Gubernur Jabar Tuntut Tindakan Tegas untuk Kades Klapanunggal yang Minta THR Rp165 Juta
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mendesak tindakan tegas terhadap Kepala Desa Klapanunggal yang meminta THR Rp165 juta kepada perusahaan, menyebut tindakan tersebut melanggar hukum dan instruksi gubernur.

Kepala Desa Klapanunggal, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Ade Endang Saripudin, tengah menjadi sorotan setelah surat permintaan tunjangan hari raya (THR) senilai Rp165 juta kepada perusahaan di wilayahnya viral di media sosial. Permintaan tersebut ditujukan untuk perangkat desa dan aparatur wilayah dalam rangka menyambut Idul Fitri 1446 Hijriah. Surat tersebut bertanggal 12 Maret 2025 dan menyebutkan sumbangan bersifat tidak mengikat. Permintaan tersebut mencakup berbagai pos anggaran, termasuk bingkisan, uang saku (THR), kain sarung, konsumsi, hingga biaya tak terduga.
Menanggapi hal ini, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menyatakan perlunya tindakan tegas terhadap Kades Klapanunggal. Beliau menganalogikan kasus ini dengan kasus preman di Bekasi yang ditindak tegas oleh pihak kepolisian. Menurut Gubernur, permintaan THR tersebut merupakan bentuk gratifikasi dan melanggar hukum, sehingga pembinaan saja tidak cukup. "'Ya sama dong perlakuan kayak preman di Bekasi, polisinya bertindak. Preman Bekasi ditindak kan? Ditahan kan? Masa kepala desa enggak, kan sudah tahu ada instruksi, kan dia melakukan sebuah perbuatan meminta untuk digratifikasi. Itu masuk melanggar hukum, jadi tidak cukup hanya pembinaan harus ada tindakan tegas,' ujar dia di Bandung, Minggu (30/3) malam."
Gubernur juga menekankan bahwa permintaan maaf dari Kades Klapanunggal tidak cukup untuk menyelesaikan masalah ini. Beliau berpendapat bahwa tindakan tegas diperlukan untuk memberikan efek jera dan mencegah kejadian serupa di masa mendatang. Lebih lanjut, Gubernur menilai tindakan Kades Klapanunggal telah melanggar instruksi gubernur dan kesalahan tersebut tidak bisa diampuni. "'Dari sisi otoritas kewenangan, SK kepala desa itu dari bupati maka bupati harus punya tanggung jawab terhadap pembinaan kepala desa, itu dari sisi aspek kewenangan. Tetapi dari sisi aspek kepala desa abai terhadap instruksi gubernur itu kesalahan yang tidak bisa diampuni,' katanya,"
Tanggapan Gubernur dan Pihak Terkait
Gubernur Dedi Mulyadi menegaskan bahwa kewenangan pembinaan kepala desa berada di tangan Bupati Bogor. Namun, pelanggaran terhadap instruksi gubernur merupakan kesalahan yang serius dan tidak dapat ditoleransi. Pernyataan Gubernur ini menunjukkan keseriusan pemerintah daerah dalam menangani kasus ini dan memberikan pesan kuat tentang pentingnya integritas dan kepatuhan terhadap aturan bagi para pemimpin desa.
Sementara itu, Kades Klapanunggal, Ade Endang Saripudin, telah menyampaikan permintaan maaf melalui akun resmi Pemerintah Kabupaten Bogor. Ia menyatakan bahwa surat permintaan THR tersebut hanya berupa imbauan dan meminta para pengusaha untuk mengabaikan surat tersebut. Ia juga berjanji untuk menarik kembali surat yang telah beredar. "'Saya mengaku salah dan memohon maaf kepada para pihak yang merasa kurang berkenan,' ujar Ade dalam video yang dibagikan pada Sabtu (29/3)." Namun, permintaan maaf tersebut tampaknya tidak cukup meredakan kecaman publik dan tuntutan akan tindakan tegas dari pemerintah.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena menyangkut etika dan integritas seorang pemimpin desa. Permintaan THR yang dinilai berlebihan dan melanggar aturan menimbulkan pertanyaan tentang pengawasan dan akuntabilitas pemerintahan desa. Publik berharap agar kasus ini ditindaklanjuti secara transparan dan adil, sehingga dapat memberikan efek jera dan mencegah terjadinya praktik serupa di masa mendatang.
Detail Permintaan THR dan Anggaran Halalbihalal
Surat permintaan THR yang viral tersebut mencantumkan rincian anggaran yang cukup detail. Selain permintaan THR sebesar Rp100 juta, terdapat juga anggaran untuk bingkisan (Rp30 juta), kain sarung (Rp20 juta), konsumsi (Rp5 juta), penceramah (Rp1,5 juta), pembaca ayat suci Al-Quran (Rp1,5 juta), sewa sistem tata suara (Rp2 juta), dan biaya tak terduga (Rp5 juta). Total anggaran yang diminta mencapai Rp165 juta.
Rincian anggaran ini menunjukkan bahwa permintaan THR tersebut tidak hanya ditujukan untuk perangkat desa, tetapi juga untuk kegiatan halalbihalal yang akan diselenggarakan di Kantor Desa Klapanunggal. Hal ini semakin memperkuat dugaan bahwa permintaan tersebut telah melampaui batas kewajaran dan melanggar aturan yang berlaku.
Kejadian ini menimbulkan pertanyaan tentang transparansi pengelolaan keuangan desa dan pengawasan terhadap penggunaan anggaran desa. Publik berharap agar pemerintah daerah dapat melakukan investigasi lebih lanjut untuk memastikan bahwa penggunaan anggaran desa sesuai dengan aturan dan peruntukannya.
Kejadian ini menjadi pelajaran penting bagi seluruh kepala desa di Indonesia untuk senantiasa berhati-hati dan taat pada aturan dalam menjalankan tugas dan kewenangannya. Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan desa sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik dan mencegah terjadinya praktik korupsi.
Kesimpulan
Kasus permintaan THR oleh Kades Klapanunggal ini menyoroti pentingnya penegakan hukum dan integritas dalam pemerintahan desa. Tindakan tegas dari pemerintah daerah diharapkan dapat memberikan efek jera dan mencegah praktik serupa di masa mendatang. Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan desa juga perlu terus ditingkatkan untuk menjaga kepercayaan publik.