Kebangkitan Nasional: Momentum Lindungi WNI di Rantau, Negara Hadir untuk Semua
Peringatan Kebangkitan Nasional menjadi momentum реаl bagi negara untuk hadir dalam melindungi WNI di luar negeri, terutama pekerja migran.

Jakarta, (20/5) – Hari Kebangkitan Nasional yang diperingati setiap 20 Mei, menjadi tonggak sejarah bagi bangsa Indonesia. Momen ini menandai lahirnya kesadaran kolektif untuk merdeka, bermartabat, dan berdiri sejajar dengan bangsa-bangsa lain. Peringatan ke-117 tahun ini mengusung tema “Bangkit Bersama Wujudkan Indonesia Kuat”, menjadi seruan moral untuk bangkit dari tantangan multidimensi, meliputi sosial, ekonomi, dan lingkungan.
Namun, semangat kebangkitan ini juga harus menyentuh Warga Negara Indonesia (WNI) yang tinggal di luar negeri. Di Tawau, Sabah, Malaysia, ribuan WNI menjadi pekerja migran Indonesia (PMI) yang berjuang dengan berbagai tantangan. Kondisi rentan, status keimigrasian tidak menentu, tekanan ekonomi tinggi, keterbatasan akses layanan publik, hingga ancaman pelanggaran hak asasi menjadi makanan sehari-hari.
Dalam kondisi tersebut, kehadiran negara menjadi sangat penting dalam bentuk perlindungan nyata. Perlindungan ini bukan hanya wacana, tetapi respons konkret terhadap kebutuhan dasar dan hak konstitusional WNI di luar negeri. Konsulat Republik Indonesia di Tawau, Sabah, memainkan peran strategis sebagai ujung tombak diplomasi perlindungan di wilayah perbatasan dengan Kalimantan Utara.
Perlindungan WNI: Lebih dari Sekadar Administrasi
Perlindungan WNI di luar negeri mencakup berbagai aspek, mulai dari layanan kekonsuleran hingga bantuan hukum. Layanan kekonsuleran meliputi pencatatan kelahiran, pengesahan dokumen, serta penyelesaian kasus hukum dan ketenagakerjaan. Dalam bidang keimigrasian, Konsulat RI Tawau menyediakan layanan paspor, termasuk e-paspor yang diluncurkan sejak September 2024, serta penerbitan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) bagi WNI tanpa dokumen.
Namun, perlindungan yang efektif tidak cukup hanya bersifat administratif. Perlu ada pergeseran dari pendekatan reaktif ke pendekatan proaktif. Diplomasi perlindungan yang preventif dan kolaboratif menjadi kunci, dengan menjalin kerja sama erat dengan otoritas Malaysia. Tujuannya adalah membuka akses legalisasi, edukasi, dan pendataan yang presisi bagi seluruh PMI dan keluarganya.
Menurut Konsul Republik Indonesia di Tawau, Sabah, Malaysia, Aris Heru Utomo, "Kebangkitan nasional itu bertindak nyata dalam bentuk layanan, perlindungan, dan pendidikan bagi WNI di luar negeri." Hal ini menunjukkan komitmen nyata dalam memberikan perlindungan dan pelayanan yang optimal bagi WNI di perantauan.
Investasi Strategis pada Pendidikan Anak-Anak PMI
Akses pendidikan bagi anak-anak PMI merupakan bentuk perlindungan jangka panjang yang seringkali terabaikan. Data dari Sekolah Indonesia Kota Kinabalu (SIKK) menunjukkan ada sekitar 24.000 anak PMI di Sabah. Sayangnya, keberadaan mereka tidak diakui dalam sistem pendidikan formal Malaysia karena status migran orang tua mereka.
Kesepakatan bilateral antara Indonesia dan Malaysia pada tahun 2011 melahirkan Community Learning Center (CLC). CLC menjadi solusi strategis dan diplomatik yang sangat penting. Pendirian CLC mencerminkan kesadaran kedua negara bahwa hak atas pendidikan bersifat universal, tanpa memandang status keimigrasian.
CLC berperan sebagai jembatan untuk memastikan anak-anak PMI tetap memperoleh pendidikan dasar yang layak, sesuai dengan prinsip education for all dan Konvensi Hak Anak. Lebih dari sekadar layanan pendidikan, CLC juga menjadi wujud nyata kehadiran negara dalam melindungi warganya di luar negeri, serta upaya konkret Indonesia dalam memperjuangkan diplomasi kemanusiaan. CLC menggunakan kurikulum Indonesia, mengajarkan literasi, numerasi, identitas kebangsaan, dan semangat Pancasila.
CLC bukan hanya fasilitas alternatif, tetapi simbol perjuangan hak asasi dan diplomasi perlindungan WNI. Upaya ini harus terus dilanjutkan agar anak-anak PMI tidak menjadi “generasi tanpa negara” yang kehilangan masa depan karena tidak adanya akses pendidikan. Negara perlu melihat pendidikan anak-anak PMI sebagai modal bangsa, bukan beban birokrasi.
Peringatan Hari Kebangkitan Nasional harus menjadi momentum pembaruan komitmen kolektif. Pemerintah pusat, Perwakilan RI, masyarakat sipil, komunitas PMI, dan otoritas lokal harus bersatu membentuk ekosistem perlindungan dan pemberdayaan yang menyeluruh. Perlindungan WNI di luar negeri adalah bagian integral dari proyek besar kebangsaan. Melindungi PMI dan mendidik anak-anak mereka adalah cerminan konkret dari tekad untuk “Bangkit Bersama Wujudkan Indonesia Kuat”. Indonesia harus hadir untuk semua warganya, di mana pun mereka berada.