Dua Tersangka Baru Kasus Korupsi SIHT Kudus Ditangkap, Kerugian Negara Capai 5,25 Miliar Rupiah
Kejari Kudus menetapkan dua tersangka baru dalam kasus korupsi pembangunan SIHT, dengan total kerugian negara mencapai Rp5,25 miliar; RKHA selaku PPK dan SK yang melawan hukum memborongkan pekerjaan.

Kejaksaan Negeri (Kejari) Kudus, Jawa Tengah, menetapkan dua tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Sentra Industri Hasil Tembakau (SIHT) di Kabupaten Kudus. Kedua tersangka, berinisial RKHA dan SK, ditetapkan pada Selasa, 4 Maret 2025, dan langsung ditahan di Rutan Kelas II B Kudus. Penetapan ini menambah daftar tersangka menjadi empat orang, setelah sebelumnya HY (konsultan perencana) dan AAP (pelaksana kegiatan) telah ditetapkan sebagai tersangka pada 19 Desember 2024.
Kasus ini bermula dari dugaan korupsi dalam paket pekerjaan tanah uruk (padas) pembangunan SIHT tahun 2023, dengan volume 43.223 meter persegi. Proyek senilai Rp9,16 miliar ini dimenangkan oleh CV Karya Nadika melalui mekanisme e-katalog, namun kemudian pekerjaan tersebut diborongkan kepada SK dengan nilai Rp4,04 miliar, dan selanjutnya SK menyerahkannya lagi kepada AK dengan nilai Rp3,11 miliar. Perbedaan harga satuan yang signifikan antara kontrak awal dan pelaksanaan pekerjaan menjadi indikasi adanya penyimpangan.
Kepala Kejari Kudus, Henriyadi W. Putro, menjelaskan bahwa penetapan tersangka RKHA dan SK didasarkan pada bukti permulaan yang cukup. RKHA, selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Kepala Dinas Tenaga Kerja Perindustrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Kudus, dinilai lalai dalam menjalankan kewajibannya dan melanggar etika profesi sebagai pengguna anggaran. Sementara SK, secara melawan hukum menerima dan memborongkan pekerjaan, sehingga pelaksanaannya tidak sesuai spesifikasi kontrak.
Peran Tersangka dan Dugaan Kerugian Negara
Lebih lanjut, Henriyadi menjelaskan peran masing-masing tersangka. RKHA, sebagai PPK, dinilai tidak menjalankan kewajibannya sesuai aturan Perpres dan Peraturan Kepala LKPP tentang Pengadaan Barang dan Jasa. Sedangkan SK secara melawan hukum menerima dan memborongkan pekerjaan, menyebabkan penyimpangan dari spesifikasi dan kontrak yang telah disepakati. Akibat perbuatan kedua tersangka, negara diperkirakan mengalami kerugian sekitar Rp5,25 miliar, berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Kedua tersangka dijerat dengan pasal 2 ayat (1) junto pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Subsider pasal 3 junto pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Penetapan tersangka RKHA dan SK berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: R03/M.3.18/Fd.2/03/2025 tanggal 4 Maret 2025 untuk SK dan Nomor: R-04/M.3.18/Fd.2/03/2025 tanggal 4 Maret 2025 untuk RKHA.
Kronologi dan Mekanisme Proyek
Proses pembangunan SIHT dimulai dengan lelang melalui e-katalog. CV Karya Nadika memenangkan tender dengan nilai kontrak Rp9,16 miliar, dengan harga satuan Rp212.000 per meter persegi. Namun, CV Karya Nadika kemudian memborongkan pekerjaan kepada SK dengan harga yang jauh lebih rendah, yaitu Rp93.500 per meter persegi. SK selanjutnya kembali memborongkan pekerjaan tersebut kepada AK dengan harga Rp72.000 per meter persegi. Praktik ini diduga menjadi penyebab kerugian negara yang signifikan.
Proses penyidikan kasus ini masih berlanjut. Kejari Kudus berkomitmen untuk mengusut tuntas kasus ini dan memastikan seluruh pihak yang terlibat bertanggung jawab atas kerugian negara yang ditimbulkan.
Dengan terungkapnya kasus ini, diharapkan dapat menjadi pembelajaran bagi seluruh pihak yang terlibat dalam proyek pemerintah agar selalu menjunjung tinggi transparansi dan akuntabilitas dalam setiap proses pengadaan barang dan jasa.