Hakim Tipikor Tolak JC, Dua Hakim Nonaktif Surabaya Divonis 7 Tahun Penjara
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menolak permohonan Justice Collaborator (JC) dua hakim nonaktif PN Surabaya, Erintuah Damanik dan Mangapul, yang kemudian divonis 7 tahun penjara dan denda Rp500 juta.

Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta telah menolak permohonan status justice collaborator (JC) dari dua hakim nonaktif Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Erintuah Damanik dan Mangapul. Vonis ini dijatuhkan pada Kamis, 8 Mei 2024. Kedua hakim terbukti menerima suap dalam kasus korupsi yang melibatkan mereka dan seorang hakim nonaktif lainnya, Heru Hanindyo. Kasus ini menjerat ketiga hakim dengan total suap mencapai miliaran rupiah.
Ketua Majelis Hakim, Teguh Santoso, menjelaskan penolakan JC tersebut didasarkan pada tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menyatakan Erintuah dan Mangapul menerima suap sebesar Rp1 miliar dan 308 ribu dolar Singapura. Hakim berpendapat bahwa JPU telah berhasil mengungkap kasus korupsi secara efektif dan mengungkap pelaku-pelaku lainnya, sehingga permohonan JC dianggap tidak perlu. "JPU dalam tuntutannya tidak menyatakan bahwa terdakwa Erintuah telah memberikan keterangan dan bukti-bukti yang sangat signifikan," tegas Hakim Ketua dalam sidang.
Putusan ini memberikan hukuman penjara selama 7 tahun dan denda Rp500 juta kepada Erintuah dan Mangapul. Jika denda tidak dibayar, hukuman akan diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan JPU yang menuntut hukuman penjara 9 tahun dan denda Rp750 juta. Sementara itu, Heru Hanindyo telah lebih dulu divonis 10 tahun penjara dan denda Rp500 juta dalam sidang terpisah.
Suap Miliaran Rupiah dan Gratifikasi
Ketiga hakim nonaktif, Erintuah, Mangapul, dan Heru, didakwa menerima suap sebesar Rp4,67 miliar. Rinciannya meliputi Rp1 miliar dan 308 ribu dolar Singapura (sekitar Rp3,67 miliar dengan kurs Rp11.900). Selain suap, mereka juga diduga menerima gratifikasi dalam bentuk rupiah dan berbagai mata uang asing, termasuk dolar Singapura, ringgit Malaysia, yen Jepang, euro, dan riyal Saudi.
Dakwaan terhadap ketiga hakim tersebut didasarkan pada Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 12B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Dakwaan tersebut merupakan dakwaan kumulatif pertama alternatif kedua dan dakwaan kumulatif kedua.
Penolakan permohonan JC oleh majelis hakim menunjukkan bahwa proses hukum dalam kasus ini berjalan efektif dan bukti-bukti yang diajukan JPU dinilai cukup kuat untuk membuktikan kesalahan para terdakwa. Putusan ini diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pelaku korupsi di lingkungan peradilan.
Detail Suap dan Gratifikasi:
- Suap: Rp1 miliar dan 308.000 dolar Singapura (sekitar Rp3,67 miliar)
- Gratifikasi: Uang dalam bentuk rupiah dan berbagai mata uang asing (dolar Singapura, ringgit Malaysia, yen Jepang, euro, riyal Saudi)
Dengan putusan ini, proses hukum terhadap ketiga hakim nonaktif telah selesai. Putusan ini juga menjadi penegasan komitmen penegak hukum dalam memberantas korupsi di Indonesia.