DPRD Semarang Nilai Pengelolaan Sampah Perlu Dievaluasi, Butuh Solusi Cepat dan Berkelanjutan
Penumpukan sampah di Semarang akibat kerusakan alat berat di TPA Darupono mendorong DPRD Kota Semarang untuk mengevaluasi pengelolaan sampah dan menekankan pentingnya pengelolaan dari sumber, edukasi, serta kolaborasi.
![DPRD Semarang Nilai Pengelolaan Sampah Perlu Dievaluasi, Butuh Solusi Cepat dan Berkelanjutan](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/0x0/ori/image_bank/2025/02/06/230149.658-dprd-semarang-nilai-pengelolaan-sampah-perlu-dievaluasi-butuh-solusi-cepat-dan-berkelanjutan-1.jpg)
Semarang, 6 Februari 2024 - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Semarang menyoroti permasalahan pengelolaan sampah yang perlu segera dievaluasi. Penumpukan sampah di sejumlah tempat penampungan sementara (TPS) belakangan ini menjadi perhatian serius.
Anggota Komisi C DPRD Kota Semarang, Dini Inayati, mengungkapkan keprihatinannya terkait hal ini. Menurutnya, permasalahan sampah bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja, melainkan juga masyarakat. Ia menekankan pentingnya pengelolaan sampah dari sumbernya, bukan hanya berfokus pada pengolahan di tempat pembuangan akhir (TPA).
Permasalahan dan Solusinya
Salah satu penyebab penumpukan sampah adalah kerusakan alat berat eskavator di TPA Darupono. Kerusakan ini menghambat pengangkutan sampah dari TPS ke TPA, sehingga sampah menumpuk di berbagai titik. Kota Semarang sebenarnya telah memiliki payung hukum berupa Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah dan Peraturan Wali Kota (Perwal) Semarang Nomor 4 Tahun 2024 tentang Rencana Induk Pengelolaan Sampah. Namun, implementasinya masih menghadapi kendala.
Rencana pengolahan sampah menjadi energi listrik di TPA Jatibarang, menurut Dini Inayati, bukanlah solusi tunggal. Ia mengingatkan bahwa volume sampah yang terus meningkat berpotensi melampaui kapasitas TPA yang ada. Fokus pengelolaan hanya di hilir (TPA) dinilai tidak efektif dalam jangka panjang.
Untuk mengatasi hal ini, Dini Inayati menyarankan peningkatan alokasi anggaran untuk komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) kepada masyarakat. Edukasi tidak cukup hanya berupa sosialisasi, tetapi harus disertai pendampingan dan fasilitasi agar masyarakat mampu memilah dan mengolah sampah secara mandiri. Sampah organik yang telah terpilah, misalnya, dapat diolah menjadi kompos, eco-enzyme, atau pupuk organik cair.
Investasi Jangka Panjang dan Kolaborasi
Membangun budaya pengelolaan sampah sejak dari sumber merupakan investasi jangka panjang yang krusial. Oleh karena itu, anggaran untuk edukasi dan pendampingan seharusnya tidak kalah besar dibandingkan anggaran infrastruktur pengelolaan sampah. Dini Inayati juga menekankan pentingnya kolaborasi dengan berbagai pihak.
Keterbatasan sumber daya di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Semarang mengharuskan adanya kerja sama dengan perguruan tinggi dan komunitas masyarakat yang memiliki komitmen terhadap pengelolaan sampah berbasis sumber. Kolaborasi ini diharapkan dapat mempercepat dan meningkatkan efektivitas pengelolaan sampah.
Dengan semakin menumpuknya sampah di berbagai TPS, permasalahan ini memerlukan solusi yang cepat dan berkelanjutan. Pemerintah dan masyarakat perlu bekerja sama untuk menciptakan sistem pengelolaan sampah yang efektif. Hal ini penting untuk mencegah Kota Semarang dari ancaman krisis sampah di masa depan. Solusi komprehensif yang melibatkan semua pihak menjadi kunci keberhasilan pengelolaan sampah di Semarang.
Kesimpulan
Permasalahan sampah di Semarang menuntut solusi terintegrasi. Bukan hanya perbaikan infrastruktur, tetapi juga peningkatan edukasi dan kesadaran masyarakat, serta kolaborasi antar berbagai pihak. Dengan demikian, pengelolaan sampah yang efektif dan berkelanjutan dapat terwujud di Kota Semarang.