Dugaan Malaadministrasi Wisuda: Ombudsman Kaltim Temukan 10 SMA/SMK Negeri Langgar Aturan
Ombudsman Kaltim menemukan 10 SMA/SMK negeri diduga melakukan malaadministrasi berupa pungutan wajib untuk wisuda, melanggar aturan Kementerian Pendidikan dan Pemerintah Provinsi Kaltim.

Samarinda, 6 Mei 2025 - Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Kalimantan Timur (Kaltim) mengungkap dugaan malaadministrasi di 10 Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) negeri di Kaltim. Dugaan tersebut terkait praktik penggalangan dana untuk kegiatan pelepasan siswa, wisuda, dan kegiatan sejenisnya yang dinilai menyimpang dari prosedur dan peraturan perundang-undangan.
Kepala Perwakilan Ombudsman Kaltim, Mulyadin, mengungkapkan bahwa investigasi menemukan sejumlah SMA/SMK melakukan pungutan wajib kepada orang tua/wali murid tanpa mekanisme sukarela. Praktik ini menimbulkan keberatan dari sejumlah orang tua murid yang kemudian melaporkan kejadian tersebut kepada Ombudsman. Temuan ini menjadi perhatian serius mengingat dampaknya terhadap akses pendidikan yang berkeadilan.
Penyelidikan Ombudsman menemukan bukti kuat bahwa pungutan tersebut melanggar Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, yang secara tegas melarang komite sekolah melakukan pungutan kepada peserta didik maupun orang tua murid. Selain itu, sekolah-sekolah tersebut juga mengabaikan Surat Edaran Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 14/2023 dan Surat Edaran Gubernur Kaltim Nomor 400.3.1/775/2024 yang melarang pungutan wajib untuk kegiatan wisuda atau perpisahan.
Temuan Ombudsman dan Rekomendasi Perbaikan
Ombudsman Kaltim telah menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim pada 30 April 2025, yang diterima langsung oleh Wakil Gubernur Seno Aji. Laporan tersebut merupakan hasil Investigasi Atas Prakarsa Sendiri (IAPS) yang dilakukan oleh Ombudsman. Dalam LHP tersebut, Ombudsman memaparkan temuan, analisis, dan rekomendasi perbaikan yang perlu dilakukan.
Sebagai tindak lanjut, Ombudsman Kaltim merekomendasikan beberapa langkah korektif. Salah satunya adalah inisiatif dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kaltim untuk mengusulkan draf Peraturan Daerah (Perda) Kaltim tentang larangan pungutan di SMA/SMK, mengacu pada Pasal 55 ayat (3) Perda Kaltim Nomor 16/2016 tentang Penyelenggaraan Pendidikan. Langkah ini diharapkan dapat memberikan payung hukum yang lebih kuat dalam mencegah praktik pungutan liar di sekolah.
Selain itu, Ombudsman juga mendorong Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kaltim untuk menerbitkan surat edaran dan menyediakan kanal pengaduan khusus terkait keluhan atau keberatan mengenai biaya pelepasan, perpisahan, atau wisuda. Kanal pengaduan ini diharapkan dapat diakses setiap Januari setiap tahunnya untuk mencegah permasalahan serupa terulang di masa mendatang. Langkah preventif ini dinilai penting untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana pendidikan.
Mulyadin menambahkan, "Kami mengapresiasi sejumlah program pengembangan pendidikan yang dijalankan Pemprov Kaltim. Namun, pengawasan ketat terhadap praktik penggalangan dana di sekolah sangat penting untuk mencegah kerugian masyarakat." Pernyataan ini menekankan pentingnya keseimbangan antara pengembangan pendidikan dan pengawasan yang efektif untuk memastikan pendidikan yang berkualitas dan terjangkau bagi seluruh masyarakat Kaltim.
Langkah Preventif dan Pengawasan yang Lebih Ketat
Ombudsman Kaltim menyoroti pentingnya pengawasan yang lebih ketat terhadap praktik penggalangan dana di sekolah-sekolah negeri di Kaltim. Temuan dugaan malaadministrasi di 10 SMA/SMK ini menjadi bukti perlunya langkah-langkah preventif yang lebih efektif. Penerbitan surat edaran dan penyediaan kanal pengaduan merupakan langkah awal yang penting, namun perlu dibarengi dengan sosialisasi dan edukasi yang intensif kepada pihak sekolah dan orang tua murid.
Transparansi dalam pengelolaan dana sekolah juga menjadi hal yang krusial. Mekanisme yang jelas dan akuntabel perlu diterapkan untuk memastikan bahwa setiap pungutan dilakukan sesuai dengan aturan dan dipergunakan untuk kepentingan pendidikan siswa. Dengan demikian, diharapkan tidak ada lagi praktik pungutan yang merugikan masyarakat dan menghambat akses pendidikan yang berkeadilan.
Ke depannya, peran serta seluruh pemangku kepentingan, termasuk pemerintah daerah, sekolah, komite sekolah, dan orang tua murid, sangat penting dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang bebas dari praktik-praktik pungutan liar. Kerja sama dan pengawasan yang ketat akan menjadi kunci keberhasilan dalam mewujudkan pendidikan yang berkualitas dan terjangkau bagi semua.