DPRK Aceh Barat Usut Pengelolaan Pelabuhan Jetty Meulaboh: Diduga Ada Pelanggaran
DPRK Aceh Barat menyelidiki pengelolaan Pelabuhan Jetty Meulaboh yang diduga merugikan daerah dan melanggar aturan, termasuk penunjukan PT Mitra Pelabuhan Mandiri (MPM) serta keberadaan besi tua di dermaga.

Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Barat tengah menyelidiki pengelolaan Pelabuhan Jetty Meulaboh. Penyelidikan ini dilatarbelakangi dugaan kerugian daerah dan pelanggaran aturan dalam pengelolaan aset daerah, khususnya terkait penunjukan PT Mitra Pelabuhan Mandiri (MPM) sebagai pengelola. Proses penyelidikan ini melibatkan Panitia Khusus (Pansus) Aset DPRK Aceh Barat yang diketuai oleh Ramli SE.
Dugaan pelanggaran tersebut meliputi proses penunjukan pengelola, masa sewa yang panjang, dan kurangnya transparansi dalam penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Ketua Pansus Aset DPRK Aceh Barat, Ramli SE, menyatakan bahwa penyelidikan ini bertujuan untuk memastikan pengelolaan Pelabuhan Jetty Meulaboh sesuai dengan ketentuan yang berlaku, termasuk peraturan perundang-undangan terkait pengelolaan aset daerah dan penerimaan pendapatan daerah. Penyelidikan ini juga menindaklanjuti penunjukan PT MPM oleh mantan Penjabat Bupati Aceh Barat, Mahdi Efendi, pada tahun 2023.
Salah satu poin penting yang disoroti adalah mekanisme penunjukan PT MPM sebagai pengelola. Ramli menegaskan bahwa seharusnya proses penyewaan pelabuhan umum dilakukan melalui tender yang transparan dan kompetitif, serta perjanjian sewa harus disetujui oleh DPRK Aceh Barat dan/atau Menteri Dalam Negeri. Ia juga mempertanyakan masa sewa selama 30 tahun yang dinilai perlu diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Lebih lanjut, Ramli menekankan pentingnya mempertimbangkan kepentingan daerah dan rakyat dalam pengelolaan aset daerah sebesar ini.
Dugaan Pelanggaran Aturan dan Tindak Lanjut
DPRK Aceh Barat menduga kuat pengelolaan Pelabuhan Jetty Meulaboh oleh PT MPM telah melanggar Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Aset Daerah, serta Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 19 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Pelabuhan Umum. Akibat dugaan pelanggaran ini, DPRK Aceh Barat berpotensi membatalkan perjanjian sewa, menuntut ganti rugi, dan menjatuhkan sanksi pidana bagi pejabat yang bertanggung jawab.
Sebagai tindak lanjut, DPRK Aceh Barat akan memanggil mantan Penjabat Bupati Aceh Barat, Mahdi Efendi, untuk dimintai keterangan dalam rapat dengar pendapat. Tujuannya adalah untuk mengklarifikasi proses penunjukan PT MPM dan memastikan pengelolaan aset daerah berjalan maksimal serta menguntungkan daerah dan masyarakat setempat. Selain itu, DPRK Aceh Barat juga menyoroti keberadaan besi tua di dermaga yang dinilai membahayakan dan perlu dibongkar.
Ramli menambahkan bahwa pengelolaan aset daerah harus dimaksimalkan agar memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci dalam pengelolaan aset daerah, sehingga tidak ada lagi dugaan penyimpangan yang merugikan keuangan negara.
Tanggapan PT Mitra Pelabuhan Mandiri
Pihak PT Mitra Pelabuhan Mandiri (MPM), melalui Humas Said Edi Samsuri, memberikan tanggapan terkait penyelidikan yang dilakukan DPRK Aceh Barat. Said Edi Samsuri menyatakan bahwa perusahaannya telah melakukan rehabilitasi dan pembersihan aset pemerintah daerah yang dikelolanya. Namun, ia mengaku tidak mengetahui detail penerimaan hasil pengelolaan pelabuhan karena hal tersebut ditangani oleh bagian keuangan perusahaan.
Terkait keberadaan besi tua di dermaga, Said Edi Samsuri menyatakan kesiapan perusahaan untuk membongkarnya, asalkan terdapat surat resmi dari pemerintah daerah atau pihak terkait. Pernyataan ini menunjukkan bahwa PT MPM siap bekerja sama dengan DPRK Aceh Barat dalam menyelesaikan permasalahan yang ada dan memastikan pengelolaan Pelabuhan Jetty Meulaboh berjalan sesuai aturan.
DPRK Aceh Barat berharap agar proses penyelidikan ini dapat berjalan lancar dan menghasilkan kesimpulan yang objektif. Hal ini penting untuk memastikan pengelolaan aset daerah di Aceh Barat berjalan transparan, akuntabel, dan memberikan manfaat optimal bagi masyarakat.
Kesimpulannya, kasus ini menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan aset daerah. Proses penyelidikan yang dilakukan DPRK Aceh Barat diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi semua pihak yang terlibat.