DPR Minta ATR/BPN Seimbangkan Investasi dan Hak Rakyat atas Tanah
Anggota Komisi II DPR, Deddy Sitorus, mendesak Kementerian ATR/BPN untuk menyeimbangkan investasi dengan hak-hak rakyat atas tanah adat dan ulayat guna mencegah konflik agraria dan memastikan kepastian hukum.

Anggota Komisi II DPR RI, Deddy Sitorus, menyoroti ketidakseimbangan antara penggunaan lahan untuk investasi dan hak-hak masyarakat adat atas tanah ulayat. Pernyataan ini disampaikan dalam rapat Komisi II DPR dengan Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid, di Senayan, Jakarta, Senin (21/4). Deddy menekankan perlunya Kementerian ATR/BPN untuk menjamin keseimbangan ini demi mencegah tumpang tindih permasalahan hukum dan konflik sosial di masa mendatang.
Deddy memberikan analogi yang kuat untuk menggambarkan ketidakseimbangan tersebut: "Misalnya, luasan sawit pertambahan kebun sawit dengan luasan pemberian hak ulayat tanah adat bagi masyarakat, itu seperti kura-kura lawan kuda Arab, pak. Nggak sebanding," ujarnya. Ia menambahkan bahwa kepastian hukum atas lahan sangat penting untuk menarik investasi, namun tanpa memperhatikan hak-hak masyarakat adat, investasi tersebut justru dapat merugikan masyarakat.
Lebih lanjut, Deddy mengungkapkan kekhawatirannya terhadap potensi konflik agraria yang semakin tinggi di Indonesia. Menurutnya, ketidakpastian hukum dan praktik-praktik mafia tanah menghalangi investasi dan merugikan masyarakat. Ia juga mempertanyakan mekanisme penggunaan dana pinjaman Bank Dunia sebesar 653 juta dolar AS untuk program Integrated Land Administration and Spatial Planning (ILASP), yang ditujukan untuk kemudahan investasi. Deddy khawatir dana tersebut tidak efektif jika masalah konflik pertanahan tidak terselesaikan.
Menyeimbangkan Investasi dan Hak Ulayat
Deddy Sitorus meminta Kementerian ATR/BPN untuk proaktif mendorong pemerintah daerah dalam mengajukan pengakuan tanah ulayat dan tanah adat. Ia menilai pemerintah daerah kurang memperhatikan masalah ini, sehingga diperlukan dorongan dari pemerintah pusat untuk mempercepat proses pengajuan hak tersebut. "Bantulah, jangan nunggu dari bawah, pemda itu nggak peduli pak, tolonglah didorong. Kita kan punya kantor di daerah supaya ada percepatan juga untuk pengajuan hak itu," tegasnya.
Menurutnya, keseimbangan antara investasi dan hak-hak masyarakat atas tanah merupakan kunci untuk mencegah konflik agraria dan memastikan keadilan. Deddy juga menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan dana pinjaman dari Bank Dunia untuk program ILASP. Ia berharap program tersebut benar-benar efektif dalam menarik investasi tanpa mengorbankan hak-hak masyarakat.
Deddy mengingatkan bahwa pertumbuhan penduduk yang terus meningkat sementara luas lahan untuk rakyat semakin sempit, menambah urgensi penyelesaian masalah ini. Ia mendesak agar Kementerian ATR/BPN segera mengambil langkah konkrit untuk mengatasi ketidakseimbangan ini dan menciptakan kepastian hukum yang adil bagi semua pihak.
Ia khawatir jika masalah ini diabaikan, akan berdampak buruk pada stabilitas sosial dan ekonomi di Indonesia. Oleh karena itu, solusi yang komprehensif dan berkelanjutan sangat diperlukan untuk mengatasi permasalahan ini.
Transparansi Penggunaan Dana ILASP
Deddy Sitorus juga meminta kejelasan mengenai mekanisme penggunaan dana pinjaman Bank Dunia sebesar 653 juta dolar AS untuk program ILASP. Ia mempertanyakan apakah program tersebut akan benar-benar efektif dalam menarik investasi dan mencegah konflik agraria. Deddy khawatir dana tersebut justru akan sia-sia jika masalah konflik pertanahan tidak terselesaikan terlebih dahulu.
Menurutnya, pemerintah harus memastikan bahwa program ILASP tidak hanya berfokus pada kemudahan investasi, tetapi juga memperhatikan hak-hak masyarakat adat atas tanah. Hal ini penting untuk mencegah potensi konflik sosial dan memastikan keadilan bagi semua pihak. Deddy menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan dana tersebut.
Deddy juga mengingatkan bahwa konflik agraria di Indonesia tergolong tinggi dibandingkan negara lain. Oleh karena itu, perlu adanya strategi yang komprehensif dan terintegrasi untuk menyelesaikan masalah ini. Ia berharap Kementerian ATR/BPN dapat bekerja sama dengan berbagai pihak terkait untuk menciptakan solusi yang adil dan berkelanjutan.
Dengan demikian, pemerintah diharapkan dapat menyeimbangkan kepentingan investasi dengan hak-hak masyarakat adat atas tanah. Hal ini penting untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif sekaligus mencegah konflik agraria yang dapat mengancam stabilitas sosial dan ekonomi.
Kesimpulannya, DPR mendesak pemerintah untuk segera menyelesaikan masalah ini demi terciptanya keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.