PHRI Desak Pemerintah Beri Relaksasi Pajak di Tengah Anjloknya Industri Perhotelan
PHRI dan GIPI mendesak pemerintah memberikan relaksasi pajak dan bantuan finansial untuk menyelamatkan industri perhotelan yang terdampak pemotongan anggaran pemerintah.

Industri perhotelan di Indonesia tengah menghadapi tantangan serius. Pemotongan anggaran pemerintah, khususnya pada sektor pariwisata, telah berdampak signifikan pada penurunan pendapatan dan operasional hotel di seluruh negeri. Hal ini mendorong Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) dan Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) untuk mendesak pemerintah segera memberikan solusi konkret.
Desakan tersebut disampaikan pada konferensi pers di Jakarta, Sabtu lalu. Ketua bidang Litbang dan IT BPP PHRI, Christy Megawati, menyatakan bahwa intervensi pemerintah sangat dibutuhkan untuk menstabilkan sektor pariwisata yang tengah mengalami penurunan drastis. Intervensi tersebut meliputi relaksasi pajak, bantuan finansial, dan peningkatan promosi pariwisata. "Kami di sini mendesak pemerintah untuk segera memberikan intervensi ini termasuk insentif pajak, bantuan finansial, dan peningkatan promosi pariwisata," ujar Christy.
Dampak pemotongan anggaran telah dirasakan langsung oleh pelaku industri perhotelan. Sebuah survei PHRI pada Maret 2025 terhadap 726 responden di 30 provinsi menunjukkan bahwa 88 persen responden memprediksi akan menghadapi keputusan sulit, seperti Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) atau pengurangan upah karyawan. Situasi ini diperparah dengan prediksi 58 persen responden yang memperkirakan potensi gagal bayar pinjaman kepada bank.
Ancaman PHK dan Gagal Bayar Mengintai
Survei PHRI juga mengungkap dampak serius lainnya. Sebanyak 75 persen pelaku industri pariwisata memprediksi target pajak yang ditetapkan tidak akan tercapai akibat penurunan pendapatan. Lebih lanjut, 71 persen responden khawatir kerugian pendapatan hotel akan mengganggu rantai pasok industri. Jika situasi ini tidak segera diatasi, 83 persen pelaku industri yakin sektor pariwisata akan mengalami penurunan lebih lanjut, yang akan berdampak buruk bagi ekonomi daerah yang sangat bergantung pada pariwisata. Potensi PHK massal dan penutupan hotel menjadi ancaman nyata.
Situasi ini diperburuk oleh kebijakan efisiensi anggaran pemerintah yang memangkas anggaran perjalanan dinas hingga 50 persen. Ketua Umum GIPI, Hariyadi Sukamdani, mengungkapkan bahwa kebijakan tersebut justru berdampak negatif terhadap industri perhotelan. "Kami melihat bahwa lebih baik pemerintah segera kalau memang 50 persen itu dijalankan 50 persen. Karena per hari ini yang terjadi adalah 100 persen tidak ada yang jalan," kata Hariyadi. Ia menambahkan bahwa pemerintah perlu segera merelaksasi atau menjalankan kembali anggarannya untuk mencegah dampak yang lebih luas.
Pemangkasan anggaran tersebut, berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025, bertujuan untuk efisiensi belanja negara sebesar Rp306,6 triliun. Rinciannya, anggaran belanja kementerian/lembaga tahun 2025 sebesar Rp256,1 triliun dan transfer ke daerah Rp50,5 triliun. Namun, kebijakan ini justru menimbulkan dampak negatif yang tidak terduga bagi sektor pariwisata, khususnya industri perhotelan.
Relaksasi Pajak dan Bantuan Finansial Diharapkan
PHRI dan GIPI berharap pemerintah segera merespon situasi ini dengan memberikan relaksasi pajak dan bantuan finansial. Langkah ini dinilai krusial untuk menyelamatkan industri perhotelan dan mencegah dampak yang lebih buruk terhadap perekonomian nasional. Tanpa intervensi cepat, ancaman PHK massal, gagal bayar, dan penurunan perekonomian daerah yang bergantung pada pariwisata akan semakin nyata. Pemerintah perlu mempertimbangkan kembali dampak kebijakan efisiensi anggaran terhadap sektor riil, khususnya industri perhotelan yang memiliki peran penting dalam perekonomian Indonesia.
Selain relaksasi pajak dan bantuan finansial, peningkatan promosi pariwisata juga sangat penting untuk menarik kembali wisatawan dan meningkatkan pendapatan hotel. Strategi promosi yang efektif dan terarah dapat membantu memulihkan industri perhotelan dan menjaga daya saing Indonesia di kancah pariwisata internasional. Pemerintah perlu bekerja sama dengan PHRI dan GIPI untuk merumuskan strategi promosi yang tepat sasaran dan berdampak positif.
Secara keseluruhan, situasi ini menuntut respons cepat dan tepat dari pemerintah. Relaksasi pajak, bantuan finansial, dan peningkatan promosi pariwisata adalah langkah-langkah yang diperlukan untuk menyelamatkan industri perhotelan dan mencegah dampak negatif yang lebih luas terhadap perekonomian Indonesia. Kerjasama antara pemerintah dan pelaku industri sangat penting untuk mengatasi tantangan ini dan memastikan keberlanjutan industri perhotelan di masa mendatang.