Kasus Korupsi SIHT Kudus: Pelimpahan ke Tipikor Akhir Februari 2025
Kejari Kudus menargetkan pelimpahan kasus korupsi pembangunan SIHT Kudus senilai Rp9,16 miliar ke Pengadilan Tipikor Semarang pada akhir Februari 2025, dengan dua tersangka dan kerugian negara sekitar Rp5,25 miliar.
Kejaksaan Negeri (Kejari) Kudus, Jawa Tengah, menetapkan target akhir Februari 2025 untuk melimpahkan kasus dugaan korupsi pembangunan Sentra Industri Hasil Tembakau (SIHT) ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang. Kasus ini melibatkan proyek tanah uruk senilai miliaran rupiah yang diduga sarat penyimpangan.
Proses Pelimpahan dan Penyidikan
Kepala Kejari Kudus, Henriyadi W. Putro, menyatakan bahwa tahap pertama pelimpahan berkas perkara dari penyidik kepada jaksa penuntut umum (JPU) akan dilakukan minggu depan. Setelah JPU meneliti berkas dan menyusun surat dakwaan, berkas tersebut akan segera dilimpahkan ke Tipikor Semarang. Proses ini sesuai dengan target yang telah ditetapkan.
Proses penyidikan telah melibatkan kurang lebih 30 saksi, baik dari kalangan swasta maupun pemerintah. Informasi yang dikumpulkan dari para saksi ini menjadi kunci dalam mengungkap detail kasus korupsi SIHT Kudus.
Tersangka dan Dugaan Kerugian Negara
Dua tersangka telah ditetapkan dalam kasus ini, yaitu HY selaku konsultan perencana dan AAP sebagai pelaksana kegiatan. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka pada 19 Desember 2024 dan ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas II B Kudus. Mereka akan mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum.
Dugaan korupsi bermula dari proyek pembangunan SIHT tahun 2023, khususnya paket pekerjaan tanah uruk dengan volume 43.223 meter persegi di Kantor Dinas Tenaga Kerja, Koperasi, Usaha Kecil, dan Menengah. Proyek ini menggunakan mekanisme e-katalog dengan nilai kontrak awal sebesar Rp9,16 miliar, atau harga satuan Rp212.000 per meter persegi.
Subkontrak dan Dugaan Mark Up Harga
CV Karya Nadika, pemenang tender, kemudian melakukan subkontrak kepada pihak lain (SK) dengan nilai Rp4,04 miliar (harga satuan Rp93.500). SK selanjutnya menyerahkan pekerjaan kepada AK dengan nilai Rp3,11 miliar (harga satuan Rp72.000). Serangkaian subkontrak ini diduga menjadi celah terjadinya mark-up harga dan kerugian negara.
Hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) memperkirakan kerugian negara akibat praktik korupsi ini mencapai sekitar Rp5,25 miliar. Angka ini menunjukkan besarnya dampak negatif dari tindakan melawan hukum yang dilakukan para tersangka.
Pasal yang Dikenakan
Kedua tersangka dijerat dengan pasal berlapis. Mereka diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sebagai subsider, dikenakan Pasal 3 jo Pasal 18 UU yang sama Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kesimpulan
Kasus korupsi SIHT Kudus ini menjadi pengingat pentingnya pengawasan dan transparansi dalam pengelolaan proyek pemerintah. Dengan pelimpahan kasus ke Tipikor yang direncanakan pada akhir Februari 2025, diharapkan proses hukum akan berjalan dengan adil dan transparan, serta memberikan efek jera bagi pelaku korupsi.