DPR Fokus Revisi UU P2SK: Hapus 'Penyidik Tunggal' dan Ubah Anggaran LPS
Komisi XI DPR RI tengah merevisi UU P2SK, berfokus pada penghapusan 'penyidik tunggal' dan perubahan mekanisme penganggaran LPS, menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi.

Jakarta, 21 Maret 2025 - Komisi XI DPR RI tengah gencar membahas revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Fokus utama revisi ini terletak pada dua poin penting: penghapusan frasa 'penyidik tunggal' dalam proses penyidikan sektor keuangan, serta perubahan mekanisme penganggaran bagi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Revisi ini merupakan respons langsung terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang dikeluarkan pada 3 Januari 2025.
Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, menjelaskan bahwa pembahasan revisi ini membutuhkan pertimbangan politik yang mendalam. "Tapi semua masih membutuhkan pembahasan politik yang lebih mendalam. Memang kita sedang melakukan proses itu (formulasi), tetapi item yang dua itu, yaitu item mengenai penyidik di sektor keuangan dan kemudian mekanisme anggaran LPS," ujar Misbakhun dalam acara Capital Market Forum 2025 di Jakarta, Jumat lalu.
Putusan MK sebelumnya mengoreksi dua aspek krusial dalam UU P2SK. Revisi ini bertujuan untuk memastikan UU P2SK selaras dengan putusan MK tersebut. Perubahan yang dilakukan tidak hanya sebatas penyesuaian, tetapi juga bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan transparansi dalam sektor keuangan Indonesia.
Penghapusan 'Penyidik Tunggal' dan Mekanisme Anggaran LPS
Pemerintah berencana menyesuaikan peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai penyidik tunggal di sektor keuangan agar sesuai dengan ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Hal ini diharapkan dapat meningkatkan akuntabilitas dan mengurangi potensi konflik kepentingan.
Sementara itu, perubahan signifikan lainnya menyangkut mekanisme penganggaran LPS. Sebelumnya, anggaran LPS ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Namun, revisi ini mengusulkan agar penetapan anggaran LPS dilakukan oleh DPR. "LPS yang tadinya anggarannya itu melalui mekanisme penetapan di Kementerian Keuangan oleh menteri keuangan, kemudian diminta dibahas sebagai lembaga yang dimaknai bahwa LPS adalah lembaga independen, maka anggarannya harus ditetapkan seperti BI, OJK. Maka LPS penetapan anggarannya ada di DPR," jelas Misbakhun.
Perubahan ini didasarkan pada putusan MK yang menyatakan bahwa Menteri Keuangan tidak dapat mengintervensi penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan (RKAT) LPS. Dengan demikian, revisi ini bertujuan untuk memperkuat independensi LPS dan memastikan pengelolaan anggaran yang lebih transparan dan akuntabel.
Penguatan Peran Bank Indonesia (BI)
Meskipun fokus utama revisi UU P2SK adalah menindaklanjuti putusan MK, diskusi mengenai penguatan peran Bank Indonesia (BI) dalam mendorong pertumbuhan ekonomi juga mengemuka. Misbakhun menekankan bahwa Komisi XI DPR RI ingin memastikan pembahasan revisi UU P2SK tidak memicu spekulasi yang tidak berdasar.
Komisi XI berharap agar peran BI dapat lebih kuat dan efektif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. "Makanya kita tidak mau itu dijadikan spekulasi. (Pemerintah) sedang membicarakan, tapi belum memutuskan. Karena kita tadi seperti yang saya sampaikan kita ingin memperkuat peran Bank Indonesia itu lebih bold, lebih kuat lagi," tegas Misbakhun. Hal ini menunjukkan komitmen DPR untuk terus meningkatkan kinerja sektor keuangan Indonesia.
Revisi UU P2SK ini diharapkan dapat menciptakan sistem keuangan yang lebih sehat, transparan, dan akuntabel, serta mampu mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia secara berkelanjutan. Proses revisi ini akan terus dipantau dan dikawal oleh Komisi XI DPR RI untuk memastikan tercapainya tujuan tersebut.