Akademisi UIN Palu Ungkap Masalah Pilkada 2024: Dari Daftar Pemilih hingga Politik Uang
Akademisi UIN Palu soroti berbagai permasalahan Pilkada 2024, mulai dari daftar pemilih tak akurat hingga praktik politik uang dan lemahnya koordinasi penyelenggara.

Palu, 21 Februari 2024 (ANTARA) - Akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama Palu, Sulawesi Tengah, Sahran Raden, mengungkap sejumlah permasalahan krusial dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang perlu segera dibenahi untuk menyongsong Pilkada mendatang. Berbagai tantangan tersebut, mulai dari masalah daftar pemilih hingga praktik politik uang, perlu mendapat perhatian serius demi terciptanya Pilkada yang lebih demokratis dan berintegritas.
Sahran Raden, dalam wawancara pada Jumat lalu, menekankan pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap proses Pilkada. Menurutnya, "Tantangan ke depan menyangkut partisipasi pemilih dan pemenuhan hak politik warga negara." Pernyataan ini menyoroti betapa pentingnya memastikan setiap warga negara dapat menggunakan hak pilihnya tanpa hambatan.
Ia memaparkan beberapa poin penting yang perlu mendapat perhatian khusus. Permasalahan ini tidak hanya berdampak pada integritas Pilkada, tetapi juga pada kepercayaan publik terhadap proses demokrasi itu sendiri. Oleh karena itu, perbaikan sistemik menjadi kunci utama untuk mengatasi masalah yang ada.
Permasalahan Daftar Pemilih dan Kampanye
Salah satu masalah utama yang diidentifikasi adalah daftar pemilih. Banyak pemilih kehilangan hak pilihnya karena tidak memiliki Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) atau surat keterangan dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil). Selain itu, terdapat ketidaktepatan data pemilih, seperti pemilih yang memenuhi syarat tetapi tidak terdaftar, pemilih ganda, atau pemilih tanpa dokumen kependudukan. "Masalah lainnya adalah adanya pemilih yang terdaftar tetapi tidak menerima pemberitahuan memilih melalui Formulir Model C6," ungkap komisioner KPU Provinsi Sulawesi Tengah periode 2013-2023 tersebut.
Proses kampanye juga menjadi sorotan. Sahran Raden mencatat adanya iklan kampanye di media cetak dan elektronik yang dilakukan di luar fasilitas KPU, penggunaan akun media sosial tak terdaftar untuk berkampanye, dan pemberitaan kampanye yang tidak berimbang. Praktik politik uang, menurutnya, merupakan kendala besar yang harus segera ditangani.
Lebih lanjut, ia menjelaskan tentang permasalahan yang terjadi pada proses pemungutan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Beberapa TPS dinilai sulit diakses oleh pemilih berkebutuhan khusus, sementara penyalahgunaan Formulir Model C6 juga ditemukan di beberapa tempat. Perbedaan jumlah pemilih yang hadir dengan surat suara yang digunakan juga menjadi masalah yang perlu diperhatikan.
Kesalahan pencatatan dalam formulir pemungutan dan penghitungan suara juga menjadi tantangan. Pemetaan TPS di daerah rawan bencana belum optimal, dan pelayanan pemilih di TPS khusus, seperti rumah sakit dan lembaga pemasyarakatan, masih belum maksimal.
Kelemahan Kelembagaan dan SDM
Sahran Raden juga menyoroti kelemahan kelembagaan dan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam penyelenggaraan Pilkada. Ia mengungkapkan rendahnya pengetahuan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) terkait teknis pemungutan dan penghitungan suara. Koordinasi antarjenjang penyelenggara pemilu juga masih lemah, sementara monitoring dari Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) kurang optimal.
Badan ad hoc yang bertugas dalam pelaksanaan pemilu juga menghadapi kendala rekrutmen. Jumlah pendaftar untuk posisi penyelenggara badan ad hoc masih kurang, persyaratan pendidikan di daerah terpencil sulit dipenuhi, dan persyaratan pemeriksaan kesehatan membutuhkan standar khusus. Keterbatasan rekrutmen sekretaris PPK yang harus berasal dari Aparatur Sipil Negara (ASN) juga dinilai menyulitkan pelaksanaan tahapan pemilu.
Berbagai permasalahan ini menunjukkan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap berbagai aspek Pilkada 2024. Perbaikan sistem pendaftaran pemilih, peningkatan profesionalisme badan ad hoc, dan pengoptimalan mekanisme pemantauan serta penegakan hukum terkait pelanggaran kampanye dan praktik politik uang menjadi sangat penting untuk menciptakan Pilkada yang lebih baik di masa mendatang.
Dengan adanya evaluasi dan perbaikan sistemik, diharapkan Pilkada mendatang dapat berjalan lebih demokratis, transparan, dan akuntabel, serta mampu meningkatkan kepercayaan publik terhadap proses demokrasi di Indonesia.