BI: FFR AS Hanya Turun Sekali di Semester II 2025, Rupiah Tetap Stabil
Bank Indonesia memprediksi suku bunga acuan AS (FFR) hanya turun sekali sebesar 25 bps pada semester II 2025, di tengah inflasi AS yang tinggi dan nilai tukar dolar AS yang kuat, namun Rupiah tetap stabil.

Bank Indonesia (BI) memprediksi suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau Fed Fund Rate (FFR) hanya akan turun satu kali sebesar 25 basis poin (bps) pada awal semester II tahun 2025. Pernyataan ini disampaikan Gubernur BI, Perry Warjiyo, dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI bulan Februari 2025 di Jakarta. Prediksi ini didasarkan pada analisis BI terhadap perkembangan ekonomi AS dan pernyataan Ketua The Fed, Jerome Powell. Hal ini disampaikan langsung oleh Gubernur BI, "Sebagaimana kita ketahui bersama, ekonomi Amerika lebih baik. Tapi inflasinya juga tinggi, yang tempo hari sudah menurun, menjadi naik. Sehingga bacaan-bacaan kami, termasuk juga penjelasan dari Fed Chairman Jeremy Powell, menunjukkan bahwa kemungkinan-kemungkinan FFR itu turun hanya sekali 25 bps," jelas Perry.
Prediksi BI ini muncul di tengah kondisi ekonomi AS yang menunjukkan inflasi Indeks Harga Konsumen (CPI) AS pada Januari 2025 naik menjadi 3 persen, sementara CPI inti naik menjadi 3,3 persen. BI memperkirakan inflasi CPI AS akan mencapai 2,7 persen pada akhir 2025, dan CPI inti 2,8 persen, masih di atas target The Fed sebesar 2 persen. Kondisi ini turut mempengaruhi kebijakan moneter BI.
Selain inflasi, BI juga mempertimbangkan imbal hasil US Treasury yang tetap tinggi, baik tenor 2 tahun maupun 10 tahun, serta defisit fiskal pemerintah AS yang ditargetkan sebesar 7,7 persen pada tahun 2025 dan 8,8 persen pada tahun 2026. Faktor-faktor ini memberikan tekanan pada nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS.
FFR dan Dampaknya terhadap Nilai Tukar Rupiah
Dolar AS (DXY) terhadap mata uang dunia tetap kuat, bergerak di kisaran 107 hingga 109, dan pergerakannya sulit diprediksi. Kondisi ini memberikan tekanan pada nilai tukar Rupiah. Meskipun demikian, BI memastikan tetap berada di pasar untuk melakukan intervensi, baik di pasar spot maupun domestic non-deliverable forward (DNDF), guna menjaga stabilitas Rupiah. "Ukurannya stabilnya (rupiah) seperti apa? Ukurannya stabil itu setara atau sejalan dengan mata uang negara-negara berkembang yang menjadi peer group kita. Ada China, Korea, Malaysia, Thailand, India, dan Singapura. Setaranya di situ," ujar Perry Warjiyo menjelaskan standar kestabilan Rupiah.
BI berkomitmen untuk terus berada di pasar guna menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah di tengah gejolak global. Faktanya, nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS pada Februari 2025 (hingga 18 Februari 2025) bahkan menguat sebesar 0,15 persen point to point (ptp) dibandingkan dengan level nilai tukar akhir Januari 2024. Keberhasilan ini merupakan hasil dari strategi BI dalam menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah.
BI secara konsisten memantau dan merespon berbagai dinamika global, termasuk kebijakan-kebijakan ekonomi internasional. "Itu berkaitan bagaimana Bank Indonesia menjaga stabilitas nilai tukar sekaligus menjawab pengaruh dari dampak rambatan dan dinamika global baik di ekonomi maupun pasar keuangan. Tentu saja setiap minggu kami update terus perubahan-perubahan kebijakan Presiden AS Donald Trump seperti tarif impor (bagaimana pengaruhnya bagi Indonesia) itu yang terus kita lakukan," tambah Perry Warjiyo menjelaskan komitmen BI dalam menghadapi dinamika global.
Langkah BI Menjaga Stabilitas Rupiah
BI telah menunjukkan komitmen yang kuat dalam menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah. Intervensi di pasar spot dan DNDF menjadi strategi utama dalam menghadapi tekanan eksternal. Perbandingan dengan mata uang negara-negara berkembang sejawat menjadi acuan dalam mengukur kestabilan Rupiah. Pemantauan dan respon terhadap dinamika global, termasuk kebijakan ekonomi internasional, juga menjadi bagian penting dari strategi BI.
Dengan prediksi penurunan FFR yang terbatas dan langkah-langkah yang diambil BI, diharapkan nilai tukar Rupiah dapat tetap stabil di tengah ketidakpastian ekonomi global. BI terus memantau perkembangan ekonomi global dan siap mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan domestik.
Kesimpulannya, meskipun terdapat tantangan dari eksternal seperti prediksi penurunan FFR dan kekuatan dolar AS, Bank Indonesia telah menunjukkan kemampuannya dalam menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah. Hal ini dicapai melalui intervensi pasar yang tepat dan pemantauan yang cermat terhadap dinamika ekonomi global.