Hakim MK Minta Pemohon Uji UU TNI Perjelas Kerugian Konstitusional
Mahkamah Konstitusi meminta pemohon uji UU TNI 2025 memperjelas kerugian konstitusional mereka untuk mendapatkan legal standing dalam sidang pengujian undang-undang tersebut.

Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana pengujian Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) pada Jumat, 9 Mei 2025. Sidang yang beragendakan pemeriksaan pendahuluan ini menyoroti pentingnya pemohon untuk memperjelas kerugian konstitusional yang mereka alami. Hal ini disampaikan oleh Ketua MK, Suhartoyo, dan beberapa hakim konstitusi lainnya. Sidang tersebut membahas beberapa permohonan uji formil dan materil terhadap UU TNI yang baru berlaku sejak 26 Maret 2025.
Para hakim MK menekankan bahwa pemohon, baik yang mengajukan uji formil maupun materil, harus mampu membuktikan adanya kerugian konstitusional yang mereka derita akibat UU TNI. Ketua MK Suhartoyo menjelaskan bahwa MK tidak bisa serta merta memberikan kedudukan hukum kepada pemohon hanya dengan alasan mereka adalah warga negara atau mahasiswa. Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menambahkan bahwa pemohon perlu menyertakan bukti-bukti konkret atas kerugian tersebut, bukan hanya berdasarkan informasi dari media.
Lebih lanjut, Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur menjelaskan bahwa uraian kerugian konstitusional sangat penting karena hal tersebut akan menentukan keyakinan Mahkamah perihal adanya kerugian yang diderita, tidak hanya oleh pemohon, tetapi juga masyarakat luas, akibat berlakunya UU TNI. "Karena ini kalau berhasil itu bukan hanya untuk kepentingan pemohon sendiri, tetapi seluruh rakyat Indonesia," tegas Ridwan. Dengan demikian, jelasnya, argumen pemohon harus kuat dan didukung bukti yang meyakinkan.
Pemohon Diminta Buktikan Partisipasi Bermakna
Dalam konteks pengujian formal, Ketua MK Suhartoyo menjelaskan bahwa pemohon perlu membuktikan partisipasinya dalam proses pembentukan UU TNI. Beliau menekankan pentingnya bukti partisipasi bermakna atau meaningful participation dalam proses legislasi tersebut. Hal ini berarti pemohon harus menunjukkan upaya-upaya yang telah dilakukan untuk ikut serta dalam proses pembentukan UU TNI sebelum mengajukan permohonan ke MK.
Hakim Konstitusi menekankan perlunya bukti konkret yang menunjukkan upaya partisipasi pemohon dalam proses pembentukan UU TNI. Bukti tersebut akan menjadi dasar bagi MK untuk menilai apakah pemohon memiliki kedudukan hukum yang cukup untuk mengajukan permohonan pengujian formal terhadap UU TNI. Tanpa bukti yang memadai, permohonan tersebut berpotensi ditolak.
Suhartoyo menambahkan bahwa meskipun dalam perspektif pengujian formal pemberian legal standing relatif longgar, namun bukan berarti MK akan memberikannya secara serta-merta. Pemohon tetap harus memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku, termasuk menunjukkan adanya kerugian konstitusional yang dialami akibat UU TNI.
Putusan MK sebelumnya juga menjadi acuan dalam hal ini. MK konsisten memberikan kedudukan hukum hanya kepada pihak-pihak yang memiliki keterkaitan langsung dengan undang-undang yang diuji. Oleh karena itu, pemohon perlu mempersiapkan bukti-bukti yang kuat untuk mendukung permohonan mereka.
Norma Pasal Terkait Penempatan Prajurit di Jabatan Sipil Menjadi Sorotan
Selain uji formil, terdapat juga permohonan uji materil terhadap UU TNI. Pemohon uji materil ini menyoroti norma pasal tertentu dalam UU TNI, khususnya yang berkaitan dengan penempatan prajurit TNI di jabatan sipil. Mereka menilai pasal-pasal tersebut berpotensi menimbulkan masalah konstitusional.
Permohonan uji materil ini akan diteliti oleh MK untuk melihat apakah norma pasal yang dipersoalkan tersebut bertentangan dengan konstitusi atau tidak. MK akan mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk dampak dari norma pasal tersebut terhadap hak-hak konstitusional warga negara.
Proses pemeriksaan pendahuluan ini akan menentukan apakah permohonan uji formil dan materil tersebut dapat dilanjutkan ke tahap selanjutnya. MK akan meneliti secara cermat bukti-bukti yang diajukan oleh pemohon untuk memastikan adanya kerugian konstitusional dan legal standing yang cukup.
Sidang pemeriksaan pendahuluan dibagi ke dalam tiga panel, masing-masing terdiri dari tiga hakim konstitusi. Panel-panel tersebut memeriksa berbagai permohonan uji UU TNI yang telah didaftarkan.
Kesimpulan
Sidang pemeriksaan pendahuluan pengujian UU TNI di MK menjadi sorotan karena menekankan pentingnya pemohon untuk memperjelas kerugian konstitusional mereka. Para hakim MK meminta pemohon untuk menyertakan bukti-bukti konkret yang mendukung klaim mereka. Hal ini menunjukkan komitmen MK dalam menjalankan tugas dan wewenangnya untuk melindungi konstitusi dan hak-hak warga negara.