Hasil Audit BPKP Kasus Korupsi Gula: Kunci Bebas Tom Lembong?
Penyerahan hasil audit BPKP terkait kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi gula yang melibatkan Tom Lembong dinilai krusial untuk menentukan tanggung jawab hukumnya.

Jakarta, 13 Maret 2024 - Kasus dugaan korupsi impor gula yang menyeret mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong memasuki babak baru. Pusat perhatian kini tertuju pada hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang dinilai krusial dalam menentukan nasib hukum Tom Lembong. Hasil audit ini, menurut pakar hukum keuangan negara, akan menjadi dasar penetapan tanggung jawab atas kerugian negara yang mencapai angka fantastis.
Dian Puji Nugraha Simatupang, pakar hukum keuangan negara dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), menekankan pentingnya penyerahan hasil audit BPKP kepada pihak Tom Lembong. Menurutnya, transparansi dan objektivitas menjadi prinsip utama dalam proses hukum ini. Ketidakjelasan mengenai hasil audit justru akan menimbulkan pertanyaan publik terhadap kualitas dan substansi audit itu sendiri. "Apalagi unsur merugikan keuangan negara merupakan unsur penting dalam tindak pidana korupsi," tegas Dian.
Permintaan akses terhadap hasil audit BPKP ini sebelumnya telah diajukan oleh tim kuasa hukum Tom Lembong dalam sidang pembacaan putusan sela di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Tim kuasa hukum berargumen bahwa akses tersebut merupakan hak terdakwa berdasarkan sejumlah pasal dalam hukum Indonesia, demi memastikan pembelaan yang adil dan berdasar fakta.
Hak Terdakwa dan Transparansi Hukum
Tim kuasa hukum Tom Lembong, yang diwakili oleh Ari Yusuf Amir, menyatakan bahwa penyerahan hasil audit BPKP merupakan hak dasar terdakwa. Mereka mengacu pada beberapa pasal hukum, termasuk Pasal 1 angka 9 KUHAP juncto Pasal 4 Ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Pasal 72 KUHAP. Pasal-pasal tersebut menjamin hak terdakwa dan penasihat hukum untuk mengakses dokumen yang relevan untuk pembelaan.
Ari Yusuf Amir menambahkan, "Ini hak terdakwa yang kami permasalahkan sejak awal sidang. Kami membutuhkan salinan audit BPKP untuk menguji apakah benar ada kerugian negara dan bagaimana perhitungannya." Ia juga menyoroti munculnya hasil audit BPKP setelah penahanan Tom Lembong, menimbulkan pertanyaan mengenai waktu dan proses audit tersebut.
Lebih lanjut, tim hukum mengutip Pasal 39 Ayat (2) UU Nomor 15 Tahun 1966 tentang Badan Pemeriksa Keuangan jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 31 Tahun 2012, yang menegaskan bahwa hasil audit perhitungan keuangan negara harus dibuka kepada terdakwa untuk diuji dalam persidangan.
Putusan Hakim dan Tuduhan Korupsi
Menanggapi permintaan tersebut, Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memerintahkan jaksa penuntut umum untuk menyerahkan salinan audit BPKP kepada pihak Tom Lembong. Hakim Ketua Dennie Arsan Fartika menegaskan hak Tom Lembong untuk mengakses laporan hasil audit kerugian keuangan negara sebagai bahan pembelaan.
"Kami minta di sidang berikutnya penuntut umum menyampaikan laporan hasil audit itu kepada tim penasihat hukum," tegas Hakim Ketua. Keputusan ini menjadi titik penting dalam proses hukum, karena hasil audit BPKP akan menjadi bukti krusial dalam menentukan apakah Tom Lembong terbukti bersalah atau tidak.
Tom Lembong didakwa merugikan negara sebesar Rp578,1 miliar terkait penerbitan surat pengakuan impor gula kristal mentah pada periode 2015-2016 kepada 10 perusahaan tanpa melalui prosedur yang benar. Ia juga dituduh tidak menunjuk BUMN untuk pengendalian stabilisasi harga gula, melainkan koperasi.
Atas perbuatannya, Tom Lembong terancam pidana sesuai Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Proses hukum selanjutnya akan sangat bergantung pada hasil audit BPKP. Transparansi dan akses terhadap informasi menjadi kunci untuk memastikan keadilan dan kepercayaan publik terhadap sistem peradilan di Indonesia.