Gorontalo Darurat Kekerasan Seksual: Jejak Puan Desak Percepatan Proses Hukum
Jejak Puan menyatakan Gorontalo darurat kekerasan seksual, mendesak Polda Gorontalo dan Mendikbudristek untuk mengambil tindakan tegas atas meningkatnya kasus kekerasan seksual, termasuk kasus mantan Rektor UNU Gorontalo.

Provinsi Gorontalo dinyatakan dalam kondisi darurat kekerasan seksual oleh Jaringan Aktivis Perempuan dan Anak (Jejak Puan). Pernyataan tersebut disampaikan melalui aksi unjuk rasa damai di depan Markas Polda Gorontalo pada Jumat, 2 Mei 2024. Aksi ini dipicu oleh peningkatan kasus kekerasan seksual yang terus terjadi, bahkan merambah ke lingkungan pendidikan, melibatkan pelaku dari berbagai kalangan, termasuk dosen, guru, mahasiswa, dan bahkan ayah kandung.
Salah satu peserta aksi, Mega Mokoginta, mengungkapkan keprihatinannya atas lambatnya penanganan kasus kekerasan seksual, khususnya kasus yang melibatkan seorang mantan Rektor Universitas Nadhlatul Ulama (UNU) Gorontalo. Kasus ini melibatkan 11 korban tenaga pendidik, namun hingga kini belum ada penetapan tersangka. "Kasus lain sangat cepat pelakunya jadi tersangka, tapi khusus yang pelakunya seorang profesor mengapa penanganannya sangat lambat. Setahun belum ada hasilnya, pelaku tetap bebas beraktivitas di kampus," ungkap Mega.
Jejak Puan dalam aksinya menyerukan beberapa tuntutan penting. Mereka mendesak penegakan hukum yang lebih cepat dan adil bagi pelaku kekerasan seksual, serta perlindungan maksimal bagi korban di setiap tahapan proses hukum, termasuk melibatkan ahli dan psikolog forensik yang independen dan profesional. Ketidaktegasan penegak hukum dalam menangani kasus kekerasan seksual juga menjadi sorotan utama.
Tuntutan Jejak Puan: Percepatan Hukum dan Perlindungan Korban
Dalam tuntutannya, Jejak Puan meminta Polda Gorontalo untuk tidak tebang pilih dalam menangani kasus kekerasan seksual dan mengedepankan integritas dalam proses penyidikan. Mereka juga mendesak agar tidak ada penghentian penyidikan terhadap kasus-kasus kekerasan seksual yang sedang berjalan. Hal ini penting untuk memastikan keadilan bagi para korban dan memberikan efek jera bagi para pelaku.
Selain itu, Jejak Puan juga menyoroti lambannya proses hukum dalam kasus mantan Rektor UNU Gorontalo. Mereka menilai lambannya proses hukum ini menunjukkan adanya ketidakadilan dan impunitas bagi pelaku kekerasan seksual yang memiliki posisi dan kekuasaan. Oleh karena itu, Jejak Puan mendesak agar kasus ini segera diselesaikan dan pelaku diproses sesuai hukum yang berlaku.
Jejak Puan juga meminta agar pemerintah memberikan perlindungan dan pendampingan yang serius kepada korban kekerasan seksual. Mereka mengkritik kurangnya perhatian pemerintah dalam hal ini, dengan alasan minimnya anggaran. Perlindungan dan pendampingan yang memadai sangat penting untuk membantu korban memulihkan diri dan menjalani kehidupan normal kembali.
Desakan Pencabutan Gelar Profesor Pelaku Kekerasan Seksual
Salah satu tuntutan yang cukup berani diajukan Jejak Puan adalah desakan kepada Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) untuk mencabut gelar profesor dari pelaku kekerasan seksual di UNU Gorontalo. Jejak Puan berpendapat bahwa gelar profesor tidak layak disandang oleh seseorang yang telah melakukan tindakan yang melanggar norma kesusilaan dan memanfaatkan relasi kuasa untuk melakukan perbuatan mesum.
Tuntutan ini menunjukkan komitmen Jejak Puan dalam memperjuangkan keadilan dan kesetaraan gender. Mereka menilai bahwa pemberian gelar profesor kepada pelaku kekerasan seksual justru memberikan legitimasi dan perlindungan bagi pelaku, sehingga menghambat proses hukum dan penegakan keadilan.
Dengan adanya tuntutan ini, Jejak Puan berharap agar pemerintah dapat memberikan sanksi yang tegas kepada pelaku kekerasan seksual, terlepas dari status dan jabatannya. Hal ini penting untuk memberikan efek jera dan mencegah terjadinya kasus serupa di masa mendatang.
Jejak Puan berharap agar pemerintah dan aparat penegak hukum dapat merespon tuntutan mereka dengan serius dan mengambil tindakan yang diperlukan untuk mengatasi masalah kekerasan seksual di Gorontalo. Perlindungan korban dan penegakan hukum yang adil menjadi kunci utama dalam upaya memberantas kekerasan seksual di Indonesia.
Meningkatnya kasus kekerasan seksual di Gorontalo menuntut respons cepat dan tepat dari berbagai pihak. Perlu adanya kolaborasi antara pemerintah, aparat penegak hukum, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat luas untuk menciptakan lingkungan yang aman dan melindungi perempuan dan anak dari kekerasan seksual.