Jakarta Belajar dari Buenos Aires: Strategi Menuju Kawasan Rendah Emisi
Pemprov DKI Jakarta akan mengadopsi strategi Buenos Aires dalam menerapkan kawasan rendah emisi secara bertahap untuk mengurangi polusi udara dan mencapai target emisi nol pada 2050.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta (Pemprov DKI) tengah berupaya keras mengurangi emisi gas rumah kaca di Ibu Kota. Salah satu strategi yang diadopsi adalah dengan mempelajari keberhasilan kota-kota besar lain dalam menerapkan kawasan rendah emisi. Buenos Aires, Argentina, menjadi contoh yang menarik bagi Jakarta dalam hal ini, khususnya dalam penerapannya secara bertahap dan inklusif.
Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup Sekda Provinsi DKI Jakarta, Afan Adriansyah Idris, menyatakan bahwa Jakarta dapat meniru strategi Buenos Aires yang sukses menerapkan kawasan rendah emisi. Hal ini disampaikan dalam keterangan resmi pada Kamis, 24 April. Pemprov DKI menyadari pentingnya perubahan perilaku masyarakat, dari penggunaan kendaraan pribadi menuju transportasi umum, sebagai kunci keberhasilan program ini.
Target ambisius Pemprov DKI adalah mengurangi emisi sebesar 30 persen pada 2030, bahkan hingga 50 persen dengan kebijakan yang lebih agresif. Puncaknya, Jakarta menargetkan tercapainya net zero emission pada tahun 2050, sepuluh tahun lebih cepat dari target nasional. "Target akhirnya adalah tercapainya net zero emission pada tahun 2050, 10 tahun lebih cepat dari target nasional," kata Afan.
Kawasan Rendah Emisi Terpadu (KRE-T) di Jakarta
Saat ini, Pemprov DKI bersama berbagai lembaga nasional dan internasional, seperti C40 Cities dan Breathe Cities, serta akademisi dari Asia Tenggara, tengah mengkaji perluasan Kawasan Rendah Emisi Terpadu (KRE-T). Langkah ini bertujuan mempercepat pengurangan emisi di Jakarta. Perluasan KRE-T tidak hanya fokus pada jumlah kawasan, tetapi juga pada prinsip inklusivitas agar manfaatnya dirasakan seluruh warga Jakarta.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Asep Kuswanto, menekankan pentingnya inklusivitas dalam perluasan kawasan rendah emisi. Menurutnya, KRE-T harus memenuhi kebutuhan mobilitas warga Jakarta, dengan tetap memperhatikan kenyamanan, kesehatan, dan keamanan. Saat ini, Jakarta telah memiliki dua kawasan rendah emisi percontohan, yaitu di Kawasan Kota Tua dan Tebet Eco Park.
Direktur Center for Innovation in Transportation (CENIT), Sergi Sauri Marchan, memberikan apresiasi terhadap kebijakan yang telah diterapkan Jakarta dalam mendukung KRE-T. Beberapa kebijakan tersebut antara lain kawasan zona emisi rendah, kebijakan ganjil-genap, Transit-oriented Development (ToD), larangan pembakaran sampah terbuka, dan Program Kampung Iklim (ProKlim).
Namun, menurut Sergi, keberhasilan program ini membutuhkan kolaborasi lintas sektor dan partisipasi aktif masyarakat. Investasi infrastruktur pendukung, seperti stasiun pengisian kendaraan listrik dan jalur sepeda, juga sangat penting, diiringi dengan edukasi berkelanjutan kepada masyarakat.
Tantangan dan Peluang Jakarta Menuju Udara Bersih
Penerapan kawasan rendah emisi di Jakarta menghadapi berbagai tantangan, termasuk perubahan perilaku masyarakat dan ketersediaan infrastruktur pendukung. Namun, dengan belajar dari pengalaman kota-kota lain seperti Buenos Aires, Jakarta memiliki peluang besar untuk menciptakan lingkungan yang lebih bersih dan sehat.
Sosialisasi dan edukasi publik menjadi kunci keberhasilan program ini. Masyarakat perlu dilibatkan secara aktif dan diberikan pemahaman yang komprehensif mengenai manfaat kawasan rendah emisi. Selain itu, perlu adanya dukungan penuh dari pemerintah dan berbagai pihak terkait dalam menyediakan infrastruktur dan kebijakan yang mendukung.
Dengan komitmen yang kuat dan strategi yang tepat, Jakarta dapat mencapai target pengurangan emisi dan mewujudkan visi kota yang berkelanjutan. Kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta menjadi kunci keberhasilan dalam upaya ini. Keberhasilan ini akan memberikan dampak positif bagi kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup di Jakarta.
Penerapan KRE-T di Jakarta tidak hanya sekadar mengurangi polusi udara, tetapi juga menciptakan lingkungan yang lebih nyaman dan sehat bagi warganya. Dengan menggabungkan strategi yang efektif dan melibatkan seluruh pemangku kepentingan, Jakarta dapat menjadi contoh bagi kota-kota lain dalam upaya menciptakan lingkungan perkotaan yang berkelanjutan.