Hakim Kasus Suap Vonis Bebas Ronald Tannur Minta Jalani Hukuman di Daerah
Dua hakim nonaktif PN Surabaya yang terlibat kasus suap vonis bebas Ronald Tannur, Erintuah Damanik dan Mangapul, memohon menjalani hukuman di Lapas Semarang dan Medan karena alasan kesehatan dan keluarga.

Jakarta, 2 Mei 2024 (ANTARA) - Kasus suap yang menjerat tiga hakim nonaktif Pengadilan Negeri (PN) Surabaya terkait vonis bebas terpidana pembunuhan Ronald Tannur pada tahun 2024 memasuki babak baru. Dua dari tiga hakim tersebut, Erintuah Damanik dan Mangapul, mengajukan permohonan khusus terkait tempat menjalani hukuman jika nantinya terbukti bersalah. Permohonan ini disampaikan dalam sidang pembacaan replik di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (2/5).
Erintuah Damanik, dalam pernyataannya, meminta untuk menjalani masa hukuman di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kedungpane, Semarang, Jawa Tengah. Sementara itu, Mangapul, melalui kuasa hukumnya Philipus Sitepu, memohon agar ditempatkan di Lapas Kelas I Medan, Sumatera Utara. Alasannya, ia ingin dekat dengan keluarga dan membutuhkan perhatian khusus karena kondisi kesehatannya.
Permohonan ini diajukan setelah sebelumnya ketiga hakim nonaktif tersebut dituntut dengan hukuman penjara yang berbeda. Erintuah Damanik dan Mangapul dituntut 9 tahun penjara, sedangkan Heru Hanindyo dituntut 12 tahun penjara. Selain hukuman penjara, mereka juga dituntut membayar denda Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan. Ketiga hakim didakwa melanggar Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 12B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Permohonan Ringan dan Status Justice Collaborator
Dalam sidang tersebut, baik Erintuah maupun Mangapul, melalui penasihat hukum masing-masing, juga memohon keringanan hukuman. Mereka beralasan telah mengakui kesalahan dan bersedia menjadi saksi pelaku yang bekerja sama (justice collaborator/JC). Selain itu, keduanya telah mengembalikan uang suap yang diterima. "Kedua terdakwa juga meminta maaf atas segala perbuatannya yang mencoreng tubuh institusi Mahkamah Agung," ujar penasihat hukum mereka.
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menyatakan akan mempertimbangkan permohonan tersebut dan akan memutuskannya setelah vonis dijatuhkan pada Kamis (8/5). Keputusan terkait tempat menjalani hukuman dan keringanan hukuman akan menjadi bagian penting dari vonis yang akan dibacakan.
Permohonan untuk menjalani hukuman di daerah ini menimbulkan pertanyaan mengenai pertimbangan hukum dan prosedural yang akan dipertimbangkan majelis hakim. Apakah pertimbangan kesehatan dan kedekatan keluarga akan menjadi faktor penentu dalam menentukan lokasi penahanan? Jawabannya akan diketahui setelah putusan pengadilan dibacakan.
Kronologi Kasus Suap dan Gratifikasi
Kasus ini bermula dari dugaan suap dan gratifikasi yang diterima oleh tiga hakim nonaktif PN Surabaya terkait pemberian vonis bebas kepada terpidana pembunuhan Ronald Tannur pada tahun 2024. Ketiga hakim tersebut didakwa menerima suap sebesar Rp4,67 miliar, yang terdiri dari Rp1 miliar dan 308 ribu dolar Singapura (sekitar Rp3,67 miliar dengan kurs Rp11.900).
Selain suap, mereka juga diduga menerima gratifikasi berupa uang dalam berbagai mata uang asing, termasuk dolar Singapura, ringgit Malaysia, yen Jepang, euro, dan riyal Saudi. Perbuatan para terdakwa ini diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf c atau Pasal 6 ayat (2) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 12 B jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kasus ini menyoroti pentingnya integritas dan transparansi di lingkungan peradilan. Publik menantikan putusan pengadilan dan berharap proses hukum berjalan adil dan transparan.
Sidang putusan yang akan digelar pada Kamis mendatang akan menjadi momen krusial untuk melihat bagaimana pengadilan mempertimbangkan permohonan para terdakwa dan menjatuhkan vonis yang sesuai dengan hukum yang berlaku. Publik berharap putusan ini dapat memberikan efek jera dan mencegah terulangnya kasus serupa di masa mendatang.
Kesimpulan
Kasus suap hakim PN Surabaya ini menjadi sorotan publik dan menimbulkan kekhawatiran terhadap integritas sistem peradilan. Permohonan para terdakwa untuk menjalani hukuman di daerah dan permohonan keringanan hukuman akan dipertimbangkan oleh majelis hakim sebelum putusan final dibacakan.