KemenPPPA Pastikan Pendidikan 2 Remaja Lampung Terus Berlanjut
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) berkoordinasi dengan pihak terkait di Lampung untuk memastikan dua remaja yang dinikahkan usai penggerebekan dapat melanjutkan pendidikan mereka.

Jakarta, 19 Februari 2024 - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) bergerak cepat menangani kasus dua remaja di Lampung Timur yang dinikahkan setelah digerebek warga. KemenPPPA memastikan bahwa pendidikan kedua anak tersebut tetap terjamin, meskipun telah terjadi perkawinan di usia anak.
Sekretaris KemenPPPA, Titi Eko Rahayu, menyatakan keprihatinan atas kejadian tersebut. "Hal yang perlu menjadi perhatian kita adalah bagaimana pemenuhan hak anak tetap dijamin setelah kejadian ini, seperti hak mereka untuk mendapatkan pendidikan, kesehatan, terutama kesehatan reproduksi dan akses terhadap informasi, serta pengawasan dari keluarga," ujar Titi Eko Rahayu dalam keterangan pers di Jakarta, Rabu.
Perkawinan Usia Anak: Dampak Negatif dan Ancaman Pendidikan
KemenPPPA mengecam keras perkawinan usia anak. Perkawinan anak, khususnya bagi perempuan, seringkali berdampak negatif pada pendidikan. Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2018 menunjukkan peningkatan risiko putus sekolah bagi anak perempuan yang menikah di bawah usia 18 tahun. Ini jelas menghambat perkembangan karier dan masa depan mereka.
Selain pendidikan, perkawinan anak juga berdampak pada aspek ekonomi. Anak-anak yang menikah di bawah usia 18 tahun cenderung bekerja di sektor informal dengan pendapatan per jam yang jauh lebih rendah dibandingkan mereka yang menikah di usia yang lebih matang. Kondisi ini memperparah siklus kemiskinan dan ketidaksetaraan.
Koordinasi dan Jaminan Hak Anak
Untuk memastikan hak-hak kedua remaja di Lampung tetap terpenuhi, KemenPPPA telah melakukan koordinasi intensif dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Provinsi Lampung. Koordinasi ini difokuskan pada upaya agar kedua remaja dapat kembali bersekolah dan mendapatkan dukungan yang diperlukan.
Titi Eko Rahayu menekankan pentingnya pengawasan keluarga dan akses informasi bagi kedua remaja tersebut. "Kami menyesalkan adanya pemaksaan perkawinan usia anak. Perkawinan pada usia anak memiliki dampak negatif yang besar," tegasnya. KemenPPPA berharap kejadian ini menjadi pembelajaran bagi semua pihak untuk mencegah perkawinan anak di masa mendatang.
Langkah Konkret dan Pencegahan
KemenPPPA tidak hanya fokus pada penanganan kasus ini, tetapi juga berupaya mencegah kejadian serupa terulang. Langkah-langkah konkret yang dilakukan meliputi sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang bahaya perkawinan anak, serta peningkatan pengawasan dan penegakan hukum terkait kasus perkawinan anak.
KemenPPPA juga berkolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk lembaga pendidikan, organisasi masyarakat, dan tokoh agama, untuk membangun kesadaran kolektif dalam melindungi anak dari perkawinan dini. Upaya ini diharapkan mampu menciptakan lingkungan yang lebih kondusif bagi anak untuk tumbuh dan berkembang secara optimal.
Kesimpulan
Kasus perkawinan usia anak di Lampung Timur menjadi sorotan dan pengingat akan pentingnya perlindungan anak. KemenPPPA berkomitmen untuk memastikan kedua remaja tersebut dapat melanjutkan pendidikan dan mendapatkan hak-hak mereka. Upaya pencegahan dan edukasi masyarakat menjadi kunci untuk mengatasi masalah perkawinan anak di Indonesia.
Kejadian ini juga menyoroti pentingnya peran keluarga, masyarakat, dan pemerintah dalam melindungi anak dari berbagai bentuk kekerasan dan eksploitasi, termasuk perkawinan anak. Semoga kasus ini menjadi momentum untuk meningkatkan kesadaran dan komitmen bersama dalam melindungi masa depan anak Indonesia.