Fakta Unik: Hanya 6 dari 484 Napi Narkoba Lapas Padang yang Terima Amnesti Presiden Prabowo
Enam narapidana kasus narkoba di Lapas Padang dibebaskan setelah menerima amnesti Presiden Prabowo Subianto, menyoroti seleksi ketat dan perilaku baik.

Enam narapidana di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II A Padang, Sumatera Barat, resmi menghirup udara bebas pada Minggu (03/8). Pembebasan ini terjadi setelah mereka menerima amnesti langsung dari Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto. Kebijakan ini menjadi bagian penting dari program pemulihan keadilan dan rekonsiliasi nasional yang dicanangkan pemerintah.
Kepala Lapas Padang, Junaidi Rison, mengonfirmasi bahwa keenam narapidana tersebut adalah kasus penyalahgunaan narkoba. Mereka dibebaskan setelah melalui proses seleksi yang sangat ketat. Proses ini membuktikan bahwa amnesti Presiden tidak diberikan secara sembarangan.
Amnesti ini diberikan kepada narapidana yang berstatus penyalahguna sesuai Pasal 127 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Mereka bukan kurir atau bandar narkoba. Keenam narapidana ini memiliki masa hukuman rata-rata dua tahun lebih, dengan paling rendah satu tahun delapan bulan.
Proses Seleksi Ketat di Balik Pemberian Amnesti Presiden
Pemberian amnesti Presiden kepada enam narapidana di Lapas Padang bukanlah tanpa alasan. Prosesnya melibatkan seleksi yang panjang dan ketat, dimulai sejak akhir tahun 2024. Kepala Sub Seksi Registrasi Lapas Padang, Elika, menjelaskan bahwa awalnya ada 484 nama narapidana yang diusulkan untuk amnesti. Namun, dari ratusan nama tersebut, hanya enam yang akhirnya disetujui, menunjukkan betapa selektifnya proses ini.
Kriteria utama bagi narapidana yang berhak memperoleh amnesti adalah status mereka sebagai penyalahguna narkoba. Hal ini ditegaskan oleh Junaidi Rison, yang menyatakan bahwa amnesti tidak berlaku bagi kurir atau bandar. Selain itu, narapidana harus memenuhi syarat administratif dan substantif, termasuk menunjukkan perilaku baik selama masa pembinaan. Mereka juga tidak boleh terlibat dalam kasus-kasus yang dikecualikan oleh ketentuan hukum.
Proses pengajuan nama dimulai dari verifikasi di tingkat Lapas untuk memastikan kesesuaian kriteria. Draft nama kemudian dikirimkan ke Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM, lalu diteruskan ke Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. Verifikasi akhir dilakukan di tingkat pusat, dengan menyertakan pertimbangan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan nasihat tertulis dari Mahkamah Agung Republik Indonesia. Ini menjamin bahwa setiap pemberian amnesti telah melalui kajian mendalam dari berbagai pihak berwenang.
Tujuan dan Dampak Amnesti Presiden bagi Warga Binaan
Kepala Lapas Padang, Junaidi Rison, berharap pemberian amnesti ini dapat memotivasi warga binaan untuk terus memperbaiki diri. Kebijakan ini diharapkan mendorong mereka agar kembali menjadi bagian produktif di tengah masyarakat. Ia menyambut baik langkah ini sebagai bentuk perhatian negara terhadap proses reintegrasi sosial narapidana. Ini juga menjadi dorongan bagi narapidana lain untuk berkelakuan baik selama menjalani masa pidana.
Program amnesti Presiden ini juga memiliki tujuan yang lebih luas. Salah satunya adalah mengurangi kelebihan kapasitas yang dialami oleh seluruh lembaga pemasyarakatan di Indonesia. Overkapasitas lapas telah menjadi masalah kronis yang memerlukan solusi komprehensif. Dengan adanya amnesti, diharapkan beban lapas dapat sedikit berkurang, menciptakan lingkungan pembinaan yang lebih manusiawi.
Selain itu, amnesti ini memperkuat pendekatan kemanusiaan dalam sistem pemasyarakatan Indonesia. Ini menunjukkan bahwa negara tidak hanya berfokus pada hukuman, tetapi juga pada aspek rehabilitasi dan reintegrasi. Kebijakan ini mencerminkan upaya pemerintah untuk memberikan kesempatan kedua bagi mereka yang telah menunjukkan komitmen untuk berubah. Narapidana yang dibebaskan dapat kembali ke keluarga mereka dengan senyum, memulai babak baru dalam hidup mereka.