Indonesia Kejar Target Imunisasi: Angka Zero Dose Capai Hampir Satu Juta
Kementerian Kesehatan RI berupaya mengejar target imunisasi nasional di tengah peningkatan angka zero dose yang hampir mencapai satu juta anak, demi melindungi generasi penerus dan meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) tengah berupaya keras mengatasi peningkatan angka anak yang belum pernah mendapatkan imunisasi, atau yang dikenal sebagai zero dose. Data terbaru menunjukkan jumlahnya hampir mencapai satu juta anak, meningkat dari sebelumnya. Upaya ini dilakukan untuk mengejar target cakupan imunisasi ideal dan melindungi kesehatan anak Indonesia.
Direktur Imunisasi Kemenkes RI, Prima Yosephine, mengungkapkan keprihatinannya terkait lonjakan angka zero dose. Menurutnya, hal ini menjadi perhatian serius yang membutuhkan penanganan bersama. "Kita coba melakukan bulan imunisasi anak nasional tahun 2022. Memang kita bisa menekan angka zero dose kita. Dari 1 juta lebih kita turunkan enam ratusan di tahun 2023. Tetapi sayang tahun 2023 dan 2024 kemarin cakupan kita juga gak bagus-bagus amat," ungkap Prima Yosephine dalam sebuah siaran pers.
Pekan Imunisasi Dunia 2025 mengusung tema "Immunization for All is Humanly Possible", sementara tema nasionalnya adalah "Ayo Lengkapi Imunisasi, Generasi Sehat Menuju Indonesia Emas". Tema ini menekankan pentingnya imunisasi untuk mencapai pembangunan manusia yang berkelanjutan dan mewujudkan Indonesia Emas.
Upaya Pencapaian Target Imunisasi Nasional
Kemenkes RI menyadari pentingnya imunisasi dalam meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Imunisasi terbukti berkontribusi besar dalam menurunkan angka kematian bayi dan meningkatkan harapan hidup. Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2022 menempatkan Indonesia di peringkat ketujuh dunia dengan jumlah anak yang belum pernah diimunisasi. Oleh karena itu, upaya percepatan imunisasi menjadi sangat krusial.
Salah satu strategi yang dijalankan adalah pendekatan personal dan empatik kepada orang tua. Tenaga kesehatan didorong untuk memberikan edukasi dan informasi yang mudah dipahami. Pemberian nomor kontak untuk konsultasi terkait Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) juga menjadi bagian dari strategi ini. "Jika anak mengalami KIPI seperti demam, orang tua atau wali dapat langsung berkonsultasi," jelas Prima Yosephine.
Komunikasi yang efektif juga menjadi kunci. Prima Yosephine memberikan contoh pendekatan dengan mengaitkan imunisasi dengan pajak. "Berat kan ya bayar pajak, semua-semua dipajakin. Kita duduk di restoran, makan, bayar pajak. Naik motor, sepanjang motor itu masih di tangan kita, kita bayar pajak. PBB bayar. Nah tau gak pajaknya untuk apa? Uangnya, pajak itu dikumpulkan salah satunya untuk beli vaksin," jelasnya. Dengan demikian, orang tua diajak untuk menyadari manfaat imunisasi yang didanai dari pajak yang mereka bayarkan.
Mitos Vaksin Gratis dan Kualitasnya
Prima Yosephine juga meluruskan kesalahpahaman mengenai vaksin gratis. Ia menegaskan bahwa vaksin gratis bukan berarti berkualitas rendah. "Vaksin yang gratis, bukan berarti kualitas produknya abal-abal atau rendah, melainkan karena dibeli oleh uang rakyat. Produk-produk yang diberikan, sama kualitasnya dengan yang diberikan di fasilitas swasta, aman, dan sudah ada izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)," tegasnya.
Dengan demikian, Kemenkes RI berharap agar masyarakat tidak ragu untuk memanfaatkan program imunisasi gratis yang disediakan pemerintah. Program ini bertujuan untuk melindungi anak-anak Indonesia dari berbagai penyakit yang dapat dicegah melalui imunisasi, serta berkontribusi pada peningkatan IPM dan terwujudnya generasi sehat menuju Indonesia Emas.
Strategi komunikasi yang tepat dan edukasi yang berkelanjutan kepada masyarakat sangat penting untuk mencapai target imunisasi nasional. Kolaborasi antara pemerintah, tenaga kesehatan, dan masyarakat sangat dibutuhkan untuk memastikan setiap anak mendapatkan haknya untuk hidup sehat dan terlindungi.