Khombouw: Lukisan Kulit Kayu Sentani, Warisan Budaya Papua yang Lestari
Artikel ini mengulas khombouw, lukisan kulit kayu khas Sentani, Papua, yang kaya makna filosofis dan telah diakui dunia, serta upaya pelestariannya untuk generasi mendatang.
Jayapura, 09/02 (ANTARA) - Martha Ohee, seorang perajin khombouw dari Kampung Asei Besar, Sentani Timur, Papua, sejak usia 13 tahun telah menekuni seni melukis kulit kayu ini. Khombouw, lukisan kulit kayu khas Suku Sentani, bukan sekadar karya seni, melainkan warisan budaya yang kaya makna dan sakral.
Dari Hobi Keluarga Menjadi Karya Dunia
Awalnya, Martha membantu orang tuanya mengerjakan khombouw. Namun, minatnya berkembang hingga ia mulai berinovasi menciptakan berbagai produk dari kulit kayu, seperti topi, tas, dan aksesoris. Dedikasi dan kreativitasnya membawanya menjelajahi lima negara – Belanda, Australia, Jerman, Amerika, dan Papua Nugini – untuk mempromosikan karya-karyanya yang unik.
Martha, yang lahir pada 23 April 1968, telah menerima berbagai penghargaan atas prestasinya. Kisahnya menginspirasi dan menunjukkan bagaimana sebuah tradisi dapat diadaptasi dan dipromosikan di era modern.
Teknik Pembuatan Khombouw: Sebuah Proses yang Teliti
Pembuatan khombouw diawali dengan memilih pohon khusus, mengupas kulitnya, lalu menumbuknya hingga menjadi lembaran tipis. Lembaran ini kemudian dijemur hingga kering sebelum proses melukis dimulai. Pewarna alami digunakan untuk menciptakan motif-motif yang sarat makna.
Proses ini diwariskan turun-temurun dan tetap dijaga kelestariannya oleh masyarakat Kampung Asei. Keunikan teknik ini menjadi daya tarik tersendiri bagi para pencinta seni dan budaya.
Makna Filosofis di Balik Motif Khombouw
Motif-motif pada khombouw bukan sekadar hiasan. Motif buaya, misalnya, melambangkan kekuatan dan kepemimpinan dan hanya boleh digunakan oleh ondofolo (pemimpin adat). Motif yoniki merepresentasikan hubungan spiritual dan mitologi masyarakat Sentani, sementara motif matahari melambangkan kehidupan dan kebijaksanaan.
Motif-motif lain seperti ular (keberanian), cicak dan kadal (hubungan manusia dengan alam), kaki burung bangau (kebebasan), daun dan bunga (kesuburan), serta motif spiral (perjalanan hidup) semuanya memiliki makna mendalam dalam budaya Sentani.
Transformasi Khombouw di Era Modern
Khombouw telah bertransformasi menjadi berbagai produk, seperti lukisan dinding, suvenir, tas, pakaian, dan aksesoris. Meskipun mengalami perubahan fungsi, nilai sakral dan filosofisnya tetap dijaga. Keberhasilan Martha bahkan telah membawanya bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Joko Widodo.
Dalam berbagai acara kebudayaan, khombouw tetap menjadi bagian penting, menunjukkan kekayaan seni dan filosofi masyarakat Sentani. Penggunaan khombouw dalam Festival Danau Sentani (FDS) juga menjadi bukti apresiasi terhadap warisan budaya ini.
Upaya Pelestarian Khombouw untuk Generasi Mendatang
Untuk melestarikan khombouw, Martha memberikan pelatihan kepada generasi muda, khususnya mereka yang berusia 20 tahun. Upaya ini juga didukung oleh masyarakat adat dan lembaga kebudayaan, termasuk pengusulan khombouw sebagai warisan budaya tak benda nasional oleh Balai Pelestarian Nilai Budaya Papua.
Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Jayapura, Fred Modouw, menjelaskan bahwa pengusulan ini bertujuan untuk mendapatkan pengakuan resmi dan perlindungan terhadap khombouw, serta mendorong regenerasi.
Pemerintah Kabupaten Jayapura juga aktif mendukung pelestarian khombouw melalui FDS, yang pada penyelenggaraan pertamanya di tahun 2008 berhasil menciptakan rekor dunia untuk lukisan kulit kayu terpanjang (100 meter) oleh Martha Ohee dan Agus Ongge.
Khombouw telah menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat Sentani, dari lahir hingga wafat. Dengan diusulkannya sebagai warisan budaya tak benda nasional, diharapkan seni tradisi ini dapat terus lestari dan diwariskan kepada generasi mendatang. Keindahan dan filosofi khombouw membuktikan peran penting seni dan budaya dalam membangun identitas bangsa.