Hakim Nonaktif Kasus Ronald Tannur Kritik JPU: Pengajuan JC Tak Diperhatikan
Hakim nonaktif PN Surabaya, Erintuah Damanik, menilai Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengabaikan pengajuan status Justice Collaborator (JC) dalam kasus suap vonis bebas Ronald Tannur, sehingga dituntut hukuman berat.

Jakarta, 29 April 2024 - Sidang pembacaan pleidoi kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait vonis bebas terpidana pembunuhan Ronald Tannur memasuki babak baru. Erintuah Damanik, salah satu hakim nonaktif Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang terlibat, mengungkapkan kekecewaannya terhadap Jaksa Penuntut Umum (JPU). Ia menilai JPU tidak mengapresiasi pengajuan status saksi pelaku yang bekerja sama (justice collaborator/JC) yang diajukan dirinya dan terdakwa Mangapul. Kasus ini melibatkan suap senilai Rp4,67 miliar yang diduga diterima oleh tiga hakim nonaktif PN Surabaya.
Dalam nota pembelaannya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa, Erintuah menyatakan, "Pengajuan JC itu tidak dipertimbangkan JPU dalam surat tuntutan, kecuali di bagian hal meringankan. Terbukti dengan menuntut saya dengan tuntutan pidana yang sangat berat." Tuntutan tersebut berupa pidana penjara selama 9 tahun dan denda Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan. Ia dan Mangapul dituntut hukuman serupa, sementara Heru Hanindyo, hakim nonaktif lainnya, dituntut 12 tahun penjara dengan denda yang sama.
Pernyataan Erintuah ini menjadi sorotan karena menyoroti proses hukum yang dianggapnya tidak adil. Ia merasa pengajuan JC, yang bertujuan untuk mengungkap seluruh fakta kasus, diabaikan oleh JPU. Hal ini berdampak pada tuntutan pidana yang dianggapnya berat, mengingat ia telah bersedia bekerja sama dengan pihak berwenang.
Kronologi dan Pertimbangan Hakim
Mangapul, terdakwa lain dalam kasus ini, menambahkan bahwa minimnya bukti dalam perkara tersebut disebabkan oleh penasihat hukum Ronald Tannur, Lisa Rachmat, yang dianggap memberikan keterangan yang berubah-ubah dan mengingkari perbuatannya. Heru Hanindyo, terdakwa lainnya, juga tidak mengakui perbuatannya menerima uang yang dibagikan di ruang kerja Mangapul, dengan alasan yang dinilai tidak masuk akal.
Mangapul menjelaskan, "Keterangan semua saksi yang diajukan JPU di persidangan pun tidak ada yang mengarah kepada perbuatan saya, sehingga diperlukan keterangan justice collaborator untuk mengungkap kasus itu." Ia juga mengungkapkan bahwa pengajuan JC telah dilakukan sejak tahap penyidikan, namun baru di tahap penuntutan dan persidangan JPU menghubungi penasihat hukumnya untuk mengurus hal tersebut.
Lebih lanjut, Mangapul menyatakan bahwa JPU meminta dirinya dan Mangapul untuk mengakui perbuatan mereka dan menjelaskan fakta terkait keterlibatan Heru, Lisa, Erintuah, dan Mangapul sendiri. Mereka pun mengakui menerima uang dari Lisa dan telah membagi-bagikannya kepada majelis hakim yang menangani kasus Ronald Tannur.
Pengakuan dan Tuntutan
Meskipun telah mengakui menerima dan membagikan uang tersebut, Mangapul menegaskan bahwa hal itu tidak mempengaruhi keputusan majelis hakim untuk membebaskan Ronald Tannur. "Meskipun sesungguhnya uang itu tidak berpengaruh kepada musyawarah kami yang sepakat bahwa Ronald Tanur tidak terbukti melakukan tindak pidana yang didakwakan dan karenanya membebaskannya dari dakwaan berdasarkan fakta-fakta persidangan," ungkap Mangapul.
Ketiga hakim nonaktif didakwa melanggar Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 12B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Mereka didakwa menerima suap sebesar Rp1 miliar dan 308 ribu dolar Singapura (sekitar Rp3,67 miliar dengan kurs Rp11.900), serta gratifikasi berupa uang dalam berbagai mata uang asing.
Perbuatan para terdakwa juga diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf c atau Pasal 6 ayat (2) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 12 B jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kasus ini menyoroti pentingnya peran justice collaborator dalam mengungkap kasus korupsi dan perlunya pertimbangan yang lebih adil dari JPU terhadap pengajuan status tersebut.