Kejati Kaltim Sita Rp2,5 Miliar dalam Kasus Korupsi Pertambangan Bara Kaltim Sejahtera
Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur menyita Rp2,5 miliar sebagai barang bukti korupsi pengelolaan keuangan Perusda pertambangan Bara Kaltim Sejahtera tahun 2017-2020, yang merugikan negara hingga Rp21 miliar.

Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Timur (Kaltim) berhasil menyita uang tunai sebesar Rp2.510.147.000 sebagai barang bukti dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan Perusahaan Daerah (Perusda) pertambangan Bara Kaltim Sejahtera (BKS). Kasus ini terungkap setelah adanya kerjasama jual beli batu bara yang merugikan keuangan negara hingga puluhan miliar rupiah.
Penyitaan dilakukan terhadap tersangka SR, Direktur Utama PT. RPB, berdasarkan surat perintah penyitaan Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur. Kasus ini bermula pada periode 2017 hingga 2020, melibatkan kerjasama BKS dengan lima perusahaan swasta dalam jual beli batu bara senilai Rp25.884.551.338. Proses kerjasama tersebut diduga melanggar aturan perundang-undangan, mengakibatkan kerugian negara yang signifikan.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Kaltim, Toni Yuswanto, menjelaskan kronologi dan dampak dari tindakan korupsi ini. Ia menegaskan komitmen Kejati Kaltim untuk mengusut tuntas kasus ini dan mengembalikan kerugian negara. Selain penyitaan uang tunai, Kejati Kaltim juga akan menelusuri aset-aset lain yang diduga terkait dengan kasus korupsi tersebut.
Kerjasama Jual Beli Batu Bara yang Bermasalah
Kerjasama jual beli batu bara antara Perusda BKS dan lima perusahaan swasta pada tahun 2017 hingga 2019 menjadi titik awal permasalahan. Kerjasama ini diduga dilakukan tanpa melalui tahapan dan mekanisme yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini menyebabkan kerugian besar bagi negara.
Beberapa tahapan penting yang diabaikan antara lain persetujuan Badan Pengawas dan Gubernur selaku Kuasa Pemegang Modal (KPM), proposal, studi kelayakan, rencana bisnis pihak ketiga, dan manajemen risiko pihak ketiga. Ketiadaan tahapan-tahapan tersebut menunjukkan adanya potensi penyimpangan dan pelanggaran hukum yang signifikan.
Laporan hasil perhitungan Kerugian Keuangan Negara oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Kalimantan Timur menyebutkan bahwa kerugian negara akibat kerjasama ini mencapai Rp21.202.001.888. Angka ini menunjukkan besarnya dampak negatif dari tindakan korupsi yang dilakukan.
Kejati Kaltim berkomitmen untuk menuntaskan kasus ini dan akan terus melakukan penyidikan untuk mengungkap pihak-pihak lain yang terlibat. "Kami akan terus bekerja keras untuk mengungkap kasus ini secara tuntas dan membawa para pelaku ke pengadilan," tegas Toni Yuswanto.
Upaya Pengembalian Kerugian Negara dan Peran Masyarakat
Penyitaan uang tunai sebesar Rp2,5 miliar merupakan langkah awal dalam upaya pengembalian kerugian keuangan negara. Kejati Kaltim juga akan menelusuri aset-aset lain yang diduga terkait dengan kasus ini untuk memaksimalkan proses pemulihan kerugian negara.
Kejati Kaltim akan berkoordinasi dengan instansi terkait, seperti BPKP dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), untuk mengoptimalkan proses penyidikan dan pengembalian aset negara. Kerjasama antar lembaga ini diharapkan dapat mempercepat proses hukum dan memastikan keadilan ditegakkan.
Partisipasi masyarakat sangat penting dalam upaya pemberantasan korupsi. Masyarakat diharapkan untuk terus mengawasi proses penegakan hukum dan memberikan informasi yang relevan kepada Kejati Kaltim. "Partisipasi masyarakat sangat penting dalam upaya pemberantasan korupsi. Kami berharap masyarakat dapat memberikan informasi yang relevan kepada kami," ujar Toni Yuswanto.
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara, khususnya dalam sektor pertambangan. Kejati Kaltim berharap kasus ini dapat menjadi pembelajaran bagi semua pihak agar ke depannya tidak terjadi lagi kasus serupa.