Harga Kakao Nonfermentasi di Sulawesi Tenggara Tembus Rp110.000 per Kg!
Harga kakao nonfermentasi di Sulawesi Tenggara melonjak hingga Rp110.000 per kg, kabar gembira bagi petani kakao di tengah fluktuasi harga komoditas perkebunan lainnya.

Harga biji kakao nonfermentasi di Sulawesi Tenggara (Sultra) mengalami kenaikan signifikan. Kabar baik ini disampaikan langsung oleh Dinas Perkebunan Provinsi Sultra, yang menyebutkan harga jual kakao telah mencapai Rp110.000 per kilogram di sejumlah pusat penjualan hasil bumi di Kota Kendari. Kenaikan ini terjadi pada tahun 2025, sebelumnya harga hanya berkisar Rp100.000 per kilogram. Kenaikan ini dipicu oleh tingginya permintaan pasar dan kadar kekeringan biji kakao di atas 10 persen.
Menurut Plt Sekretaris Dinas Perkebunan dan Hortikultura Sultra, Ihlas Landu, "Kenaikan harga hingga mencapai Rp110.000 per kilogram itu di tingkat petani sejak memasuki tahun 2025, yang sebelumnya hanya berkisar Rp100 ribuan."
Kenaikan harga ini tentu disambut gembira oleh para petani kakao di Sultra. Hal ini memberikan dampak positif terhadap perekonomian petani, terutama di tengah fluktuasi harga komoditas perkebunan lainnya. Namun, perlu diingat bahwa harga jual di tingkat pedagang pengumpul bisa lebih tinggi, mencapai Rp115.000 hingga Rp120.000 per kilogram.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Kakao
Ihlas Landu menjelaskan bahwa fluktuasi harga kakao merupakan hal yang wajar dan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu faktor utama adalah kondisi cuaca. "Jadi naik atau turunnya harga setiap komoditas itu juga tergantung dari kondisi cuaca, artinya bila musim panas, maka harganya tentu akan lebih baik, bila kondisi hujan maka ikut mempengaruhi kadar air sehingga harga juga turun," ujarnya.
Musim hujan yang tidak menentu tidak hanya berdampak pada harga kakao, tetapi juga komoditas perkebunan lainnya seperti cengkih, pala, kemiri, dan lada yang cenderung mengalami penurunan harga. Kualitas kakao juga menjadi faktor penentu harga. Kakao dengan kadar air yang sesuai standar pasar akan dihargai lebih tinggi, sementara kakao dengan kadar air tinggi akan dibeli dengan harga yang jauh lebih rendah, sekitar Rp27.000 hingga Rp28.000 per kilogram.
Asal daerah kakao juga mengalami perubahan. Dahulu, kakao yang mendominasi pasar berasal dari Kabupaten Kolaka dan Kolaka Timur. Namun, saat ini, pasokan kakao sudah merata dari beberapa kabupaten lain di Sultra, seperti Konawe Selatan, Konawe, dan Bombana.
Dampak Kenaikan Harga Kakao
Kenaikan harga kakao hingga Rp110.000 per kilogram berdampak positif bagi perekonomian petani di Sulawesi Tenggara. Pendapatan petani meningkat sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. Hal ini juga dapat mendorong peningkatan produktivitas dan kualitas kakao di masa mendatang.
Pemerintah daerah diharapkan dapat terus mendukung para petani kakao dengan memberikan pelatihan, pendampingan, dan akses pasar yang lebih luas. Dengan demikian, sektor perkebunan kakao di Sultra dapat terus berkembang dan memberikan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian daerah.
Meskipun harga kakao saat ini mengalami kenaikan, para petani tetap perlu waspada terhadap fluktuasi harga yang mungkin terjadi di masa mendatang. Penting bagi petani untuk menerapkan teknik budidaya yang baik dan menjaga kualitas kakao agar tetap kompetitif di pasar.
Ke depan, diharapkan pemerintah dan pihak terkait dapat terus berupaya untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi kakao di Sulawesi Tenggara. Dengan demikian, sektor perkebunan kakao dapat menjadi salah satu sektor andalan perekonomian daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.