Ketidakpastian Global Picu Penurunan Aset Saham Indonesia
Kepala Ekonom PermataBank Josua Pardede mengungkapkan ketidakpastian global dan penurunan harga batu bara sebagai faktor utama penurunan aset saham di Indonesia.

Penurunan aset saham di Indonesia akhir-akhir ini telah menjadi sorotan. Kepala Ekonom PermataBank, Josua Pardede, mengungkapkan bahwa ketidakpastian global dan kekhawatiran terhadap prospek pertumbuhan ekonomi domestik menjadi penyebab utamanya. Hal ini disampaikannya kepada ANTARA di Jakarta pada Selasa, 25 Maret 2025. Berbagai faktor, baik internal maupun eksternal, berkontribusi terhadap penurunan ini.
Salah satu faktor eksternal yang signifikan adalah meningkatnya ketidakpastian global. Kebijakan tarif yang diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump, yang seringkali berubah secara mendadak, menimbulkan kekhawatiran di pasar internasional. Kebijakan ini berpotensi meningkatkan inflasi AS dalam jangka pendek dan memperlambat ekonomi AS dalam jangka menengah hingga panjang, bahkan meningkatkan risiko stagflasi. Kondisi ini membuat investor global lebih berhati-hati dalam berinvestasi di negara berkembang, termasuk Indonesia.
Dampak kebijakan tarif AS yang luas turut mempengaruhi pasar saham Indonesia. Investor asing menjadi lebih waspada dan cenderung menarik modalnya. Situasi ini diperparah oleh penurunan harga komoditas batu bara, yang pada Februari 2025 anjlok hingga 11,7 persen. Penurunan ini berdampak signifikan karena batu bara merupakan komoditas ekspor utama Indonesia dan penggerak utama pertumbuhan sektor pertambangan.
Analisis Penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
Penurunan tajam IHSG pada pekan lalu juga dipengaruhi oleh revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia oleh OECD (Organization for Economic Co-operation and Development). OECD merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari 5,2 persen menjadi 4,9 persen pada tahun 2025. Komoditas batu bara menjadi salah satu faktor penentu penurunan ini, mengingat harga batu bara global untuk pertama kalinya sejak 2022 turun di bawah 100 dolar AS/MT. Meskipun demikian, Josua Pardede mencatat bahwa penurunan harga batu bara ini tidak berlangsung lama dan cenderung pulih secara bertahap.
Investor asing mencatatkan net sell sebesar 1,11 miliar dolar AS pada bulan lalu. Hal ini menunjukkan adanya aliran modal keluar dari pasar saham Indonesia. Kondisi ini semakin memperburuk situasi dan menambah tekanan pada IHSG.
Josua Pardede memprediksi bahwa risiko terhadap prospek pertumbuhan ekonomi domestik masih akan membayangi pasar saham domestik dalam jangka pendek. Namun, jika pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap berada di atas rata-rata negara lain (peers), IHSG berpotensi rebound ke atas level 7.000 dalam jangka panjang.
Tren Aset Keuangan Domestik
Sepanjang tahun 2025, pasar saham mencatatkan negative return yang cukup dalam, mencapai 11,6 persen hingga akhir perdagangan Jumat (21/3/2025). Penurunan terdalam terjadi pada bulan lalu, sebesar 11,8 persen. Namun, pada awal pekan ini (Senin, 24/3/2025), IHSG hanya turun 0,2 persen, menunjukkan sedikit perbaikan.
Secara keseluruhan, penurunan aset saham di Indonesia dipengaruhi oleh kombinasi faktor global dan domestik. Ketidakpastian global, terutama kebijakan tarif AS, dan penurunan harga komoditas batu bara menjadi faktor utama yang menyebabkan penurunan IHSG. Meskipun terdapat risiko dalam jangka pendek, potensi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tetap kuat di atas rata-rata negara lain memberikan harapan untuk pemulihan pasar saham dalam jangka panjang.
"Salah satu penyebab penurunan aset saham ini di antaranya adalah meningkatnya ketidakpastian global serta kekhawatiran akan prospek pertumbuhan ekonomi domestik," ungkap Josua Pardede.