifikasi ini menghasilkan kebaya peranakan yang unik dan beragam, memadukan unsur-unsur budaya Tionghoa, Eropa, dan Indonesia.
Pameran Batik Pesisiran di Museum Tekstil Jakarta
Sebagai bagian dari acara "Wastra Bercerita", Museum Tekstil Jakarta juga memamerkan lebih dari 100 helai batik pesisir koleksi Ibu Eiko Adnan yang dibuat sekitar tahun 1900. Pameran ini memberikan kesempatan bagi pengunjung untuk mengapresiasi keindahan dan keragaman batik pesisir secara langsung. Koleksi ini menjadi bukti nyata kekayaan warisan budaya Indonesia yang patut dilestarikan.
Kesimpulannya, batik pesisir dan kebaya peranakan merupakan warisan budaya yang kaya dan menarik. Perpaduan budaya yang unik ini menghasilkan karya seni tekstil yang indah dan bermakna. Perkembangannya yang terus berlanjut menunjukkan daya tahan dan daya tarik budaya Indonesia dalam beradaptasi dan berinovasi.