Banjir Bandang Putus Akses Jalan dan Jembatan di Bima, NTB
Banjir bandang dan tanah longsor di Kecamatan Ambalawi, Kabupaten Bima, NTB pada 2 Februari 2024 menyebabkan putusnya akses jalan dan jembatan, serta kerusakan bangunan dan rumah warga, sehingga menghambat upaya evakuasi dan bantuan.
![Banjir Bandang Putus Akses Jalan dan Jembatan di Bima, NTB](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/0x0/ori/image_bank/2025/02/03/110039.394-banjir-bandang-putus-akses-jalan-dan-jembatan-di-bima-ntb-1.jpg)
Banjir bandang menerjang Kecamatan Ambalawi, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) pada Minggu, 2 Februari 2024. Akibatnya, akses jalan dan jembatan di wilayah tersebut terputus total, mengisolasi beberapa desa dan menyulitkan proses evakuasi serta penyaluran bantuan.
Camat Ambalawi melaporkan kepada Antara bahwa sekitar 8-9 titik longsor menutup jalur utama Kota Bima-Ambalawi, mulai dari Desa Kole hingga Tolowata. Kerusakan infrastruktur meliputi Jembatan Kolo, Jembatan Sapui, Jembatan Ujung Kalate (penghubung Kota Bima-Ambalawi), dan Jembatan Tololai (penghubung Wera-Ambalawi). Selain itu, akses jalan menuju Desa Talapiti juga terputus.
Bencana ini tak hanya memutus akses, tetapi juga mengakibatkan kerusakan bangunan yang cukup signifikan. Gedung SMP dan SMA Satap Muhammadiyah Rite, serta Gedung Serba Guna (GSG) Desa Tolowata ambruk. Dua rumah warga di Desa Mawu bahkan terbawa arus banjir. Tim reaksi cepat gabungan dari Basarnas, BPBD, dan relawan langsung diterjunkan untuk melakukan pendataan dan evakuasi korban.
Ketua Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) Kabupaten Bima, Amiruddin, membenarkan bahwa akses masuk ke Kecamatan Ambalawi dan Wera benar-benar terputus. Tim relawan yang membawa logistik dan hendak melakukan evakuasi terpaksa harus melalui jalur alternatif yang jauh lebih panjang dan sulit melalui Kecamatan Sape dan Wera. Kendaraan roda empat sama sekali tidak bisa melewati jalur tersebut. Kendaraan roda dua pun harus melewati jalur ekstrem yang berbahaya dan menantang, melewati reruntuhan jalan, jembatan, bebatuan, dan arus sungai.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Antara, material lumpur dan air dari gunung menumpuk hingga setinggi betis orang dewasa, sepanjang 12-15 meter, menutup akses jalan dan jembatan menuju Tolowata dan Nipa. Tebal lumpur dan kerusakan infrastruktur yang parah menjadi tantangan besar dalam upaya pemulihan pascabanjir.
Peristiwa ini menyoroti pentingnya kesiapsiagaan menghadapi bencana alam. Kerja sama antar instansi pemerintah, relawan, dan masyarakat sangat krusial dalam proses evakuasi, penyaluran bantuan, dan pemulihan pasca bencana. Upaya koordinasi dan penyediaan jalur alternatif menjadi kunci dalam mengatasi isolasi wilayah yang terdampak.
Saat ini, fokus utama adalah memastikan keselamatan warga terdampak, memberikan bantuan logistik, dan memperbaiki infrastruktur yang rusak. Proses pemulihan diperkirakan akan memakan waktu cukup lama mengingat kerusakan yang cukup parah. Semoga bantuan dan dukungan dari berbagai pihak dapat segera sampai kepada masyarakat yang terdampak.