Eksportir RI Diimbau Perketat Penggunaan Pewarna Buatan Jelang Pelarangan di AS
ITPC Chicago mengimbau eksportir Indonesia untuk segera beralih ke pewarna alami menyusul rencana pelarangan delapan pewarna sintetis di AS pada akhir 2026.

Jakarta, 7 Mei 2024 - Indonesia Trade Promotion Center (ITPC) Chicago memberikan imbauan penting kepada para eksportir Indonesia terkait rencana pemerintah Amerika Serikat (AS) untuk melarang penggunaan delapan jenis pewarna sintetis dalam produk makanan, minuman, dan farmasi. Kebijakan ini dijadwalkan berlaku efektif pada akhir tahun 2026, dan berpotensi berdampak signifikan terhadap ekspor produk Indonesia ke AS.
Pelarangan tersebut didorong oleh hasil penelitian yang mengaitkan pewarna sintetis dengan berbagai masalah kesehatan, seperti hiperaktivitas, diabetes, dan kanker. Meskipun beberapa peneliti masih memperdebatkan bukti kausalitas yang pasti, langkah pemerintah AS ini tetap perlu diantisipasi oleh para eksportir Indonesia. Hal ini disampaikan langsung oleh Kepala ITPC Chicago, Dhonny Yudho Kusuma, dalam keterangan pers di Jakarta.
Imbauan ini bukan hanya sekedar peringatan, tetapi juga sebuah langkah proaktif untuk menjaga daya saing produk Indonesia di pasar AS. Dengan adanya pelarangan ini, eksportir harus segera melakukan penyesuaian agar produk mereka tetap dapat diterima dan dipasarkan di Negeri Paman Sam. Kegagalan beradaptasi dapat mengakibatkan penurunan signifikan dalam nilai ekspor dan kerugian ekonomi bagi Indonesia.
Antisipasi Pelarangan Pewarna Sintetis di AS
Dhonny Yudho Kusuma menekankan perlunya eksportir Indonesia untuk segera mempersiapkan diri menghadapi kebijakan baru ini. 'Pelarangan ini menambah daftar hambatan dalam memasuki pasar AS, selain peningkatan tarif impor,' ujarnya. Ia menyarankan peralihan ke pewarna alami sebagai solusi jangka panjang. Namun, peralihan ini memerlukan perencanaan yang matang dan investasi yang cukup besar.
Peralihan ke pewarna alami memang memiliki tantangan tersendiri. Pewarna alami cenderung lebih mahal dan membutuhkan jumlah yang lebih banyak untuk menghasilkan warna yang sama terang dengan pewarna sintetis. Hal ini tentu akan meningkatkan biaya produksi dan berpotensi mempengaruhi harga jual produk di pasaran. Oleh karena itu, diperlukan strategi yang tepat agar tetap mampu bersaing dengan produk dari negara lain.
Selain itu, eksportir juga perlu memahami secara detail jenis pewarna sintetis yang dilarang. Delapan pewarna sintetis yang akan dilarang meliputi Red Dye No. 40, Yellow Dye No. 5, Yellow Dye No. 6, Blue Dye No. 1, Blue Dye No. 2, Green Dye No. 3, Citrus Red No. 2, dan Orange B. FDA juga telah mengumumkan rencana untuk melarang Red Dye No. 3 pada akhir 2026, lebih cepat dari perkiraan sebelumnya.
Meskipun asosiasi industri AS telah mengajukan proposal kepatuhan sukarela, langkah antisipasi dari eksportir Indonesia tetap sangat penting. Kecepatan adaptasi akan menentukan keberhasilan eksportir Indonesia dalam mempertahankan pangsa pasarnya di AS.
Alternatif Pewarna Alami dan Tantangannya
Sebagai solusi alternatif, FDA berencana untuk mengeluarkan izin penggunaan empat pewarna alami dalam beberapa minggu mendatang. Keempat pewarna alami tersebut adalah calcium phosphate, galdieria extract blue, gardenia blue, dan butterfly pea flower extract. Izin ini diharapkan dapat memfasilitasi transisi ke alternatif bahan yang lebih aman dan ramah lingkungan.
Namun, perlu diingat bahwa penggunaan pewarna alami juga memiliki tantangan tersendiri. Selain perbedaan harga dan jumlah yang dibutuhkan, eksportir juga perlu memperhatikan aspek kualitas dan konsistensi warna yang dihasilkan oleh pewarna alami. Hal ini membutuhkan riset dan pengembangan yang intensif untuk memastikan kualitas produk tetap terjaga.
ITPC Chicago siap memberikan dukungan dan informasi lebih lanjut kepada para eksportir Indonesia yang membutuhkan bantuan dalam menghadapi perubahan regulasi ini. Konsultasi dan pelatihan terkait penggunaan pewarna alami dan strategi pemasaran yang tepat sangat penting untuk dilakukan.
Kesimpulannya, rencana pelarangan pewarna sintetis di AS merupakan tantangan sekaligus peluang bagi eksportir Indonesia. Dengan antisipasi yang tepat dan strategi yang matang, eksportir Indonesia dapat tetap bersaing dan mempertahankan pangsa pasarnya di AS, bahkan mungkin membuka peluang baru dengan menawarkan produk yang lebih sehat dan ramah lingkungan.