Kejati Papua Barat Terima Pengembalian Rp2 Miliar Kasus Korupsi Jalan Mogoy-Merdey
Kejati Papua Barat telah menerima pengembalian uang Rp2 miliar dari tersangka AYM terkait kasus korupsi proyek jalan Mogoy-Merdey, namun penyidikan terus berlanjut untuk mengungkap aliran dana dan aktor utama di baliknya.

Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua Barat berhasil menerima pengembalian uang negara sebesar Rp2 miliar dalam kasus dugaan korupsi peningkatan kualitas Jalan Mogoy-Merdey di Kabupaten Teluk Bintuni. Peristiwa ini terjadi setelah tersangka AYM, untuk kedua kalinya, mengembalikan kerugian keuangan negara. Kasus ini melibatkan lima tersangka dan berdampak pada proyek senilai Rp8,5 miliar dari APBD Provinsi Papua Barat tahun 2023.
Pengembalian uang tersebut merupakan bagian dari upaya Kejati Papua Barat untuk memaksimalkan penyelamatan aset negara, sejalan dengan arahan Jaksa Agung. Meskipun pengembalian dana ini telah dilakukan, proses hukum tetap berlanjut terhadap para tersangka. Kejati tidak hanya fokus pada aspek represif, tetapi juga pada upaya pemulihan kerugian negara yang ditimbulkan akibat tindakan korupsi.
Proyek jalan Mogoy-Merdey, yang seharusnya selesai pada 31 Desember 2023, mengalami keterlambatan signifikan dan hanya mencapai 51,11 persen realisasi. Meskipun demikian, pembayaran dari Dinas PUPR Papua Barat kepada CV Gloria Bintang Timur telah mencapai 100 persen dari total anggaran. Hal ini mengakibatkan kerugian negara yang signifikan, diperkirakan mencapai Rp7.326.372.972, berdasarkan perhitungan yang dilakukan.
Aliran Dana Korupsi Jalan Mogoy-Merdey Diusut Tuntas
Seprianus Yerkohok, tokoh pemuda Moskona, mendesak Kejati Papua Barat untuk menyelidiki secara menyeluruh aliran dana dalam kasus korupsi ini. Ia menyoroti peran dua saksi kunci, YS dan KR, yang diduga mengetahui aliran dana tersebut. YS, yang disebut sebagai pemilik rekening, menerima transferan Rp5 miliar untuk pencairan tahap kedua proyek. Sementara itu, KR meminjamkan KTP-nya kepada tersangka AYM untuk digunakan sebagai direktur CV Gloria Bintang Timur.
Seprianus mempertanyakan keterlibatan YS dan KR, yang menurut informasi memiliki profesi sebagai tukang cukur rambut dan pengepul udang. Ia menilai mustahil keduanya tidak mengetahui aliran dana yang cukup besar tersebut. Ia berharap Kejati Papua Barat tidak hanya memeriksa keduanya sebagai saksi, tetapi juga menyelidiki keterlibatan mereka secara lebih mendalam.
Keterangan dari YS dan KR dianggap krusial untuk mengungkap aktor utama di balik korupsi proyek jalan Mogoy-Merdey. Seprianus mencontohkan kasus KR yang meminjamkan KTP dan menerima transferan Rp2,5 miliar pada pencairan tahap pertama, yang menurutnya janggal jika ia mengaku tidak mengetahui aliran dana tersebut.
Kronologi Kasus dan Tersangka
Kasus ini bermula dari proyek peningkatan kualitas Jalan Mogoy-Merdey di Teluk Bintuni yang dianggarkan sebesar Rp8.535.162.123 dari APBD Provinsi Papua Barat tahun 2023. Proyek yang seharusnya dimulai pada 25 Agustus 2023 dan berakhir pada 31 Desember 2023 ini mengalami keterlambatan signifikan dan hanya mencapai 51,11 persen realisasi. Meskipun demikian, pembayaran dari Dinas PUPR Papua Barat sudah mencapai 100 persen.
Kejati telah menetapkan lima tersangka, yaitu NB, AYM, D, AK, NK, dan BSAB. AYM telah mengembalikan kerugian negara sebanyak Rp1.441.729.100 pada 6 November 2024 dan Rp2 miliar pada saat ini. Total kerugian negara yang dihitung mencapai Rp7.326.372.972. Pemeriksaan lapangan pada 11 September 2024 menunjukkan pekerjaan proyek belum selesai 100 persen.
Pengembalian uang oleh tersangka tidak menghapuskan tindak pidana korupsi yang dilakukan. Kejati Papua Barat berkomitmen untuk mengusut tuntas kasus ini dan memastikan semua pihak yang terlibat bertanggung jawab.
Proses hukum terus berlanjut, dengan fokus pada pengungkapan aliran dana dan aktor utama di balik korupsi proyek jalan Mogoy-Merdey. Peran saksi kunci, YS dan KR, menjadi titik penting dalam penyelidikan lebih lanjut.
Kesimpulan
Kasus korupsi proyek Jalan Mogoy-Merdey di Papua Barat menyoroti pentingnya pengawasan dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara. Pengembalian dana oleh tersangka merupakan langkah positif, namun proses hukum tetap harus berjalan untuk mengungkap seluruh jaringan dan memberikan efek jera.