DPRD Bali Panggil Investor Terkait Sengketa Lahan 280 Hektare di Jimbaran
DPRD Bali akan memanggil investor dan pihak terkait atas sengketa lahan seluas 280 hektare di Desa Adat Jimbaran, setelah menerima aduan warga soal dugaan pelanggaran hukum dalam penguasaan lahan tersebut.
![DPRD Bali Panggil Investor Terkait Sengketa Lahan 280 Hektare di Jimbaran](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/0x0/ori/image_bank/2025/02/03/220206.158-dprd-bali-panggil-investor-terkait-sengketa-lahan-280-hektare-di-jimbaran-1.jpeg)
Warga Desa Adat Jimbaran, Badung, Bali, membawa kasus sengketa lahan seluas 280 hektare ke DPRD Bali. Mereka mengadukan dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan investor dalam penguasaan lahan tersebut. Akibatnya, DPRD Bali berencana memanggil investor dan pihak-pihak terkait untuk dimintai keterangan.
Kronologi Sengketa Lahan Jimbaran
Ketua Komisi I DPRD Bali, I Nyoman Budiutama, menyatakan bahwa pihaknya akan segera memanggil investor dan instansi pertanahan setelah mempelajari dokumen resmi yang diserahkan warga. Pertemuan antara Komisi I DPRD Bali dengan ratusan warga Jimbaran berlangsung Senin lalu di Denpasar. Dalam pertemuan tersebut, warga menjelaskan kronologi sengketa lahan dan menyerahkan berbagai dokumen pendukung.
Menurut Bendesa Adat Jimbaran, Anak Agung Rai Made Dirga, lahan tersebut dulunya milik Kerajaan Mengwi sejak abad ke-15 dan diberikan kepada masyarakat untuk digarap. Sebuah pura, Pura Ulun Swi, yang diperkirakan seluas 25 hektare, juga terletak di lahan tersebut dan melintasi beberapa desa. Masyarakat Jimbaran telah lama menggarap lahan ini dan memberikan upeti kepada kerajaan.
Pada tahun 1994, PT Citra Selaras membayar Rp35 juta kepada Bendesa Adat Jimbaran (alm. Jro Mangku Wayan Tembong) untuk mendapatkan Hak Guna Bangunan (HGB). Namun, warga merasa nilai pembayaran tersebut sangat rendah jika dibandingkan dengan luas lahan yang mencapai 280 hektare. Mereka menilai harga tersebut hanya setara dengan 5 are tanah saja.
Selanjutnya, HGB tersebut dialihkan ke PT Jimbaran Hijau. Pada tahun 2013, perusahaan ini mendapatkan izin dari Presiden, Menteri, dan Gubernur untuk memanfaatkan lahan tersebut sebagai sarana prasarana multilateral. Namun, hingga kini proyek tersebut mangkrak dan lahan tersebut tak termanfaatkan secara maksimal.
Tuntutan Warga dan Langkah Hukum
Desa Adat Jimbaran telah beberapa kali meminta data dan peta bidang dasar penguasaan lahan dari PT Jimbaran Hijau dan PT Citra Selaras, namun permintaan tersebut tak pernah dipenuhi. Kekecewaan ini mendorong warga untuk menempuh jalur hukum dan meminta bantuan DPRD Bali. Mereka merasa bahwa konsesi lahan yang diberikan jauh lebih panjang dari yang seharusnya, yaitu hanya 25 tahun.
Berbekal dokumen waris warga penggarap, sidang pertama kasus ini telah digelar di Pengadilan Negeri Denpasar dengan agenda pembacaan gugatan. Budiutama menekankan pentingnya kajian mendalam terhadap dokumen yang diberikan warga untuk menentukan langkah selanjutnya, termasuk siapa saja yang akan dipanggil untuk dimintai keterangan lebih lanjut. Pihak Badan Pertanahan Bali juga akan dilibatkan karena kewenangannya dalam hal pertanahan.
Kasus ini menyoroti pentingnya transparansi dan kepastian hukum dalam pengelolaan lahan, khususnya yang melibatkan kepentingan adat dan investasi. Proses hukum yang sedang berjalan diharapkan dapat memberikan keadilan bagi semua pihak yang terlibat.