Investor Brasil Garap Peternakan Sapi 10 Ribu Hektare di NTT, Dorong Ketahanan Pangan Nasional
Kementerian Transmigrasi menyiapkan lahan seluas 10 ribu hektare di Sumba Timur, NTT, untuk proyek percontohan peternakan sapi yang berkolaborasi dengan investor asal Brasil, bertujuan meningkatkan ketahanan pangan dan kesejahteraan masyarakat.
Kementerian Transmigrasi (Kementrans) telah menyiapkan lahan seluas 10 ribu hektare di Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), untuk proyek percontohan peternakan sapi. Proyek ini merupakan kolaborasi dengan investor asal Brasil, menandai langkah signifikan dalam meningkatkan ketahanan pangan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Kerja sama ini diresmikan pada Minggu, 18 Mei 2024 di Jakarta.
Menteri Transmigrasi, Iftitah Sulaiman Suryanagara, menjelaskan bahwa proyek ini menerapkan konsep baru transmigrasi, di mana lahan dikomunalkan dan dikelola sebagai aset korporasi masyarakat. Skema bagi hasil antara masyarakat dan investor akan diterapkan, memastikan keadilan dan keberlanjutan usaha. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar dan berkontribusi pada ketahanan pangan nasional melalui pengembangan ekosistem peternakan terintegrasi.
Proyek percontohan ini akan membudidayakan 5 ribu ekor sapi potong betina. Investor asal Brasil yang terlibat adalah Asia Beef dan Indonesia-Brazil Petroleum Consortium. Mereka akan berperan aktif dalam pengembangan dan pengelolaan peternakan sapi ini, mentransfer teknologi dan keahlian mereka kepada masyarakat lokal.
Proyek Peternakan Sapi: Kolaborasi untuk Ketahanan Pangan
Kementrans memiliki total lahan seluas 3,1 juta hektare dengan status Hak Pengelolaan Lahan (HPL) Transmigrasi. Sebanyak 525.995 hektare lahan tersebut dialokasikan untuk pengembangan ekosistem peternakan nasional. Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam mendorong sektor peternakan sebagai salah satu pilar penting dalam ketahanan pangan.
Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Todotua Pasaribu, menekankan bahwa proyek ini tidak hanya berdampak pada ketahanan pangan, tetapi juga mendukung program pemerintah seperti Makan Bergizi Gratis (MBG). Proyek ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan Indonesia pada impor daging dan susu.
Direktur Jenderal (Dirjen) Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian (Kementan), Agung Suganda, menyampaikan optimismenya terhadap keberhasilan proyek ini. “Brasil adalah salah satu negara yang sukses mengelola industri peternakan sapi. Kami berharap dapat membawa seluruh ekosistem industri peternakan sapi dari Brasil dan berdedikasi untuk memenuhi kebutuhan daging dan susu nasional,” ujar Agung Suganda.
Skema Kerja Sama Usaha Inklusif (KSUI)
Berbeda dengan pola lama, lahan HPL Transmigrasi kini tidak lagi dibagikan kepada individu. Masyarakat akan mengelola lahan secara kolektif sebagai aset korporasi. Melalui skema Kerja Sama Usaha Inklusif (KSUI), masyarakat akan memiliki saham atas lahan tersebut dan berkolaborasi langsung dengan investor. Skema ini bertujuan untuk menciptakan kolaborasi yang lebih adil dan berkelanjutan.
Dengan skema ini, diharapkan masyarakat lokal dapat memperoleh manfaat ekonomi yang signifikan dari proyek ini, sekaligus mendapatkan pelatihan dan transfer teknologi dari para investor. Hal ini akan memberdayakan masyarakat dan meningkatkan taraf hidup mereka.
Proyek ini diharapkan menjadi model bagi pengembangan peternakan sapi di Indonesia, meningkatkan produksi daging dan susu dalam negeri, serta mengurangi ketergantungan pada impor. Selain itu, proyek ini juga berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat di NTT dan mendukung ketahanan pangan nasional.
Kerja sama ini juga menandai babak baru dalam kolaborasi antara pemerintah Indonesia dan investor asing dalam pengembangan sektor pertanian. Dengan dukungan teknologi dan keahlian dari investor Brasil, diharapkan proyek ini dapat mencapai target produksi dan memberikan dampak positif yang signifikan bagi perekonomian Indonesia.