Advokat Gugat UU MD3: Rapat DPR Wajib di Gedung DPR, Bukan Hotel Mewah!
Advokat Zico Leonard Djagardo Simanjuntak menggugat UU MD3 ke MK, meminta semua rapat DPR digelar di Gedung DPR RI dan membatasi pengaruh fraksi demi tegaknya demokrasi.

Jakarta, 6 Mei 2025 - Advokat Zico Leonard Djagardo Simanjuntak mengajukan gugatan uji materi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan ini mempersoalkan beberapa pasal, terutama Pasal 229 yang mengatur lokasi rapat DPR, dinilai tidak mengatur kewajiban rapat di Gedung DPR RI. Zico berpendapat bahwa rapat-rapat DPR yang seringkali digelar di hotel mewah merupakan pemborosan anggaran dan merugikan hak konstituen.
Kuasa hukum Zico, Putu Surya Permana Putra, menyatakan, "Akan tidak adil ketika gedung yang sudah dibangun tersebut justru tidak digunakan sebagaimana mestinya karena DPR lebih menggunakan rapat di hotel, apalagi dilakukan di tengah lembaga-lembaga lain yang sedang gencar melakukan efisiensi anggaran." Ia menilai Pasal 229 UU MD3 seharusnya mewajibkan semua rapat DPR dilakukan di Gedung DPR, kecuali terdapat kendala fasilitas. Pemohon merasa dirugikan karena pasal tersebut dianggap tidak cukup tegas dalam mengatur lokasi pelaksanaan rapat.
Gugatan ini terdaftar dengan nomor 42/PUU-XXIII/2025. Selain lokasi rapat, Zico juga mempersoalkan beberapa pasal lain dalam UU MD3 yang dianggap membatasi kebebasan anggota dewan dan mengutamakan kepentingan partai politik melalui fraksi, mengancam independensi parlemen dan demokrasi. Ia meminta MK untuk menafsirkan ulang beberapa pasal dan frasa dalam UU MD3 agar lebih berpihak pada kepentingan rakyat dan memperkuat prinsip demokrasi.
Lokasi Rapat DPR: Gedung DPR atau Hotel Mewah?
Zico meminta MK untuk menafsirkan ulang Pasal 229 UU MD3. Pasal tersebut saat ini berbunyi: 'Semua rapat di DPR pada dasarnya bersifat terbuka, kecuali rapat tertentu yang dinyatakan tertutup.' Pemohon menginginkan agar pasal tersebut dimaknai menjadi: 'Semua rapat di DPR wajib dilakukan di Gedung DPR kecuali terdapat keadaan tertentu yang menyebabkan fasilitas di seluruh ruang rapat di gedung DPR tidak dapat digunakan atau berfungsi dengan baik.' Hal ini untuk memastikan efisiensi anggaran dan transparansi dalam pelaksanaan rapat DPR.
Pemohon berargumen bahwa Gedung DPR RI telah dilengkapi dengan fasilitas yang memadai untuk menyelenggarakan berbagai jenis rapat, mulai dari rapat paripurna hingga rapat komisi dan fraksi. Dengan demikian, tidak ada alasan yang kuat untuk memilih hotel mewah sebagai tempat rapat, apalagi di tengah upaya pemerintah untuk melakukan efisiensi anggaran.
Pemilihan hotel mewah sebagai tempat rapat dinilai sebagai pemborosan dana negara. Hal ini dianggap bertentangan dengan prinsip efisiensi dan transparansi yang seharusnya dijunjung tinggi oleh lembaga negara. Zico berharap MK dapat memberikan putusan yang adil dan memastikan semua rapat DPR digelar di Gedung DPR RI.
Dengan adanya fasilitas yang lengkap di Gedung DPR RI, tidak ada alasan yang kuat bagi DPR untuk memilih hotel mewah sebagai tempat rapat. Hal ini menunjukkan komitmen DPR terhadap efisiensi dan transparansi dalam pengelolaan keuangan negara.
Pengaruh Fraksi dan Hak Recall: Ancaman Independensi Parlemen?
Selain lokasi rapat, Zico juga mempersoalkan penggunaan kata "fraksi" dalam Pasal 12 dan Pasal 82 UU MD3. Ia berpendapat bahwa penggunaan kata "fraksi" memberikan kekuasaan yang berlebihan kepada partai politik dalam pengambilan keputusan di DPR. Hal ini membatasi kebebasan individu anggota dewan dan mengurangi peran rakyat sebagai konstituen.
Zico menilai, sistem fraksi menyebabkan partai politik mengontrol kebijakan, bukan rakyat. Ia meminta MK untuk menghapus kata "fraksi" dalam pasal-pasal tersebut atau menafsirkan frasa "tugasnya sebagai wakil rakyat" dalam Pasal 12 ayat (4) UU MD3 menjadi "tugasnya sebagai wakil rakyat untuk dapat menyampaikan pendapat secara perseorangan wakil rakyat dan bukan atas nama fraksi." Hal ini untuk memastikan suara rakyat dapat didengar secara individual, bukan hanya melalui kepentingan partai.
Lebih lanjut, Zico juga mempersoalkan frasa "hak dan kewajiban anggota DPR" dalam Pasal 82 UU MD3. Ia meminta frasa tersebut dimaknai sebagai "hak dan kewajiban perseorangan anggota DPR untuk menyatakan pendapatnya perseorangan tanpa pengaruh dan atas nama fraksi." Ini untuk memastikan setiap anggota dewan dapat menjalankan tugasnya secara independen dan tidak terbebani oleh kepentingan partai.
Zico juga menyoroti mekanisme recall partai politik dalam Pasal 239 UU MD3, yang menurutnya mengancam independensi parlemen. Ia berpendapat bahwa hak recall seharusnya tidak hanya diberikan kepada partai politik, tetapi juga kepada rakyat. Oleh karena itu, ia meminta MK untuk menafsirkan frasa "diusulkan oleh partai politiknya" menjadi "diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang kemudian diputuskan oleh rakyat melalui pemilihan kembali."
Sidang Pendahuluan dan Harapan Pemohon
Sidang pendahuluan Perkara Nomor 42/PUU-XXIII/2025 telah digelar di MK pada Senin, 5 Mei 2025. MK memberikan waktu hingga Senin, 19 Mei 2025 kepada Pemohon untuk memperbaiki permohonannya jika diperlukan. Zico berharap MK akan mengabulkan permohonannya dan memberikan putusan yang adil, memperkuat prinsip demokrasi dan memastikan DPR menjalankan tugasnya sesuai dengan amanat konstitusi.
Melalui gugatan ini, Zico berharap agar MK dapat memberikan interpretasi yang lebih sejalan dengan prinsip demokrasi dan kedaulatan rakyat. Ia ingin memastikan bahwa DPR benar-benar menjadi representasi dari rakyat, bukan hanya kepentingan partai politik.