RI Perkuat Industri Sapi: Manfaatkan Lahan Transmigrasi Komunal
Pemerintah Indonesia akan memperkuat industri peternakan sapi dengan memanfaatkan lahan transmigrasi secara komunal, menarik investasi dan menguntungkan ekonomi masyarakat.

Pemerintah Indonesia meluncurkan program inovatif untuk memperkuat industri peternakan sapi nasional. Program ini memanfaatkan lahan transmigrasi seluas 3,1 juta hektare Hak Pengelolaan Lahan (HPL) dan 525.995 hektare lahan yang sedang dikembangkan. Inisiatif ini diumumkan setelah pertemuan antara Wakil Menteri Investasi, Menteri Transmigrasi, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, serta perwakilan PT Asiabeef Biofarma Indonesia.
Konsep utama program ini adalah pengelolaan lahan transmigrasi secara komunal melalui korporasi masyarakat. Sistem ini memungkinkan kerja sama usaha (KSU) yang saling menguntungkan antara masyarakat dan investor. Hal ini merupakan perubahan signifikan dari sistem sebelumnya di mana transmigran hanya mendapatkan dua hektare lahan, kini mereka mendapatkan rumah dan pekarangan, dengan lahan dikelola secara kolektif.
Program ini bertujuan untuk mengatasi kendala lahan dalam industri peternakan sapi dan meningkatkan produksi dalam negeri. Dengan demikian, Indonesia dapat mengurangi ketergantungan pada impor daging dan susu sapi, mendukung hilirisasi industri, dan berkontribusi pada program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Lahan Transmigrasi: Solusi untuk Industri Peternakan Sapi
Menteri Transmigrasi, Iftitah Sulaiman, menjelaskan bahwa konsep pengelolaan lahan transmigrasi secara komunal merupakan solusi inovatif untuk mengatasi permasalahan lahan dalam industri peternakan sapi. "Aset korporasi masyarakat ini kita ubah menjadi equity dalam bentuk saham yang dibagikan kepada masyarakat," ujarnya. Sistem ini diharapkan dapat memberdayakan masyarakat transmigran dan meningkatkan kesejahteraan mereka.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Agung Suganda, menambahkan bahwa program ini akan dimulai dengan proyek percontohan di Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT). Proyek ini akan membangun ekosistem peternakan sapi yang terintegrasi, mulai dari pengolahan hingga pemasaran. "Untuk 10.000 hektare HPL transmigrasi bisa untuk memelihara sapi betina produktif sebanyak 5.000 ekor termasuk ekosistem pengolahan hingga hilir," jelasnya.
PT Asia Beef dan Indonesia-Brazil Cattle Consortium berkomitmen untuk mendukung proyek percontohan ini dengan menyediakan pendanaan, teknologi, dan pembangunan ekosistem yang diperlukan. Proyek ini diharapkan dapat direalisasikan pada tahun ini.
Dukungan Pemerintah dan Swasta untuk Ketahanan Pangan
Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi, Todotua Pasaribu, menekankan bahwa program ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap impor produk olahan sapi. "Tujuan akhir daripada ini semuanya adalah kita bisa berdikari terhadap kebutuhan daging dan susu. Sesuai dengan keinginan dan arahan Pak Presiden bagaimana caranya dengan kita populasi masyarakat yang sudah masuk ke 300 juta untuk menekan impor sebesar-besarnya," katanya.
Program ini mendapat dukungan penuh dari pemerintah dan swasta. Kerjasama antara pemerintah, investor, dan masyarakat diharapkan dapat menciptakan sinergi yang positif dan berkelanjutan dalam pengembangan industri peternakan sapi di Indonesia. Dengan memanfaatkan lahan transmigrasi secara efektif, program ini berpotensi untuk meningkatkan produksi, mengurangi impor, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Program ini juga diharapkan dapat berkontribusi pada peningkatan gizi masyarakat melalui program Makan Bergizi Gratis (MBG). Dengan ketersediaan daging dan susu sapi yang lebih memadai, diharapkan dapat meningkatkan asupan gizi masyarakat Indonesia, khususnya anak-anak.
Kesimpulannya, program ini menjanjikan masa depan yang cerah bagi industri peternakan sapi di Indonesia. Dengan pendekatan yang inovatif dan kolaboratif, program ini berpotensi untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional dan kesejahteraan masyarakat.