Akademisi Untar: Revisi KUHAP Harus Bijak, Jangan Akomodir Kepentingan Elite
DR Hery Firmansyah dari Untar menekankan perlunya revisi KUHAP yang bijaksana, menghindari tumpang tindih kewenangan antar aparat penegak hukum dan memastikan keadilan bagi semua warga Indonesia.
![Akademisi Untar: Revisi KUHAP Harus Bijak, Jangan Akomodir Kepentingan Elite](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/0x0/ori/image_bank/2025/02/09/150046.311-akademisi-untar-revisi-kuhap-harus-bijak-jangan-akomodir-kepentingan-elite-1.jpg)
Surabaya, 9 September 2024 - DR Hery Firmansyah SH.,M.Hum.,MPA CTL, akademisi dari Universitas Tarumanagara (Untar) Jakarta, mengajak semua pihak untuk berhati-hati dalam merevisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Ia menekankan pentingnya perubahan pasal yang relevan dan menghindari kepentingan sesaat.
Dalam keterangan tertulisnya, Hery memperingatkan bahaya revisi KUHAP yang hanya mengakomodasi kepentingan elite. "Kita tak ingin pasal yang dibuat hanya untuk mengakomodasi kepentingan elite yang kemudian akan menjadi dosa jariyah setelahnya," tegasnya.
Kewenangan Penyidikan dan Batasannya
Hery menyoroti isu krusial dalam penegakan hukum: kewenangan penyidikan dan batasannya. Ia menjelaskan bahwa KUHAP yang berlaku saat ini telah mengatur pembagian tugas secara lugas antar instansi penegak hukum. Pembagian tugas ini, menurutnya, sudah dirancang dengan matang untuk menghindari tumpang tindih dan menjaga profesionalitas.
Ia menambahkan, "Ini yang menurut saya pribadi, tentunya sudah dipikirkan secara arif dan bijaksana dengan matang oleh pembentuk UU saat itu. Dengan alasan agar saling tidak terjadi overlapping antar tugas penegak hukum dan menghadirkan profesionalitas."
Sistem ini, menurut Hery, menciptakan mekanisme check and balances yang penting dalam sistem peradilan pidana. Hal ini juga berkontribusi pada terciptanya kesetaraan hukum.
Dukungan terhadap KUHAP yang Berlaku
Hery menyatakan dukungannya terhadap pasal-pasal KUHAP yang ada saat ini. Ia menilai asas diferensiasi fungsional yang diterapkan sangat profesional dan rapi. Pembagian kewenangan yang jelas—kepolisian untuk penyidikan, kejaksaan untuk penuntutan, dan kehakiman untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara—dianggapnya efektif.
"Semuanya bermuara pada satu tujuan yaitu keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia," ujarnya, menekankan pentingnya tujuan utama sistem peradilan.
Penolakan terhadap Penambahan Kewenangan
Hery menolak usulan penambahan kewenangan pada salah satu aparat penegak hukum (APH). Ia khawatir hal ini akan menimbulkan dualisme pandangan dan ego sektoral, yang pada akhirnya merugikan penegakan hukum dan menguntungkan pelaku kejahatan.
"Tidak ada kepastian hukum membuat pelaku kejahatan semakin leluasa menjalankan aksi kejahatannya," tegasnya, menunjukkan dampak negatif dari ketidakjelasan aturan.
Revisi KUHAP: Hati-Hati dan Bijaksana
Hery mengakui bahwa KUHAP sudah berusia 44 tahun dan perlu direvisi. Namun, ia menekankan pentingnya proses revisi yang cermat dan tidak emosional. Revisi yang tergesa-gesa dan tidak matang dapat berdampak buruk pada sistem peradilan pidana di Indonesia.
Ia berharap revisi KUHAP dilakukan secara bijak, mempertimbangkan semua aspek dan kepentingan, serta mengutamakan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Tujuan utama revisi haruslah untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penegakan hukum, bukan untuk memperkuat kepentingan kelompok tertentu.