Kejari Mataram Stop Kasus SPPD Fiktif DPRD Lombok Utara: Rp186 Juta Tak Terlacak
Kejari Mataram menghentikan penyelidikan kasus dugaan SPPD fiktif DPRD Lombok Utara tahun 2021 senilai Rp186,57 juta setelah memeriksa 44 anggota dewan dan 7 pegawai, meskipun Kejati NTB menerima laporan serupa periode 2019-2024.
Kejaksaan Negeri (Kejari) Mataram resmi menghentikan penanganan kasus dugaan surat perintah perjalanan dinas (SPPD) fiktif yang melibatkan anggota DPRD Lombok Utara tahun 2021. Kepala Kejari Mataram, Ivan Jaka, mengumumkan penghentian tersebut pada Senin, 03/02. Kasus ini, yang berawal dari laporan masyarakat pada September 2022, telah diselidiki oleh bidang pidana khusus Kejari Mataram.
Penyelidikan melibatkan pemeriksaan 44 anggota DPRD Lombok Utara dan 7 pegawai Sekretariat Dewan. Nama-nama mereka tercantum sebagai penerima SPPD fiktif dengan nominal yang bervariasi, mulai dari Rp1,8 juta hingga Rp3,9 juta per orang. Total kerugian negara yang diduga akibat SPPD fiktif ini mencapai Rp186,57 juta, sesuai temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Temuan BPK menunjukkan adanya indikasi penyelewengan karena dana tersebut tidak digunakan untuk biaya penginapan sebagaimana mestinya. Kasus ini cukup signifikan karena melibatkan jumlah uang yang cukup besar dan sejumlah anggota dewan. Oleh karena itu, proses penyelidikan dilakukan secara teliti dan komprehensif.
Meskipun Kejari Mataram menghentikan penanganan kasus ini, Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB telah menerima laporan serupa terkait dugaan penyelewengan SPPD di Lombok Utara, namun periode pelaporan mencakup rentang waktu yang lebih luas, yaitu 2019-2024. Hal ini menunjukkan potensi adanya masalah sistemik yang perlu ditangani.
Plt. Asisten Pidana Khusus Kejati NTB, Ely Rahmawati, menyatakan bahwa pihaknya akan berkoordinasi dengan Kejari Mataram untuk mempelajari hasil penyelidikan sebelumnya sebelum mengambil langkah lebih lanjut. Koordinasi antar instansi ini penting untuk memastikan konsistensi penegakan hukum.
Menanggapi laporan yang masuk ke Kejati NTB, Ivan Jaka menyatakan kesiapan Kejari Mataram untuk menindaklanjuti jika ada arahan dari Kepala Kejati NTB. Pernyataan ini menekankan pentingnya koordinasi dan pengawasan antar lembaga penegak hukum dalam menangani kasus dugaan korupsi.
Kesimpulannya, meskipun Kejari Mataram menghentikan penyelidikan kasus SPPD fiktif tahun 2021 di Lombok Utara, kemungkinan adanya kasus serupa pada periode lain dan laporan yang masuk ke Kejati NTB membuka peluang untuk penyelidikan lebih lanjut. Transparansi dan koordinasi antar lembaga penegak hukum sangat penting untuk memastikan akuntabilitas dan pencegahan korupsi.