Kejagung Sita Rp6,8 Triliun Aset Duta Palma: Langkah Tegas Pemulihan Kerugian Negara
Kejaksaan Agung menyita aset Duta Palma Group senilai Rp6,8 triliun, termasuk mata uang asing, sebagai bagian dari upaya pemulihan kerugian negara akibat korupsi perkebunan sawit.

Kejaksaan Agung (Kejagung) berhasil menyita aset PT Duta Palma Group senilai total Rp6,8 triliun terkait kasus dugaan korupsi dan pencucian uang dalam bisnis perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau. Penyitaan ini mencakup periode tahun 2004 hingga 2022, dan merupakan langkah signifikan dalam upaya pemulihan keuangan negara yang dirugikan.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, mengumumkan penyitaan tersebut dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis. Ia merinci bahwa penyitaan meliputi uang rupiah sebesar Rp6.862.000.804.089, serta sejumlah mata uang asing. Langkah tegas ini menunjukkan komitmen Kejagung dalam memberantas korupsi dan mengembalikan kerugian negara.
Selain uang Rupiah, Kejagung juga menyita aset dalam bentuk mata uang asing yang cukup signifikan. Penyitaan ini menandakan bahwa korupsi yang dilakukan oleh PT Duta Palma Group melibatkan transaksi keuangan internasional yang cukup besar. Hal ini memperkuat dugaan adanya upaya untuk menyembunyikan aset hasil kejahatan.
Rincian Sita Aset Duta Palma Group
Rincian aset yang disita meliputi mata uang asing seperti 13.274.490,57 dolar AS, 12.859.605 dolar Singapura, 13.700 dolar Australia, 2.005 yuan, 2.000.000 yen, 5.645.000 won, dan 300.000 ringgit. Semua aset tersebut telah dimasukkan ke dalam rekening penerimaan negara (RPN) di berbagai bank persepsi, sesuai dengan prosedur yang ditetapkan oleh Kementerian Keuangan.
Harli Siregar menjelaskan bahwa uang tersebut langsung dititipkan ke rekening penitipan lainnya di bank persepsi setelah konferensi pers. Proses ini memastikan transparansi dan keamanan aset yang disita. Kejagung menekankan bahwa penyitaan ini merupakan bagian dari upaya pemulihan kerugian keuangan negara, yang dijalankan secara seimbang dengan penegakan hukum represif.
“Jadi, ada keseimbangan antara upaya-upaya represif dan juga upaya-upaya pemulihan kerugian keuangan negara,” ujar Harli Siregar. Hal ini menunjukkan bahwa Kejagung tidak hanya fokus pada penindakan hukum, tetapi juga pada pemulihan aset negara yang hilang akibat tindak pidana korupsi.
Penyitaan Tambahan dari Anak Perusahaan
Selain penyitaan dari PT Duta Palma Group, Kejagung juga mengumumkan penyitaan uang senilai Rp479 miliar dari dua anak perusahaannya, yaitu PT Delimuda Perkasa dan PT Taluk Kuantan Perkasa. Kedua perusahaan ini bergerak di bidang perkebunan dan pengelolaan kelapa sawit.
Direktur Penuntutan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Sutikno, menjelaskan bahwa uang tersebut telah disita dan dijadikan barang bukti untuk penuntutan terhadap PT Darmex Plantations di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Penyitaan ini semakin memperkuat upaya Kejagung dalam mengembalikan kerugian negara.
Penyitaan aset yang dilakukan oleh Kejagung ini merupakan langkah penting dalam penegakan hukum dan pemulihan kerugian negara. Proses hukum akan terus berlanjut, dan diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pelaku korupsi serta mengembalikan aset negara yang telah hilang.
Kejagung berkomitmen untuk terus menindak tegas segala bentuk korupsi dan memastikan bahwa aset negara yang dicuri dikembalikan. Upaya pemulihan kerugian negara ini menjadi bukti nyata keseriusan pemerintah dalam memberantas korupsi di Indonesia.
Kesimpulan
Penyitaan aset Duta Palma Group senilai Rp6,8 triliun merupakan langkah signifikan dalam upaya pemulihan kerugian negara. Kejagung menunjukkan komitmen yang kuat dalam memberantas korupsi dan mengembalikan aset negara yang hilang. Proses hukum akan terus berlanjut untuk memastikan keadilan ditegakkan.