Fakta Mengejutkan: 20,9% Anak Indonesia Alami Fatherless, Menteri Wihaji Ingatkan Pentingnya Peran Ayah dalam Pengasuhan Anak
Menteri Wihaji menyoroti 20,9% anak Indonesia alami fatherless dan menegaskan pentingnya Peran Ayah dalam Pengasuhan Anak demi generasi emas. Mengapa ini krusial?

Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (Mendukbangga/Kepala BKKBN) Wihaji menyoroti urgensi peran ayah dalam pengasuhan anak. Peringatan ini disampaikan di Jakarta pada Rabu, 30 Juli, saat beliau memberikan sambutan pada pemutaran film “Panggil Aku Ayah”.
Wihaji menegaskan bahwa sosok ayah tidak hanya terbatas pada ikatan biologis semata. Beliau menekankan bahwa siapa pun yang mampu memberikan perlindungan dan kasih sayang dapat menghadirkan figur ayah yang esensial bagi tumbuh kembang anak.
Peringatan ini muncul mengingat data mengejutkan, yaitu 20,9 persen anak Indonesia tumbuh tanpa peran ayah atau fatherless. Situasi ini berdampak pada jutaan keluarga di tanah air, yang juga ditandai dengan adanya 11 juta kepala rumah tangga perempuan di Indonesia.
Data dan Realitas Fatherless di Indonesia
Menteri Wihaji mengungkapkan bahwa sekitar 20,9 persen anak-anak di Indonesia mengalami kondisi tumbuh tanpa peran ayah. Angka ini menunjukkan tantangan serius dalam struktur keluarga modern, yang memerlukan perhatian khusus dari berbagai pihak.
Selain itu, data menunjukkan bahwa terdapat 11 juta kepala rumah tangga perempuan di Indonesia. Kondisi ini semakin mempertegas urgensi dukungan dan penguatan peran ayah dalam dinamika keluarga.
Beliau menekankan bahwa menciptakan kebahagiaan bagi anak-anak Indonesia adalah prioritas utama. Anak-anak merupakan generasi emas yang akan menentukan masa depan bangsa, sehingga kualitas pengasuhan menjadi sangat krusial.
Dampak Psikologis Ketiadaan Ayah
Para ahli psikologi sepakat bahwa keterlibatan aktif ayah dalam pengasuhan memiliki dampak signifikan. Interaksi ini berkorelasi positif terhadap kedekatan emosional anak serta membentuk karakter yang kuat.
Anak yang diasuh oleh ayah yang aktif cenderung lebih percaya diri dan berani dalam menghadapi tantangan hidup. Perkembangan fisik mereka juga seringkali lebih kuat, yang berpengaruh pada kemampuan beradaptasi.
Sebaliknya, psikolog Novi Poespita Candra dari Universitas Gadjah Mada mengingatkan bahaya kondisi fatherless. Anak yang tumbuh tanpa ayah berpotensi mengalami ketimpangan psikologis yang serius.
Sebagai contoh, anak laki-laki mungkin canggung berinteraksi dengan sesama laki-laki. Sementara itu, anak perempuan bisa kesulitan mempercayai atau justru terlalu mudah mempercayai laki-laki dewasa, yang dapat memengaruhi hubungan mereka di masa depan.
Gerakan Ayah Teladan dan Kesetaraan Pengasuhan
Mendukbangga/BKKBN mengapresiasi film “Panggil Aku Ayah” karena selaras dengan program mereka. Salah satu inisiatif penting yang digaungkan adalah Gerakan Ayah Teladan Indonesia (GATI).
Gerakan ini merespons kebutuhan akan pengasuhan setara dalam keluarga, yang mencerminkan kolaborasi antara ibu dan ayah. Contoh nyatanya adalah Gerakan Ayah Mengantar Anak di Hari Pertama Sekolah, yang diatur dalam Surat Edaran Mendukbangga/Kepala BKKBN nomor 7 Tahun 2025.
Inisiatif ini menandai pergeseran budaya pengasuhan di Indonesia. Dari yang semula berpusat pada peran ibu, kini menjadi kegiatan kolaboratif antara ibu dan ayah, yang menggambarkan prinsip kesetaraan gender dalam rumah tangga demi kebahagiaan anak.