Imigrasi Jakbar Deportasi Empat WNA Pakistan: Modus Investasi Fiktif dan Penipuan Visa
Kantor Imigrasi Jakarta Barat mendeportasi empat warga negara Pakistan karena memberikan informasi palsu terkait izin tinggal, termasuk dugaan investasi fiktif dan penipuan visa.

Jakarta, 5 Mei 2024 - Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Non TPI Jakarta Barat baru-baru ini mendeportasi empat warga negara asing (WNA) asal Pakistan. Keempat WNA tersebut, IHB, UAB, IH, dan AQ, terbukti memberikan informasi palsu dalam proses pengajuan izin tinggal di Indonesia. Penindakan tegas ini dilakukan setelah petugas imigrasi melakukan patroli rutin di wilayah Tamansari, Jakarta Barat pada Rabu, 23 April 2024.
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Imigrasi DKI Jakarta, Arief Munandar, menjelaskan kronologi penangkapan tersebut dalam jumpa pers di Jakarta. Tiga WNA (IHB, UAB, dan IH) diketahui menggunakan izin tinggal terbatas investor (KITAS) dengan kategori penanaman modal asing (PMA) E28A. Namun, investigasi mendalam mengungkap fakta mengejutkan: perusahaan yang menjadi sponsor mereka diduga fiktif.
Lebih mengejutkan lagi, "Bahkan, mereka tidak mengetahui perusahaan yang menjadi sponsor izin tinggalnya," ungkap Arief. Ketiga WNA tersebut juga terdeteksi tinggal di alamat yang berbeda dari yang tercantum dalam dokumen keimigrasian mereka. Sementara itu, WNA lainnya, AQ, mengaku masuk ke Indonesia bukan untuk berinvestasi, melainkan untuk mengumpulkan cap paspor guna mempermudah perjalanan ke Eropa. Tindakan AQ ini diduga melanggar Pasal 123 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
Modus Operandi Para WNA
Kepala Bidang Intelijen dan Penindakan Keimigrasian Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Non TPI Jakarta Barat, Yoga Kharisma Suhud, memberikan detail lebih lanjut. Tiga WNA (IHB, UAB, dan IH) telah berada di Indonesia selama dua bulan, sementara AQ telah berada di Indonesia sejak Februari 2024 dengan aktivitas yang tidak jelas. Investasi yang diklaim para WNA, terkait pakaian dan emas, ternyata juga fiktif. Mereka mengaku tidak mengetahui sponsor dan penjamin investasi tersebut.
Suhud menambahkan, "Kami temukan di tahun 2024 ini memang banyak macam modusnya, ada yang mau minta cap untuk izin ke negara yang mereka tuju, padahal saat diselidiki, mereka tak jelas (tujuan tinggalnya)." Kasus ini mengungkap kecenderungan baru dalam penipuan visa dan eksploitasi sistem izin tinggal di Indonesia.
Modus operandi yang digunakan para WNA ini terbilang canggih dan perlu diwaspadai. Mereka memanfaatkan celah sistem dengan menggunakan dokumen palsu dan memberikan informasi yang tidak benar. Hal ini menunjukkan pentingnya pengawasan yang ketat dan peningkatan sistem verifikasi data keimigrasian.
Sanksi dan Harapan Ke Depan
Atas pelanggaran tersebut, keempat WNA dikenakan sanksi administratif keimigrasian berupa penahanan dan proses penegakan hukum keimigrasian. Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Non TPI Jakarta Barat, Nur Raisha Pujiastuti, berharap kasus ini dapat meningkatkan kewaspadaan dan efektivitas pengawasan keimigrasian di Jakarta Barat.
"Semoga hasil ini menjadi pemicu bagi seluruh jajaran petugas imigrasi untuk semakin optimal dalam mengawasi dan menegakkan aturan keimigrasian," imbuhnya. Kasus ini menjadi pengingat pentingnya memperketat pengawasan dan meningkatkan sistem verifikasi untuk mencegah praktik penipuan serupa di masa mendatang. Peningkatan kolaborasi antar instansi terkait juga diperlukan untuk mengatasi masalah ini secara komprehensif.
Kejadian ini juga menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam proses pengajuan izin tinggal. Pemerintah perlu melakukan evaluasi dan perbaikan sistem untuk mencegah penyalahgunaan izin tinggal oleh WNA yang bertujuan melanggar hukum.