Asparnas Minta Pemerintah Cari Solusi Atasi Dampak Efisiensi Anggaran pada Industri Perhotelan
Asosiasi Pariwisata Nasional (Asparnas) meminta pemerintah segera memberikan solusi atas penurunan omzet industri perhotelan akibat efisiensi anggaran pemerintah yang berdampak pada penurunan okupansi dan potensi PHK.

Jakarta, 9 Maret 2025 - Asosiasi Pariwisata Nasional (Asparnas) mendesak pemerintah untuk segera memberikan solusi konkret bagi industri perhotelan yang tengah menghadapi dampak signifikan dari kebijakan efisiensi anggaran. Penurunan omzet yang drastis dan potensi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) mengancam keberlangsungan bisnis perhotelan di Indonesia.
Ketua Umum Asparnas, Ngadiman Sudiaman, mengungkapkan bahwa kebijakan efisiensi anggaran yang dicanangkan Presiden telah menimbulkan penurunan omzet rata-rata 30 persen pada Januari dan Februari 2025 dibandingkan tahun sebelumnya. Kondisi ini diperparah dengan prediksi penurunan lebih lanjut pada bulan Maret, yang biasanya merupakan bulan dengan tingkat okupansi rendah karena memasuki bulan puasa. "Dari Januari dan Februari ini, penurunan omzet mencapai rata-rata 30 persen dibandingkan tahun lalu. Bulan Maret, saat masuk bulan puasa, biasanya lebih sepi lagi," ujar Ngadiman dalam keterangan pers di Jakarta, Minggu.
Dampaknya meluas dan signifikan. Beberapa hotel dan perusahaan pariwisata telah mulai melakukan efisiensi, termasuk pengurangan karyawan secara bertahap. Meskipun belum dapat menghitung total kerugian secara pasti, dampaknya sudah terasa nyata dan mengancam keberlangsungan usaha.
Dampak Efisiensi Anggaran terhadap Industri Perhotelan
Penurunan okupansi hotel hampir mencapai 20 persen pada tahun 2024 dibandingkan tahun 2023. Kondisi ini sangat memukul pengusaha hotel, restoran, dan tempat hiburan. Di beberapa daerah, banyak usaha yang terpaksa gulung tikar. Ngadiman mencontohkan penurunan okupansi di Bali pada Desember 2024 yang mencapai 30 hingga 50 persen. "Ini menandakan daya beli rendah dari masyarakat dan turis global yang juga menurun datang ke Indonesia," katanya.
Efisiensi anggaran pemerintah berdampak jangka panjang dan luas, tidak hanya pada sektor perhotelan dan restoran, tetapi juga sektor lain yang terkait. Pemotongan anggaran untuk perjalanan dinas, misalnya, berdampak langsung pada pendapatan hotel, maskapai penerbangan, restoran, dan UMKM lainnya. "Karena pengurangan anggaran untuk meeting dan perjalanan dinas tentu akan mengurangi omzet dari pengusaha hotel, airlines, restoran dan UMKM lainnya," tambah Ngadiman.
Asparnas menyayangkan kebijakan efisiensi anggaran yang dikeluarkan pemerintah tanpa mempertimbangkan dampaknya secara menyeluruh terhadap berbagai sektor. Penurunan setoran pajak hotel kepada pemerintah juga menjadi konsekuensi dari penurunan pendapatan industri perhotelan.
Dukungan Terhadap Pembatasan Perjalanan Dinas ke Luar Negeri
Meskipun demikian, Asparnas mendukung kebijakan pembatasan perjalanan dinas ke luar negeri sebagai bagian dari efisiensi anggaran. Namun, Ngadiman menekankan pentingnya tetap mendorong perjalanan dinas dalam negeri. "Tapi, untuk dalam negeri jangan karena uangnya, kan berputar di Indonesia dan menggerakkan perekonomian nasional," tegasnya.
Jika pemerintah dan sektor swasta sama-sama mengalami penurunan aktivitas ekonomi, dikhawatirkan industri perhotelan akan semakin terpuruk dan terpaksa melakukan PHK massal. "Kami minta, pemerintah beri kita solusi agar kami semua bisa bertahan," pinta Ngadiman.
Sebagai alternatif untuk menghindari PHK, beberapa hotel mungkin akan mengurangi jam kerja atau hari kerja karyawan agar pengeluaran gaji dapat disesuaikan dengan pendapatan yang menurun.
Inpres Nomor 1 Tahun 2025 dan Efisiensi Anggaran
Presiden Prabowo Subianto telah mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2025. Inpres ini memangkas anggaran perjalanan dinas pemerintah daerah (Pemda) sebesar 50 persen, dengan total efisiensi anggaran belanja negara mencapai Rp306,6 triliun (Rp256,1 triliun dari anggaran kementerian/lembaga dan Rp50,5 triliun dari transfer ke daerah).
Asparnas berharap pemerintah dapat segera memberikan solusi yang tepat sasaran untuk membantu industri perhotelan menghadapi tantangan ini dan mencegah dampak yang lebih buruk di masa mendatang. Solusi tersebut diharapkan dapat menjaga keberlangsungan usaha dan lapangan kerja di sektor perhotelan Indonesia.