BPI Danantara Terbuka untuk Semua Proyek Pemerintah: Dorong Hilirisasi US$ 618 Miliar
Kepala BPI Danantara, Rosan Perkasa Roeslani, menyatakan kesiapan lembaganya untuk menganalisa dan mendanai proyek-proyek pemerintah, termasuk proyek hilirisasi senilai US$ 618 miliar pada 2025.

Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) menyatakan kesiapannya untuk menerima dan menganalisis seluruh proposal proyek yang diajukan pemerintah. Hal ini disampaikan langsung oleh Kepala BPI Danantara, Rosan Perkasa Roeslani, di Jakarta pada Sabtu lalu. Pernyataan ini memberikan angin segar bagi percepatan berbagai program pemerintah, khususnya dalam agenda hilirisasi sumber daya alam.
Rosan menjelaskan bahwa BPI Danantara akan melakukan analisis menyeluruh dan transparan terhadap setiap proyek yang diajukan. Proses ini dilakukan sesuai arahan Presiden RI Prabowo Subianto, dengan mengedepankan kehati-hatian dan tata kelola yang baik. "Kita di Danantara memiliki kriteria dan parameter, kita terbuka atas semua masukan, tetapi kita akan tentu sesuai arahan Bapak Presiden RI harus dilakukan dengan kehati-hatian, secara transparan, tata kelola yang benar dan juga dilakukan analisa, due diligence dan sebagainya. Kita terbuka," tegas Rosan.
Percepatan agenda hilirisasi menjadi fokus utama pemerintah saat ini. Sebanyak 21 proyek tahap pertama telah disiapkan, dengan total investasi mencapai US$ 40 miliar. Beberapa proyek tersebut akan mendapatkan pendanaan melalui BPI Danantara, sebagai bagian dari target hilirisasi nasional senilai US$ 618 miliar pada tahun 2025.
Proyek-Proyek Strategis Hilirisasi
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, telah merinci beberapa proyek utama yang akan mendapatkan pendanaan. Salah satu proyek yang menonjol adalah pembangunan fasilitas penyimpanan minyak di Pulau Nipah, Kepulauan Riau, untuk memperkuat ketahanan energi nasional. Proyek ini merupakan langkah strategis dalam mengamankan pasokan energi dalam negeri.
Selain itu, pemerintah juga berencana membangun kilang minyak baru dengan kapasitas 500 ribu barel per hari. Proyek ini diharapkan mampu meningkatkan kapasitas pengolahan minyak mentah domestik dan mengurangi ketergantungan pada impor bahan bakar minyak. Proyek hilirisasi dimetil eter (DME) dari batu bara juga masuk dalam daftar prioritas, sebagai upaya substitusi impor LPG.
Hilirisasi tidak hanya terfokus pada sektor energi. Pemerintah juga akan mengembangkan hilirisasi pada komoditas lain seperti tembaga, nikel, bauksit, dan alumina. Sektor pertanian, perikanan, dan kehutanan juga akan menjadi target hilirisasi untuk meningkatkan nilai tambah produk-produk unggulan Indonesia.
Pendanaan dan Kolaborasi
Bahlil Lahadalia menekankan bahwa pendanaan proyek-proyek hilirisasi tidak sepenuhnya bergantung pada investasi asing. Sebagai contoh, proyek hilirisasi DME akan memanfaatkan sumber daya dalam negeri, sesuai kebijakan Presiden Prabowo Subianto. Sementara itu, teknologi yang dibutuhkan akan diperoleh melalui kerja sama dengan pihak asing.
Dengan demikian, pemerintah berupaya untuk menyeimbangkan pemanfaatan sumber daya domestik dengan akuisisi teknologi canggih dari luar negeri. Hal ini diharapkan mampu mempercepat proses hilirisasi dan meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar global. Strategi ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk mengembangkan ekonomi nasional secara berkelanjutan dan mandiri.
BPI Danantara, dengan komitmennya untuk terbuka terhadap semua proyek pemerintah, berperan penting dalam mewujudkan target hilirisasi tersebut. Analisis yang cermat dan transparan akan memastikan agar setiap proyek yang didanai memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia.