Kasus Tanah Sewon dan Mbah Tupon: Bupati Bantul Tegaskan Perbedaannya
Bupati Bantul klarifikasi perbedaan kasus tanah Sewon yang melibatkan jual beli tanah dengan pembayaran belum lunas, berbeda dengan kasus Mbah Tupon yang diduga melibatkan penggelapan.

Bupati Bantul, Abdul Halim Muslih, memberikan klarifikasi terkait perbedaan mencolok antara kasus tanah di Kelurahan Panggungharjo, Sewon, Bantul, dengan kasus yang dialami Mbah Tupon di Ngentak, Bangunjiwo, Kasihan. Pernyataan tersebut disampaikan pada Senin, 12 Mei 2024, menanggapi laporan kasus tanah terbaru di Sewon.
Menurut Bupati Halim, kasus Sewon melibatkan akta jual beli tanah (AJB) yang pembayarannya belum lunas. Hal ini berbeda dengan kasus Mbah Tupon yang diduga kuat merupakan kasus penggelapan dan penipuan. "Kasus tanah di Sewon yang dilaporkan itu benar-benar berbeda dengan kasusnya Mbah Tupon, itu ternyata benar-benar dilakukan akta jual beli tanah (AJB), namun baru dibayar sebagian," tegas Bupati Halim.
Bupati menjelaskan bahwa permasalahan di Sewon lebih mengarah pada sengketa hutang piutang, di mana pemilik tanah belum menerima seluruh pembayaran yang disepakati dalam AJB. Dengan demikian, kasus ini tidak termasuk dalam kategori penggelapan atau penipuan seperti yang dialami Mbah Tupon.
Perbedaan Kasus Tanah Sewon dan Mbah Tupon
Bupati Halim menekankan perbedaan mendasar antara kedua kasus tersebut. Di kasus Sewon, proses jual beli tanah berlangsung secara resmi dengan adanya AJB, meskipun pembayarannya belum tuntas. Sementara itu, kasus Mbah Tupon diduga melibatkan unsur-unsur kriminal seperti penggelapan dan penipuan. "Jadi, kalau itu kasusnya jelas jual beli biasa, dan dari sisi jual beli tanahnya 'clear', cuma dari sisi pembayarannya yang belum lunas tapi ternyata sudah dibalik nama. Hanya itu, lain kasusnya dengan Mbah Tupon dan Bryan," jelasnya.
Kepala Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Bantul, Tri Harnanto, turut memberikan keterangan terkait kasus Sewon. Ia menyatakan bahwa sertifikat tanah yang bersangkutan telah diblokir atas permintaan Polda DIY. "Nah, itu lagi kami pelajari, kami kaji terlebih dulu, dan kami kabulkan sesuai dengan regulasi Peraturan Menteri Agraria Nomor 20 tahun 2021," ujar Tri Harnanto.
Meskipun Tri Harnanto enggan mengungkapkan identitas korban, ia menjelaskan bahwa kasus bermula dari kesepakatan jual beli tanah yang tertuang dalam AJB. Namun, sistem pembayaran yang diangsur belum lunas hingga saat ini. "Itu kan hukum perdatanya yang jalan, sehingga biar polisi yang menangani. Kalau dari aspek pertanahannya memang sudah jelas ada peralihan, karena sudah sepakat itu, cuma bayarnya diangsur dan sampai sekarang belum lunas," tambahnya.
Penjelasan Lebih Lanjut Mengenai Kasus Sewon
Pihak berwajib saat ini tengah menyelidiki kasus tanah di Sewon untuk mengungkap seluruh fakta dan detail transaksi. Proses hukum akan berjalan sesuai dengan prosedur yang berlaku, dan diharapkan dapat memberikan keadilan bagi semua pihak yang terlibat. Kasus ini menyoroti pentingnya kehati-hatian dalam melakukan transaksi jual beli tanah, termasuk memastikan seluruh pembayaran telah diselesaikan sebelum sertifikat tanah berpindah tangan.
Perbedaan mendasar antara kasus Sewon dan kasus Mbah Tupon terletak pada adanya bukti jual beli resmi dalam kasus Sewon. Meskipun terdapat pelanggaran hukum terkait pembayaran yang belum lunas, kasus ini berbeda dengan kasus Mbah Tupon yang diduga melibatkan tindakan kriminal yang lebih serius. Oleh karena itu, penanganan kedua kasus ini pun akan berbeda, sesuai dengan jenis pelanggaran hukum yang terjadi.
Kejadian ini juga menjadi pengingat bagi masyarakat untuk selalu teliti dan berhati-hati dalam setiap transaksi jual beli tanah. Penting untuk memastikan semua dokumen dan kesepakatan tercatat secara jelas dan terlaksana dengan baik. Konsultasi dengan pihak yang berkompeten, seperti notaris atau pengacara, sangat disarankan untuk menghindari masalah hukum di kemudian hari.
Kesimpulannya, perbedaan mendasar antara kasus tanah di Sewon dan kasus Mbah Tupon terletak pada mekanisme transaksi dan unsur-unsur kriminal yang terlibat. Kasus Sewon lebih mengarah pada sengketa perdata, sementara kasus Mbah Tupon berpotensi masuk ranah pidana. Kedua kasus ini menjadi pelajaran penting bagi masyarakat untuk selalu berhati-hati dalam melakukan transaksi jual beli tanah.